MODAL KECIL DAN MENENGAH JERMAN SUDAH MASUK KE INDONESIA

MODAL KECIL DAN MENENGAH JERMAN SUDAH MASUK KE INDONESIA[1]

Jakarta, Suara Pembaruan

Salah satu topik penting dalam pembicaraan Presiden Soeharto dan Kanselir Kohl waktu pemimpin Jerman itu berkunjung ke Indonesia Februari 1993, sekarang menjadi topik pembicaraan hangat di negara ini. Di Jerman, seperti di banyak negara maju, industri kecil dan menengah menopang perekonomian sebuah negara. Di Jerman, 85 persen dari perekonomian negara itu terdiri dari industri kecil dan menengah. Sejak pembicaraan kedua pemimpin itu, sudah banyak industri ukuran tersebut menanam modal di Indonesia. Ada yang berukuran US$ 6juta, US$ 3juta, dan malahan ukuran US$ 500.000. “Tetapi dengan rencana untuk terus ditingkatkan”,ujar sebuah sumber di Kedubes Jerman Jakaria.

Apa yang baik dari industri kecil ini ialah pelimpahan teknologi yang mereka bawa dengan modal kecil itu. Sebuah perusahaan yang patungan dengan modal kecil dari Jerman sekarang bisa menjual produknya dengan penolakan hanya dua persen. Sebelumnya sampai 50 persen produk perusahaan tersebut bisa ditolak pembeli luar negeri, karena tidak memenuhi standar. Yang menjadi masalah dengan investasi industri ukuran tersebut ialah tenaga dan dana yang kurang. Karena perusahaan kecil, tidak ada personil yang bisa dikirim ke Indonesia. Kalau tidak, perusahaan tidak cukup dana untuk mengirim ahli mereka ke Indonesia.Padahal pelimpahan teknologi tidak mungkin tanpa kehadiran personil dari negara pemberi. Bagaimanapun, seperti disebut sumber Kedubes Jerman tersebut, modal perusahaan keci Idan sedang,sudah banyak yang masuk ke Indonesia. Malah 7 perusahaan ukuran ini yang berpatungan dengan modal kecil Jerman turut berpameran pada anjungan Indonesia di Hannover Fair.

daftar PMA di BKPM 15Februati 1995memperlihatkan nilai seluruh investasi dari Jennan yang sudah disetujui berjumlah US$ 3.237 miliar. Tetapi jumlah seluruh investasi sejaktahun 1967, waktu mana UUNo. 1/ 1967 tentangPenanaman Modal Asing ke luar,mencapai US$ 86,554 miliar. Estimasi Ekonid (Perkumpulan Ekonomi Indonesia-Jerman) menyebutkan hanya US$ 400juta yang sudah direalisasi. Dengan nilai proyek dan tanah, total investasi bisa mencapai OM 2 miliar (1DM=Rp 1.595)

Tidak Anggap Kecil

Seorang pejabat pada Kedubes Jerman tidak menganggap investasi Jerman di Indonesia kecil. Terkecuali dibandingkan dengan investasi dari Jepang atau AS. Ia menunjuk pada 130 perusahaan Jerman yang sekarang beroperasi di Indonesia. Di antaranya kira-kira 40 perusahaan dengan investasi yang lebih besar. Kalau dikumpulkan, jumlah investasi menjadi US$ 1,5 miliar- US$ 2 miliar. Dan jumlah ini kata sumber di Kedubes itu terus bertambah dengan cepat. Faktor pendukung, deregulasi Pak-Mei 1994.”Kalau deregulasi diteruskan, akan mendorong perusahaan Jerman lainnya.”

Perdagangan RI-Jerman tidak besar. Dua arah hanya US$ 6,3 miliar. Ekspor Jerman bernilai US$ 3,3 miliar. Indonesia mengekspor barang senilai US$ 3 miliar. Angka tidak spektakuler ini tidak lain karena investasi dan perdagangan Jerman pergi ke negara-negara industri tetangga Jerman. Secara tradisional investasi Jerman ke negara-negara lainnya, jumlahnya kecil. Sekarang Indonesia mulai mengejar negara­ negara industri itu karena mulai menjadi pemain di dunia. Sumber di Kedubes Jerman mengatakan, pengusaha Jerman punya kepercayaan pada perekonomian Indonesia. Semakin tinggi saja kesadaran di Jerman akan potensi Indonesia. Promosi dan publisitas yang dibuat Indonesia di Eropa, sudah mulai memberi buah. Masih bersama-sama Kanselir Kohl, 3 April petang Presiden Soeharto akan meresmikan anjungan Indonesia. Kekayaan kebudayaan Indonesia akan didemonstrasikan kepada khalayak Eropa, dan peserta pameran dari negara lain. Dua ribu meter persegi bukan ruang yang kecil. Akan beragam hasil industri Indonesia yang akan tampil di sana. Tidak kurang dari delapan menteri  Indonesia turut dalam rombongan Presiden, memperlihatkan bagaimana Indonesia menekankan pentingnya bermitra dengan Jerman pada Hannover fair kali ini.

Agenda Presiden

Agenda Presiden Soeharto di Jerman tennasuk pertemuan dengan lembaga bergengsi Asia-Pasifik Ausschuss (APA, Komite Asia Pasifik). Komite bisnis ini didirikan dua tahun yang lalu oleh berbagai organisasi bisnis Jerman. Anggota pengurus APA terdiri dari 25 pemimpin bisnis Jerman yang dianggap yang terbaik dari yang terbaik. Ketua lembaga adalah juga ketua Siemen, Heinrich von Pirell. Akan menarik sekali untuk mendengar pandangan mereka ini. Juga kesempatan yang baik bagi Kepala Negara untuk mengemukakan pemikiran Indonesia dan kawasan. Tanggal 4 Apri llembaga pembangunan dan keuangan Jerman, Deutche Entwicklurigs Geselschaft (DEG) akan menyelenggarakan sebuah seminar. Penyelenggara Hannover Fair, Messe AG, bersama pemerintah Indonesia akan menyelenggarakan seminar dengan beberapa anggota kabinet Indonesia sebagai pembicara. Agenda yang demikian penting sekali bagi kedua belah pihak. Untuk saling mengenal dan mengerti pandangan masing-masing. Tidak jarang perhatian kurang karena para pengusaha belum menyadari potensi yang bisa mereka sadap di Indone­sia. Indonesia sendiri tidak dengan langsung mengerti pandangan mereka, apa-apa saja hambatan bagi mereka selama ini. Barangkali saja karena tidak kenal mereka tidak cinta.

Selama kunjungan sampai 6 April, beberapa perjanjian baru akan ditanda tangani. Dengan Siemen untuk projek Paiton II sebesar US$ 2 miliar. Antara Telkom Jerman dan Satelindo yang disetujui beltun lama berselang untuk modal hampir US$ 600 juta. Mercedez Benz akan bergerak lebih maju dari sekadar berpatungan untuk merakit, kerja sama yang selama ini hanya mendatangkan 1 persen nilai tambah. Sekarang Sieman menjadi mitra patungan untuk produksi. Ini berarti dalam nilai riil,nilai tambah sebesar 40 persen. Kemungkinan sekali juga konsorsium dengan Forrosial untuk membangun “mass transportation system” sepanjang 280 kilometer akan ditandatangani. Yang juga menarik ialah rencana pembentukan “Forum for Economic and Tech­ nical Cooperation” yang sekarang menurut keterangan Kedubes Jennan, sedang dirundingkan secara intensif di Jermnan. Karena Kedubes Jerman di Jakarta tidak serta dalam lingkaran pembicaraan, pejabat di sana hanya bisa mereka-reka bahwa sasaran, fungsi forum, pengaturan dan dana barangkali merupakan bagian dari pembicaraan di Jerman. Apakah kegiatan forum akan hanya pada tingkat pemerintah, atau juga menyertakan lembaga swasta, akan menarik untuk diikuti. Kalau Memorandum of Understanding Forum tersebut bisa ditandatangani sewaktu Presiden berkunjung, akan membuat lawatan ke Jerman lebih substansial. Sudah merupakan kebiasaan berbagai kesepakatan dicoba untuk dituangkan dalam persetujuan yang bisa ditandatangani pada kunjungan seorang pemimpin. Tinggal nanti PR yang harus diperhatikan. Agar tidak hanya menambah koleksi perjanjian intemasional di Deplu. •Pembaruan/Annie Bertha Simamora

Sumber: SUARA PEMBARUAN (03/04/ 1995)

_______________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 354-357

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.