ORANG BERDUIT DI KOTA MEMBANTU PENYEBARAN HAMA WERENG

ORANG BERDUIT DI KOTA MEMBANTU PENYEBARAN HAMA WERENG

Presiden Soeharto menyatakan, orang2 yang berduit di kota telah membantu penyebaran hama wereng dengan jalan merangsang para petani menanam padi non varietas unggul tahan wereng (VUTW) yang berasnya enak.

Kepala Negara menyatakan itu setelah mendengar laporan perjalanan Menteri Muda Urusan Pangan Ir. A.A. Affandi ke beberapa daerah di Bina Graha Sabtu pagi.

Affandi kepada para wartawan selesai menyampaikan laporan itu menjelaskan bahwa orang2 kaya di kota tidak mau makan beras VUTW yang rasanya tidak seenak beras non VUTW seperti Rajalele atau Cianjur.

Diakuinya, beras Rajalele dan Cianjurrasanya memang enak, tetapi tanaman padi jenis ini sangat peka terhadap hama wereng.

"Mereka tidak mau membantu peningkatan produksi nasional, bahkan menggalakkan penyebaran hama wereng", kata Affandi. Ia minta orang2 kaya menahan diri dulu untuk makan beras enak selama usaha pemberantasanhama wereng ini belum berhasil.

Petani Tidak Salah

Rangsangan yang diciptakan orang kaya itu dalam bentuk harga beras non VUTW yang jauh lebih tinggi dibandingkan beras VUTW. Sebagai contoh, satu "patok" (ukuran luas sawah) padi Rajalele di Delanggu, Jawa Tengah laku Rp. 140.000,- sedangkan padi VUTW seperti IR dan PB hanya Rp. 70.000,- – Rp. 80.000,- saja per "patok".

Meredanya hama wereng dalam dua musim tanam terakhir ini menurut Affandi telah memperbesar rangsangan untuk menanam padi non VUTW.

Tetapi, katanya lebih Ianjut, begitu padi non VUTW di tanam, wereng datang menyerang.

Rangsangan yang diberikan orang kaya itu, kata Affandi, bukannya membantu petani, melainkan membuat para petani malah merugi.

"Bukannya membuat untung, tetapi buntung". katanya.

Ia menyebut orang2 kaya yang hanya mau makan beras Rajalele dan Cianjur ini sebagai orang2 yang tidak mau memikirkan kepentingan nasional.

Affandi tidak bersedia menyebutkan siapa2 yang termasuk orang berduit yang hanya mau makan beras enak itu. Namun ia minta pesan Presiden kepada orang2 kaya agar mau makan beras non VUTW itu disebarluaskan oleh para wartawan.

Menurut Affandi areal yang diserang wereng tercatat 55.000 ha di Jawa Tengah, 16.000 – 18.000 ha di Yogyakarta dan 2.200 ha di Jawa Barat. Sulawesi Selatan sementar itu hanya mencatat delapan ha saja.

Ia menegaskan, pemerintah mempunyai persediaan pestisida yang cukup untuk memberantas hama wereng itu. Pestisida yang diproduksi di dalam negeri harganya Ro. 4.000 – Rp. 9.000,- per liter.

Tikus dan Banjir

Affandi juga melaporkan kepada Kepala Negara bahwa disamping wereng, tikus dan banjir merupakan ancaman bagi produksi beras.

Tentang bahaya tikus, ia mengatakan pemerintah sudah bergerak sebelum tikus menyerang, yakni mulai Oktober yang lalu sebelum musim tanam tiba. Diakuinya bahwa tikus sebelumnya telah menggasak 24.000 ha padi di seluruh tanah air.

"Sekarang ini tinggal sisanya saja", katanya mengenai banjir, ia menyatakan kurang sependapat dengan istilah banjir "Genangan air itu sudah biasa sejak dulu", katanya.

Ia menyatakan ancaman genangan air itu sama sekali mengkhawatirkan dijelaskan dari4.500 ha sawah di Jabar yang digenangi air yang rusak temyata cuma 400 ha saja, dan dari 10.000 ha di sulawesi Selatan yang rusak cuma 572 ha saja, sementara di Aceh dimana dilaporkan 6.800 ha sawah tergenang air yang rusak tidak ada "Nol hektare" katanya.

"Awas jangan menulis istilah banjir", katanya lagi kepada para wartawan.

Kepada daerah2 yang digenangi air itu pemerintah telah memberikan bantuan bibit diantaranya 10 ton ke Jawa Barat dan 55 ton ke Riau dimana dilaporkan 2.300 ha sawah digenangi air.

Daerah yang diserang wereng juga telah dibantu pemerintah dengan bibit, diantaranya Jawa Tengah yang telah menerima 490 ton.

Belum Mengkhawatirkan

Sekalipun ada ancaman tikus genangan air danwereng, menurut Affandi, produksi pangan tahun 1979 ini belum dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Pemerintah bertekad untuk menyelamatkan produksi pangan tahun ini. Ia menyebut rencana penyemprotan pestisida dari udara diatas sawah seluas 30.000 ha yang tanaman padinya telah berusia 60 hari ke atas.

Untuk yang sudah berumur 60 hari keatas, pemerintah menyarankan agar para petani mengganti tanaman padinya dengan palawija.

Panen tahun ini, menurut Affandi tidak gagal melainkan hanya tertunda dua tiga bulan. Tentang ancaman wereng, ia menambahkan bahwa jika di suatu tanaman non VUTWnya 60 persen, maka daerah itu sangat peka bagi serangan wereng.

Ia juga menyebutkan dimakannya kodok sebagai "swike" di restoran2 di kota2 telah menjadi penyebab meluasnya wereng sebab kodok adalah pemakan wereng. Sementara itu dimakannya ular oleh manusia, dinilainya telah membantu pengembangbiakan tikus.

"Baiknya kita makan wereng saja pak" seorang wartawan nyeletuk.

"Ya, seperti di NTB kita makan sambal walang sangit yang mahal harganya itu," jawab Affandi sambil tersenyum. (DTS)

Jakarta, Antara

Sumber: ANTARA (27/01/1979)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 477-479.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.