PAK HARTO AKAN BERPIDATO DI PBB [1]
NewYork, Republika
Presiden Soeharto pada 23 Oktober mendatang akan menyampaikan pidato pada sidang khusus Majelis Umum (MU) PBB. Pidato ini untuk memperingati setengah abad usia badan dunia itu. Menurut informasi dari Bagian Protokol PBB di New York, Sabtu Presiden dijadwalkan berpidato pada petang hari, di hari kedua pertemuan khusus Majelis Umum itu. Presiden AS Bill Clinton menjadi pembicara pertama di hari pertama dan dilanjutkan kepala negara lainnya. Komite Persiapan Peringatan 50 Tahun PBB yang diketuai Dubes Australia Richard Butler, telah menyetujui rancangan resolusi mengenai prosedur pengaturan pembicara. Pengaturan itu, antara lain, setiap pembicara hanya diberikan kesempatan lima menit menyampaikan pidatonya. Ini mengingat banyaknya jumlah peserta. Namun, teks pidato selengkapnya akan diterbitkan dalam buku peringatan 50 tahun PBB. lsi pidato peserta, menurut peraturan itu, diharapkan menyoroti peran PBB dalam usianya 50 tahun, serta memberikan masukan bagi perbaikan PBB bagi keamanan, perdamaian, dan kemakmuran umat manusia pada masa kini dan mendatang.
Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali awal Februari Jalu secara resmi mencanangkan peringatan HUT PBB yang puncaknya diselenggarakan di Markas Besar PBB New York, 24 Oktober 1995. Ketika berkunjung ke Jakarta, Boutros Ghali meminta kesediaan Presiden Soeharto untuk menyampaikan pidato di HUT PBB itu.
Menurut Wakil Gubernur Lemhanas, Juwono Sudarsono, PBB mengundang Presiden Soeharto, selain selaku Ketua Gerakan Non Blok, juga karena Presiden dianggap sebagai kepala negara yang berhasil membangun bangsanya. Pada sisi lain, Juwono juga melihat undangan itu sebagai upaya PBB untuk menjawab tekanan anggotanya yang menghendaki diterapkannya konsep kemitraan dan kerjasama. Alasannya, belakangan ini PBB dituding sebagai lembaga yang lebih berpihak pada kepentingan negara-negara maju.
“Saat ini kredibilitas PBB berada di titik yang paling rendah,” kata Juwono kepada Republika tadi malam. ini menurutnya, akibat dominannya Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis dalam mempengaruhi keputusan-keputusan PBB. Dalam kasus Irak Kuwait, misalnya, AS telah melakukan tindakan sebelum Dewan Keamanan (DK) PBB mengambil keputusan. Begitu juga dalam kasus Bosnia- Herzegovina, PBB tak melakukan tindakan konkret, karena negara-negara besar itu tak mempunyai keuntungan ekonomis.
Pengamat politik dari UGM Yahya Muhaimin sependapat dengan Juwono, AS, menurutnya, banyak mempengaruhi keputusan PBB karena negara itu penyandang dana terbesar PBB. “Tak heran, kebijakan PBB sering berpihak kepada kepentingan AS,” kata Yahya tadi malam di Yogyakarta. Yahya mengajukan usul dibentuknya konsorsiurn untuk mendanai DK PBB, sehingga kenetralan lembaga ini lebih dapat dijamin. Yahya Muhaimin menyebutkan, restrukturisasi DK PBB harus dilakukan pada 50 tahun PBB ini. Restrukturisasi itu, menurutnya, bisa saja dengan menambah jumlah anggota tetap DK PBB, misalnya memasukkan Jepang yang mempunyai kemampuan ekonomi. Begitu juga negara anggota GNB yang rnempunyai banyak anggota dari negara berkembang. ant/tar/wid
Sumber: REPUBLIKA (21/08/1995)
____________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 255-256.