Jakarta, 20 Juni 1998
Kepada
Yth. Bapak H. M. Soeharto
di Jakarta
MERENUNGI REFORMASI [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Salam sejahtera saya sampaikan, semoga Bapak diberikan rahmat dan lindungan Allah Swt, serta tabah dan tawakal dalam menghadapi cobaan.
Barangkali surat yang saya kirimkan ini, merupakan surat pertama dan akan menjadi terakhir. Bukan karena saya tidak ingin lebih jauh mengenal Bapak (semakin tua wajah Pak Harto, ada kemiripan dengan AIm. Bapak saya), tetapi dikarenakan saya lebih suka berbicara langsung dan berdialog secara terbuka. Bersama surat ini, saya hanya ingin menyampaikan kepada Bapak agar dapat menahan diri dan tidak terpancing oleh keinginan pihak-pihak yang sedang ramai mengaku tokoh reformasi. Dalam pemikiran dan gambaran yang saya peroleh, Bapak sepertinya sedang merencanakan kegiatan untuk mengambil sumpah rakyat dan ingin mengajak ke wilayah yang dapat mematikanl membunuh Bapak. Saya mencoba mencegah namun sepertinya Pak Harto sudah siap menghadapi hal tersebut. Akhirnya, malah saya yang kehilangan gerakan bapak.
Saya menyadari bahwa, gerakan-gerakan reformasi yang memaksa bapak turun dari jabatan Presiden, dapat Bapak terima dengan arif. Walaupun demikian, sebagai manusia beradab tentu bapak sangat sedih, melihat perkembangan berikutnya dari gerakan reformasi itu. Di tengah sulitnya menghadapi tan tangan kenegaraan, banyak rakyat yang terlena oleh retorika politik dan cenderung untuk mengalihkan persoalan dengan membuat pernyataan-pernyataan dan isu-isu. Seperti adanya aneka tuduhan dan tuntutan kepada Bapak dan keluarga, adanya badut politik, pahlawan kesiangan dan lain sebagainya.
Andaikan persoalan itu yang menghadapi saya, tentu akan saya hadapi pula dengan cara dan maunya mereka. Walaupun, resikonya akan terjadi perpecahan yang mungkin tidak dapat dimanfaatkan dan tertulis dalam sejarah bangsa kita. Karenanya pengendalian diri dari bapak, saya akui sangat terpuji walaupun saya yakin, seyakin-yakinnya bahwa bathin Bapak sangat terpukul diperlakukan demikian oleh sahabat, rekan, anak buah dan kader yang Bapak besarkan sendiri.
Karenanya dalam hal ini, saya hanya bisa menyarankan agar Pak Harto senantiasa tabah dan bertawakal kepada Allah Swt, dan senantiasa berdo’a agar diberikan kekuatan dan ketenangan dalam menghadapi permasalahan ini.
Sebagai contoh, bila bapak sulit tidur. Bacalah do’a sebelum tidur, dilanjutkan dengan membaca surat AI-Ikhlas, dan AnNas. Insya Allah, akan memudahkan tidur dan bangun pada waktu untuk menunaikan kewajiban sholat. Sebab hanya cara inilah yang paling efektif dan manjur agar Bapak dapat berpikir sehat dan waras (eling Ian waspada). Percayalah selain keluarga dekat dan anak-anak, masih banyak masyarakat Indonesia yang masih peduli dan respek kepada Bapak.
Demikianlah, saya hanya dapat menyarankan seperti dalam surat ini dan mudah-mudahan ada manfaatnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Putra Bangsa Merdeka!
Mahmud Hamdani
Jakarta Pusat
Catatan:
Beberapa hari yang lalu, rekan saya mengirimkan surat kepada Bapak. Namanya Achmad Rifai, SH, sekarang sedang melanjutkan kuliah S-2 di UI. Sepengetahuan saya dia adalah anak yang jujur, cerdas dan dapat dipercaya. Karenanya bila ada saran dan masukan kepada Bapak, memang murni dari dirinya. Ada baiknya bila Bapak memasukkannya dalam tim Konsultasi yang bapak bentuk.
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 490-491. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.