NASIB BURUH PERLU MENDAPAT PERHATIAN YANG MEMADAI
Presiden Soeharto mengingatkan, nasib buruh perlu mendapat perhatian yang memadai, karena mereka bekerja dengan tujuan memperbaiki kesejahteraan hidup beserta keluarganya.
Dengan perhatian ini produktivitas kerja buruh dapat ditingkatkan, karena dari mereka akan timbul kegairahan bekerja.
Demikian dikemukakan Presiden ketika member sambutan pada upacara pembukaan "Rapat Koordinasi antar Instansi tentang peningkatan produktivitas tenaga kerja wanita melalui pendekatan kesejahteraan terpadu" di Istana Negara, Jakarta, Senin.
Usaha meningkatkan produktivitas tenaga kerja, kata Kepala Negara, bukan untuk agar tenaga kerja yang bersangkutan mendapat penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi, dengan produktivitas yang tinggi orang akan memiliki harga diri dan kepercayaan pada diri sendiri yang lebih besar.
Peningkatan produktivitas tenaga kerja tidak dapat dilepas dari pendekatan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti bahwa untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja diperlukan perhatian terhadap pembangunan kepribadian manusia Indonesia, kemampuan mental, pengetahuan dan keterampilan kerja, serta ketahanan fisiknya. Sedang bagi tenaga kerja wanita perlu pula diperhatikan sifat dan kodrat kewanitaannya.
Sebaliknya, kata Presiden, perusahaan juga perlu mendapat jaminan bahwa para buruhnya benar-benar mampu bekerja sebaik-baiknya sehingga dapat tercipta ketenangan berusaha.
Karena itu, semua pihak harus memikul tanggung jawab bersama untuk mernupuk suasana ketenangan dankepastian kerja. Di samping itu juga agar semua pihak saling memahami dan saling menghormati kedudukan dan peranan serta kewajiban masing-masing.
Peningkatan produktivitas tenaga kerja, selain harus diusahakan sebagai tanggung jawab bersama, juga perlu diyakini sebagai kepentingan bersama, kepentingan pengusaha dan para buruh sendiri.
Tinggi atau rendahnya produktivitas tenaga kerja bukan sekadar menyangkut kepentingan buruh, tetapi juga menyangkut hidup matinya perusahaan.
Karena itu, pengusaha harus memiliki rasa tanggung jawab besar dalam usaha meningkatkan produktivitas buruhnya. Sebaliknya, para buruh harus menyadari bahwa peningkatan produktivitas kerjanya ikut mengembangkan kehidupan perusahaan terpadu.
Usaha meningkatkan produktivitas tenaga kerja, baik wanita maupun pria, bukan hanya sekadar menyangkut masalah peningkatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja itu saja.
Peningkatan produktivitas tenaga kerja menyangkut berbagai segi yang dapat memperbaiki mutu kehidupan manusia, seperti perbaikan kesehatan, perbaikan gizi, kebersihan lingkungan, dan perumahan.
Produktivitas tenaga kerja, kata Presiden lebih lanjut, akan sulit ditingkatkan, jika buruh sakit-sakitan atau lemah lairang gizi. Produktivitas tenaga kerja juga akan sangat sukar meningkat. jika buruh kurang sehat karena mendiami rumah-rumah yang buruk dengan lingkungan hidup yang menyedihkan.
Produktivitas tenaga kerja wanita juga akan sukar ditingkatkan jika dalam melakukan pekerjaannya, mereka selalu teringat kepada anak-anak tersayang yang ditinggal sendiri di rumah tanpa pengasuh.
Karena itu, dalam pembangunan Indonesia yang mempunyai tujuan mulia, peningkatan produktivitas tenaga kerja wanita menjadi masalah yang lebih asasi sifatnya.
Begitu luasnya segi-segi yang harus diperhitungkan untuk peningkatan produktivitas kerja itu, khususnya bagi tenaga wanita, sehingga dalam usaha meningkatkannya perlu dilakukan pendekatan secara terpadu dengan melakukan koordinasi erat antara berbagai instansi.
Bahkan koordinasi antara instansi pemerintah saja tidak cukup. Koordinasi tersebut harus meliputi koordinasi antara semua pihak yang terlibat dalam proses produksi, yaitu buruh, para pemilik perusahaan, dan lembaga-lembaga pemerintah.
Menurun di Pertanian
Menurut laporan dari Kantor Menteri Muda urusan Peranan Wanita dengan mengutip data dari Biro Pusat Statistik (BPS). Persentase penduduk wanita yang bekerja di sektor pertanian akhir-akhir ini menurun.
Pada tahun 1976. 59.65% penduduk wanita bekerja di sektor pertanian, tetapi pada tahun 1980 persentase itu menurun hingga tinggal 53,48%. Penurunan persentase tersebut karena sebagian mulai beralih bekerja di sektor-sektor jasa, industri perdagangan, dan Iain-lain. (RA)
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber : SUARA KARYA (24/08/1982)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 813-814.