MUI: KORUPSI ITU BERDOSA

MUI: KORUPSI ITU BERDOSA

 

 

Jakarta, Antara

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia K.H. Hasan Basri menegaskan, korupsi itu berdosa hukumnya, lebih besar dari pada mencuri, karena merugikan bangsa dan negara, sehingga pelakunya harus dihukum berat.

“Pelaku korupsi tidak hanya dihukum penjara saja, tapi masyarakat pun harus ikut menghukumnya dengan cara mengutuk, mencela dan mengejeknya,” kata Hasan Basri dalam wawancara dengan ANTARA di Jakarta, Rabu menanggapi penegasan Presiden Soeharto bahwa tindakan korupsi termasuk subversi. Korupsi itu berbahaya, dapat menggoncangkan negara dan pembangunan bangsa, karena koruptor itu bagaikan rayap, menggerogoti negara dari dalam, merugikan negara dan bangsa, sehingga hukuman berat baginya wajar, katanya.

Menurut Hasan Basri, dalam Islam, orang yang mencuri harus dipotong tangannya. Tapi maksud hukum potong tangan itu adalah hukum yang mempermalukan pelaku agar jera, tidak melakukannya lagi dan orang lain tidak melakukannya.

“Pencuri itu tidak harus dipotong tangan, tapi bagaimana hukuman yang setimpal baginya, seperti dipenjara dan dipermalukan, sehingga ia tidak akan melakukan lagi. Demikian pula pelaku korupsi harus dihukum lebih berat seperti dipenjara puluhan tahun dan dikutuk masyarakat. Bila masyarakat mengutuknya pegawai atau karyawan yang lain tidak akan melakukan korupsi,” ujar Hasan Basri.

Dia menyambut baik penegasan Presiden tersebut karena perbuatan korupsi di berbagai instansi atau lembaga,sekarang sudah meluas dan parah. Bahkan melakukan korupsi dianggap hal yang wajar, sehingga sulit ditanggulangi, satu ditindak tegas muncul yang lain. Tiga hal yang dapat menghapus korupsi katanya. Pertama perbaikan kesejahteraan pegawai atau karyawan, gaji pegawai diusahakan mencukupi dan kesehatan terjamin, sehingga mereka tidak mencari-cari tambahan lain.

Kedua, mental para pegawai dan masyarakat harus diperbaiki, korupsi tidak dianggap hal yang wajar, tapi perbuatan terkutuk. Ketiga, sanksi berat harus diterapkan. Di samping itu aga maju ga dapat mencegah korupsi melalui dorongan iman. Namun dorongan iman itu dapat dimiliki seseorang bila ia melakukan ibadah dengan benar, mendalami dan menghayati ajaran agamanya, tidak hanya ibadah ritual saja, tapi juga ibadah yang lain seperti di bidang sosial ekonomi.

“Misalnya, orang muslim yang mendalami, menghayati dan mengamalkan agamanya dengan benar akan menjauhkan perbuatan “mungkar” (perbuatan terlarang) dan senantiasa menganjurkan perbuatan baik, mencegah kemungkaran,” tambah Hasan Basri. Upaya menjauhkan perbuatan “mungkar” itu perlu dimasyarakatkan agar masyarakat peka terhadap tindakan semacam korupsi tersebut dan berani mengutuknya, tambahn ya.

Hasan Basri berpendapat, untuk membuat aparat yang bersih dan berwibawa perlu adanya keteladanan atasan. Para pejabat harus memberikan contoh baik kepada bawahannya.

Bila sikap keteladanan itu dilakukan, maka korupsi tidak akan terjadi, ucapnya. Sikap keteladanan itu tidak hanya dalam disiplin masuk kerja saja, tapi juga dalam pelaksanakan peraturan yang ada, ahlak (budi pekerti) dan ajaran agamanya.

 

 

Sumber : ANTARA (04/10/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 546-547.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.