NS DITUNTUT ENAM TAHUN PENJARA[1]
Jakarta, Antara
NS (30), mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, Kamis dituntut hukuman penjara enam tahun, karena dengan sengaja telah menghina Presiden Soeharto. Di hadapan majelis hakim yang diketuai Ny Nurhayati, SH., di PN Jakarta Pusat, jaksa Zubir Rahmat, SH menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal 134 jo pasal 55 (1) ke 1 KUHP, seperti dituduhkan dalam dakwaan primer. Pasal tersebut melarang tindak pidana penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Dalam dakwaan primer jaksa dinyatakan, pada 25 Nopember 1993 di halaman gedung DPR/MPR RI Senayan Jakarta Pusat, terdakwa menyebarkan beberapa lembar stiker plesetan SDSB yang berisi penghinaan terhadap kehormatan dan martabat Presiden Soeharto selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan RI. Menurut jaksa, tidak ada hal-hal yang meringankan bagi terdakwa, sementara hal yang memberatkan, terdakwa pemah dihukum dalam perkara pencurian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, bertingkah laku tidak sopan di persidangan, bahkan terdakwa sempat mengeluarkan kata-kata tidak sopan di persidangan.
Hal yang memberatkan kata jaksa, terdakwa tidak mengakui keberadaan sistem peradilan, tidak menghargai anjuran majelis hakim, mempersulit persidangan dan terdakwa telah menghina Presiden Soeharto selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan RI dengan tidak menyesali perbuatannya. Terhadap tuntutan jaksa, terdakwa NS yang merupakan Ketua Harian Yayasan Pijar mengatakan tidak akan mengajukan pembelaan (pleidoi), sehingga acara sidang selanjutnya yang dijadwalkan pada 24 Pebruari 1994 untuk membacakan putusan majelis hakim.
“Walk Out”
Setelah ketua majelis hakim Ny Nurhayati membuka acara persidangan, tim penasehat hukum terdakwa melalui John Pieter Nazar, SH meminta kepada majelis hakim untuk menunda persidangan sampai ada petunjuk dari Mahkamah Agung (MA) RI, apakah persidangan itu boleh dilanjutkan atau tidak. Karena, kata John Pieter Nazar, sebelumnya mereka sudah mengajukan surat permohonan kepada MA agar meninjau kembali (ruling) acara persidangan perkara NS itu, karena mereka menilai acara persidangan melanggar UU No. 14 tahun 1985. Tetapi permohonan penasehat hukum itu ditampik hakim dengan mengatakan permohonan fatwa penasehat hukum ke MA tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda persidangan.
“Sampai saat inikami tidak menerima petunjuk dari MA untuk menunda sidang, sehingga sesuai dengan jadwal semula, persidangan akan mendengarkan requisitor (tuntutan) jaksa,” kata Nurhayati.
Karena permohonan penasehat hukum tidak dikabulkan, maka tim penasehat hukum yang terdiri dari Luhut MP Pangaribuan, Iskandar, SH, John Pieter Nazar, SH, meninggalkan ruang sidang (walk out) setelah sebelumnya mereka meminta kepada majelis hakim untuk diperbolehkan meninggalkan ruang sidang.
Surat tuntutan jaksa setebal 50 halaman dibaca sekitar 1,5 jam. Para pengunjung memadati ruang sidang, sehingga ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu terasa sesak dan agak gerah. Di antara pengunjung terlihat Ali Sadikin, Chris Siner Keytimu. (T-PU-28/14:30/DN02-17/02/9414:41/RU3)
Sumber:ANTARA (17/02/1994)
________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 555-556.