“MY BROTHER SOEHARTO AND UKHTI MADAME SOEHARTO”

PIDATO DI PLTN :

"MY BROTHER SOEHARTO AND UKHTI MADAME SOEHARTO"

Begitu akrab Pakistan bersikap

"Kami membicarakan berbagai hal. M salah hubungan internasional. Hubungan bilateral. Hubungan antar kedua kawasan kami. Dan kesemuanya mencapai titik temu.

Saya dg supenuhnya hati mendukung pandangan pandangan Presiden Soeharto tentang praktis tentang semua hal,"ucap Presiden Pakistan kepada kami, wartawan wartawan yang mewawancarainya di tempat kediamannya.

Ucapan Presiden Zia itu menandakan segalanya berjalan lancar dan beres- beres saja. Apalagi petang itu adalah hari kedua kunjungan, yang pagi sampai siang harinya berlangsung perundingan 4 mata, disusul perundingan "pleno" masing-masing kepala negara lengkap didampingi para menteri dan staf ahlinya.

Tampaknya banyak faktor yang mendukung cepat akrabnya hubungan kedua kepala negara itu. Selain persamaan-persamaan pandangan sebagai sesama negara anggota Konperensi Islam, sesama Non Blok, anggota Kelompok 77, juga cara Presiden Zia mendekatkan diri sebagai "yang lebih muda".

"My brother Soeharto and ukhti Madame Soeharto …..," cara memanggil seperti itu dilakukan oleh Presiden Zia sewaktu berpidato di Pusat Listrik Tenaga Nuklir (KANUPP) Karachi, "Ukhti" yang kata bahasa Arab itu artinya tidak lain "Saudara perempuanku".

Bukan itu saja, ada satu faktor lagi yang tidak banyak diketahui orang. "Saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri ketika Jepang menyerah kepada Sekutu.

Saya menyaksikan rakyat Indonesia berusaha merebut kemerdekaannya. Ketika itu adalah tahun 1945,"kata Zia-ul-Haq. Ternyata ia berada di Indonesia pada September 1945 sampai awal 1946.la berada dalam suatu brigade kavaleri ya.."lg cukup terkenal dari tentara India, bagian dari tentara Sekutu. Ia mendarat di Jakarta dan bergerak ke Bandung. "Adam Malik masih muda sekali waktu itu," tambahnya.

Nah, jika sudah demikian, apa pula yang bisa menjadi hambatan. Dalam penerbangan Karachi – New Delhi, Mensesneg Sudharmono dan Menko Ekuin Widjojo Nitisastro memberikan kesimpulan-kesimpulan sebagai hasil kunjungan ke Pakistan.

"Ini adalah kunjungan Presiden Soeharto yang pertama ke Pakistan. Selain memenuhi undangan, tujuannya untuk meningkatkan hubungan persahabatan kedua negara, meningkatkan saling pengertian. Dan mencari bidang-bidang yang bisa dikembangkan kerjasamanya," kata Mensesneg.

Sambutan selama kunjungan dinilai sebagai sangat akrab, terbuka, spontan. "Acara-acara pun berjalan luwes, tidak kaku. Disana-sini ditambah. Misal hanya dengan kunjungan ke penampungan pengungsi Afghanistan. Tadinya tidak tercantum, tapi kemudian dapat dilaksanakan dengan baik," kata Sudharmono lagi.

Bagi kelompok wartawan yang mengikuti kunjungan Presiden ke Pakistan, acara mengunjungi tempat penampungan pengungsi Afghanistan itu dirasakan sebagai "dadakan".

Kami baru tahu ketika helikopter yang kami tumpangi dari menyaksikan dam Tarbela merendah dan hinggap di lapangan berdebu, tidak jauh dari hamparan kemah-kemah

Sekitar 600 kepala keluarga berada dalam penampungan tersebut. Perkampungan itu memperoleh bantuan dari Austria. Di bawah sebuah tenda besar yang membentuk "aula" atau "auditorium", Presiden Soeharto dan Presiden Zia-ul-Haq bertatap muka langsung dengan para pengungsi tersebut.

Sekitar 100 orang yang berkumpul di bawah tenda itu. Umumnya orang-orang tua. Seorang yang bertindak sebagai pemimpinnya mengatur acara-acara dan menyampaikan pidato selamat datang, tampak agak lebih muda.

Dalam suasana yang sangat kusam, berdebu, dengan pengeras suara yang cukupan saja daya gunanya, pertemuan dua orang Kepala Negara dengan sekelompok pengungsi itu berlangsung tertib.

Tentu saja, dimulai dengan pembacaan ayat-ayat sud AI Qur’an. Pembacanya laki-laki sangat tua, telanjang kaki, kurus dan jangkung. Suaranya yang tinggal sisa-sisa makin menambah suasana prihatin lingkungan itu.

Di perkampungan Gandaf, sekitar 15 km dari dam Tarbela itu, Presiden Soeharto diminta memberikan amanatnya.

Dalam pidatonya, Presiden menyatakan keyakinannya, bahwa para pengungsi Afghanistan akan berhasil kembali ke kampung halamannya dalam suasana aman dan merdeka.

Pengungsi2 Afghanistan dipaksa meninggalkan kampung halamannya akibat adanya intervenes asing dan Pakistan menerimanya sebagai pengungsi atas dasar kemanusiaan semata-mata.

"Kami menghargai kebesaran jiwa Presiden Zia-ul-Haq dan rakyak Pakistan yang telah menampung para pengungsi Pakistan, sementara Pakistan mempunyai permasalahannya sendiri," kata Presiden Soeharto.

Presiden menyatakan yakin bahwa para pengungsi itu sendiri merasa tidak bahagia menjadi beban Pakistan.

"Itulah sebabnya kalian dituntut untuk kembali ke negeri kalian untuk beljuang merebut kembali kemerdekaan," tambahnya.

Presiden yakin Tuhan akan memulihkan keadilan atas rakyat Afghanistan, karena mereka berjuang untuk keadilan dan kemerdekaan. Dikatakannya pula bahwa rakyat Indonesia juga pernah mengalami persoalan yang sama dan seperti rakyat Afghanistan, rakyat Indonesia berjuang secara heroik melawan pendudukan kekuatan asing. Rakyat Indonesia menang karena sedia berjuang demi keadilan dan sedia berkorban untuk kemerdekaan.

Presiden mengulang kembali pernyataan dukungan Indonesia terhadap perjuangan rakyat Afghanistan. Girangnya itu para pengungsi terlihat pada spontanitas sambutan mereka setelah Presiden selesai berpidato. Seorang tokohnya memperoleh kesempatan untuk berjabatan tangan menyampaikan terimakasihnya. Dan, lantas saja merangkul Presiden Soeharto dan mencium pipinya. Kalau saja tidak kemudian dicegah, hadirin yang sudah mulai bergerak ke depan itu tak ayal lagi akan berlaku yang sama. Padahal waktu begitu sempit. Acara berikutnya sudah tertunda.

Pada bagian lain penjelasannya, Mensesneg Sudharmono mengatakan pertemuan antara Presiden dan para Menteri Indonesia dengan Pakistan tidak berlangsung lama berkat telah adanya saling pengertian.

‘ Bicara tentang akrabnya sambutan, terlihat kemana saja Presiden Soeharto pergi memenuhi acara, termasuk ke Karachi yang sudah dilepas dengan upacara perpisahan resmi, Presiden Zia-ul-Haq tak pernah absen dari sisi tamunya. Begitu pula dengan Begum Zia.

Peningkatan kerjasama dalam rangka IPECC (Indonesia-Pakistan Economic and Cultural Cooperation) akan dilakukan. Delegasi-delegasi teknis akan memberikan tindak lanjut kesepakatan tersebut.

Dalam pada itu, Menko EKUIN Widjojo Nitisastro yang memberikan penjelasan sekitar hasil-hasil kunjungan di bidang Ekuin menyatakan, bahwa kerjasama ekonomi antara 2 negara sedang berkembang adalah merupakan konkritisasi dari asas kerjasama ekonomi dan teknik antar negara-negara sedang berkembang anggota Kelompok 77.

Kerjasama di bidang perdagangan selama ini Indonesia mengekspor pupuk urea, semen dan minyak kelapa sawit ke Pakistan. Sebaliknya Pakistan mengekspor kapas, beras dsb. Itu semuanya akan ditingkatkan.

Di bidang teknik, pengiriman tenaga-tenaga akan ditingkatkan baik untuk belajar maupun bertukar pengalaman dan pikiran. Di antara yang terpenting menyangkut kerjasama dibidang nuklir untuk tenaga listrik. Pakistan mempunyai pengalaman yang sangat berharga bagi negara-negara sedang berkembang. Pengalaman Pakistan itu dinyatakan terbuka bagi Indonesia.

"Ini bukan yang pertama kalinya," kata Widjojo. Di bidang Keluarga Berencana pada tahun 1968, Pakistan juga telah memberikan kerjasama berupa pengalaman dan saran-sarannya kepada Indonesia. Dan seperti diketahui, dewasa ini Indonesia dinilai sebagai negara sedang berkembang yang paling berhasil dalam pelaksanaan program keluarga berencana.

"Seperti dibidang KB, kita harapkan dapat dikembangkan di bidang nuklir", kata Menko Ekuin.

Seperti selalu dilakukan dalam setiap perjalanan ke luar negeri, di Pakistan juga ada acara bertemu muka dengan masyarakat Indonesia.

Kesempatan melaksanakan acara itu malam hari di Islamabad. Udara sangat dingin menurut ukuran kota-kota besar Indonesia. Karena kediaman Dubes tidak luas, maka halaman muka diberi tenda besar. Yang untung pramugari-pramugari Garuda didampingi Dirutnya, Wiwek memperoleh posisi tempat duduk berdekatan dengan alat pemanas listrik; pediangan namanya kalau di kampung.

Kesempatan baik itu digunakan untuk mendengarkan oleh-oleh dan pesan Kepala Negara. Banyak hal diungkapkan. Diantara yang paling aktual menyangkut bantuan luar negeri.

"Di Tanah air ada yang berpendapat bahwa bantuan luar negeri itu tidak dapat dirasakan oleh rakyat. Bantuan luar negeri tidak sampai kepada rakyat. Padahal sebenarnya tidaklah demikian," kata Presiden Soeharto.

Presiden menjelaskan, bantuan luar negeri memang tidak begitu diteriina lalu dibagi-bagikan kepada rakyat. Tidak demikian. Tapi digunakan untuk misalnya membangun atau memperluas pabrik pupuk. Nah, pupuknya diperlukan sampai dan dirasakan kegunaannya oleh rakyat. Juga untuk membuat bendungan. Hasilnya berupa irigasi yang baik dibutuhkan dan dirasakan manfaatnya oleh petani-petani kita.

Presiden juga meyakinkan tidak ada alasan generasi muda khawatir ditinggali banyak hutang luar negeri.

"Tidak akan demikian yang terjadi dan memang tidak demikian niat kami,” kata Presiden. ”Sebaliknya kami ingin mewariskan yang baik­baik."

Pakistan ditinggalkan oleh rombongan Presiden RI. Bagian utara negeri itu sudah mulai dingin. Dedaunan mulai pada menguning. Dan kerja berikutnya menyusul dalam kunjungan kenegaraan ke India. (DTS)

Jakarta, Pelita

Sumber: PELITA (09/12/1980)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 695-699.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.