Jakarta, 29 Juni 1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di tempat
MEREKA TIDAK TAHU
ZAMAN PERANG [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Bapak Soeharto yang terhormat, selama ini kami bertanya-tanya bagaimana kesehatan Bapak. Baru kami tahu Bapak begitu sehat dan masih seperti dulu pada waktu tujuh bulan Mbak Tata, lewat televisi.
Kami sangat mendukung Bapak menjadi presiden pada waktu pemilu kemarin. Hanya orang -orang yang tak punya perasaan yang berdemonstrasi agar supaya Bapak turun dari jabatan presiden.
Kami sangat terharu dan menangis saat Bapak mengucapkan pengunduran diri. Bapak yang terhormat, saya pribadi sangat tidak suka sama orang-orang yang selalu bergembar-gembor, dengan dalih untuk kepentingan rakyat.
Kami merasakan penderitaan yang sangat berat setelah peristiwa itu. Kami sangat tahu sifat Bapak karena pada waktu jaman perang, orangtua kami adalah anak buah Bapak. Beliau selalu bercerita dan kami memahaminya.
Orang yang tidak suka sama Pak Harto adalah orang yang tidak tahu zaman perang. Sayang Pak, ayah saya yang anak buah Pak Harto sudah meninggal waktu saya masih kelas 5 SD.
Bapak yang terhormat, kami tidak percaya berita bahwa Bapak korupsi. Kami selalu berdoa semoga Allah memberikan kekuatan kepada Bapak dan keluarga.
Sekian dan terima kasih, semoga Allah selalu melindungi kami semua. Amin. (DTS)
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Salam hormat kami,
Tri Puji Susilawati
Jakarta barat
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 831. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.