NEGARA BERKEMBANG HARUS PERLUAS PERDAGANGAN

NEGARA BERKEMBANG HARUS PERLUAS PERDAGANGAN [1]

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto mengatakan, negara-negara berkembang sangat memerlukan perluasan pasar bagi produk-produknya untuk meningkatkan perdagangan. Sebab itu, negara-negara maju harus membuka pasarnya.

“Beri kesempatan negara berkembang mendapatkan penghasilannya dari perdagangan. Itu berarti pintu perdagangan harus dibuka. Jadi proteksi harap dikurangi,” ujar Presiden kepada Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim yang melaporkan tentang gagalnya satu pertemuan yang diselenggarakan PBB mengenai lingkungan di New York awal bulan ini, hari Senin (13/4) di Bina Graha, Jakarta.

Gagasan perluasan perdagangan itu merupakan usul pertama dari lima usul Presiden Soeharto agar pembangunan di negara-negara berkembang tidak merusak lingkungan, kata Emil Salim. Pembangunan di negara berkembang, Ianjut Emil memasukkan aspek lingkungan, maka kemajuan pembangunan itu akan memungkinkan lingkungan terkendali.

Usul kedua Kepala Negara adalah peningkatan investasi yang akan mendorong negara berkembang tumbuh dan berkembang dengan kemampuan sendiri. Itu berarti investasi harus mampu mendorong ekspor dan pariwisata.

Ketiga alih teknologi dari utara ke selatan ditingkatkan agar negara berkembang cepat maju. Keempat mengusahakan agar utang luar negeri Jebih lunak dan tidak menjadi beban. Jumlah utang negara berkembang saat ini cukup besar, mencapai 1,3 triliyun dollarAS.

Usul kelima adalah agar bantuan resmi (Official Development Aid -ODA) yang sifatnya sangat ringan terus dialirkan ke selatan. Total bantuan lewat ODA saat ini berjumlah 55 milyar dollar AS, sedangkan total dana yang diperlukan untuk memperbaiki lingkungan berumlah 125 milyar dollar AS per tahun dari 1993 sampai dengan tahun 2000.

Kepala Negara menggarisbawahi masalah lingkungan masuk dalam ikhtiar pembangunan yang merusak lingkungan yang dialami oleh negara berkembang.

 

Mensos RRC

Pada hari yang sama Presiden Soeharto juga menerima Menteri Urusan Sipil (Mensos) RRC Cui Nai Fu yang melakukan kunjungan kehormatan diantar oleh Mensos Ny. Haryati Subadio kepada Cui Nai Fu, Kepala Negara menjelaskan dasar­-dasar pembangunan di negara ini. Sebaliknya Mensos RRCjuga menjelaskan hal yang sama di negaranya.

Kepada wartawan, Cui Nai Fu mengatakan ingin belajar dari Indonesia dalam menanggulangi masalah-masalah sosial, antara lain  menyangkut bantuan dan pertolongan kepada orang Janjut usia, yatim piatu, penyandang cacat dan mereka yang mengalami kesulitan dalam hidup.

“Dari berbagai penjelasan Presiden Soeharto, saya merasa banyak persamaan tentang apa yang dipikirkan oleh pemimpin kedua negara . Maka saling kunjung dan tukar pengalaman antara kedua pihak untuk saling mempelajari  cara-cara menyelesaikan masalah itu akan bermanfaat bagi kedua pihak,” katanya.

Menjawab pertanyaan pers, Mensos RRC menjelaskan, ada 50 ribu panti asuhan di RRC. Sebab dari 1milyar lebih penduduk, ada 90juta (atau setengah penduduk Indonesia) yang lanjut usia di atas 60 tahun.

Tapi, katanya, prinsip RRC adalah, orang lanjut usia sebaiknya tinggal bersama keluarganya. Itu lebih baik dari pada panti asuhan. Cui Nai Fu akan mengadakan kunjungan ke Jateng,Yogya, Bali. Hari Minggu, ia sudah mengunjungi Bandung. Ia akan kembali ke tanah aimya tanggal18 April.

Sumber: KOMPAS (14/0411992)

___________________________________________________

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 508-510.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.