PAK HARTO BERNOSTALGIA DI MASJID “TAQWA” WONOGIRI

PAK HARTO BERNOSTALGIA DI MASJID “TAQWA” WONOGIRI

 

 

Jakarta, Pelita

Di tengah kesibukan yang tiada henti memimpin negara, rakyat dan bangsa serta keluarga, ternyata Presiden Soeharto tidak melupakan kenangan teramat manis yang melintas dalam hidupnya. Kenangan khusus yang manis itu diungkapkan Pak Harto ketika menghadiri peresmian pumapugar Masjid “Taqwa” di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Selasa (3/3).

Dalam kunjungan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak Minggu, Presiden yang didampingi Ibu Tien Soeharto dengan sengaja singgah ke Masjid “Taqwa”. Masjid agung yang terletak di pusat kota Wonogiri itu dibangun pada zaman sebelum kemerdekaan RI, yaitu pada tanggal 27 September 1927 oleh Pemerintah Kerajaan Mangkunegaran.

Masjid yang dibangun dengan biaya 1.000 Gulden tersebut merupakan saksi sejarah dari sisi kehidupan keagamaan Pak Harto. Selain sebagai ternpat shalat sehariĀ­hari, masjid itu menjadi tempat Presiden mendalami agama Islam pada masa mudanya.

Dengan muka cerah dan senyum khasnya, di depan pejabat dan umat Islam Wonogiri, Pak Harto menceritakan masa remajanya berkaitan erat dengan tempat ibadah umat Islam itu.

Diceritakan pada tahun sekitar 1935 hingga 1937, pemuda Soeharto bersekolah di HIS Muhammadiyah di kota itu. Setiap hari dia berboncengan sepeda bersama dengan adiknya untuk pergi dan pulang sekolah. Karena adiknya bersekolah di tempat lain, maka Pak Harto selalu menjemput adiknya untuk pulang ke Selogiri.

Nah, untuk mencapai sekolah adiknya di Sukorejo, Pak Harto harus melalui Masjid “Taqwa”. Kesempatan itulah dimanfaatkan untuk menuna ikan sholat dhuhur. “Sambil menunggu adik saya, tempo-tempo sambil ngantuk-ngantuk di dalam masjid,” katanya kemarin ketika memberikan sambutan tanpa teks di masjid itu.

Sekitar 1,5 tahun masa-masa itu terus dilalui. Dan Masjid “Taqwa” menjadi tempat menempa iman dan pendidikan agam Islam bagi Pak Harto.

 

Terus Terang

“Bagi Bu Harto (Ny. Tien Soeharto-red), barangkali juga demikian .Karena pada waktu itu, ayah Bu Harto menjadi Wedono Wonogiri,”kata Presiden lagi. Pada waktu itu Kantor Kawedanan berada di sisi masjid tersebut.

Menurut Pak Harto, pada waktu itu Ny. Tien menjadi teman dari teman sekelas adiknya, “Tapi terus terang pada waktu itu saya belum kenai sama sekali,” katanya yang disambut tawa pejabat, undangan dan umat Islam setempat.

Perkenalan justru terjadi ketikazaman perjuangan pada tahun 1947. Mengenai hal itu, menurut Pak Harto pertemuannya dengan Ibu Tien kemungkinan sudah ditentukan oleh Tuhan. Karena Tuhan sudah menentukan kehidupan manusia, baik ketika lahir, meninggal maupun perjodohannya.

“Alhamdulillah, sampai sekarang dengan restu saudara-saudara sekalian, bias memberikan pengabdian kepada negara dan bangsa,” kata Presiden yang sudah menunaikan ibadah haji itu.

 

Pesan-pesan

Mengenai selesainya pemugaran masjid itu, Presiden berpesan agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Masjid bukan semata-mata untuk menunaikan sembah yang, tapi juga untuk membina umat Islam.

Tapi hal itu, kata Pak Harto semuanya tergantung kepada umat Islam sendiri. Walaupun masjid bisa dibangun dengan megah, tapi jika kaum muslimin tidak bisa menggunakannya dengan baik, maka tidak akan ada artinya.

Untuk itu, Kepala Negara mengajak umat Islam untuk tidak melihat megahnya bangunan masjid, tapi yang lebih penting adalah menggunakannya agar masjid tersebut bisa berfungsi memenuhi harapan.

Masjid, kata Pak Harto, bukan hanya sebagai tempat pembinaan bagi kaum pria dan wanita, tapi juga anak-anak sejak remaja. Karena itu gerakan remaja masjid dan perpustakaan bisa dikembangkan di masjid itu. Apalagi masjid “Taqwa” dibangun dengan dua lantai, yang bagian atas bisa dimanfaatkan untuk menjalankan ibadah shalat dan di bagian bawah untuk kegiatan perpustakaan atau kegiatan kemasyarakatan.

Presiden juga menilai, dengan diresmikannya purnapugar Masjid Taqwa, hal itu membuktikan bahwa pembangunan di Indonesia tidak hanya menitikberatkan pada bidang ekonorni, tapi juga non ekonomi di laksanakan secara bersamaan.

Dengan pembangunan tempat ibadah itu, ingin dicapai tujuan menciptakan manusia Indonesia seutuhnya. Selain itu agar kehidupan di dunia dijadikan pengumpulan bekal beramal untuk bekal kehidupan di akherat yang lebih langgeng.

Masjid “Taqwa” memiliki tanah seluas 3.600 m2 dan luas bangunan 1.020 m2 dengan dua lantai yang bangunannya dilengkapi menara. Masjid itu dipugar sejak tahun 1991 dan menghabiskan biaya Rp 805 juta.

Bangunan utama masjid itu terdiri dari tiga atap yang melambangkan ajaran iman, Islam dan ikhsan, atau purwo (alam kandungan), madyo (alam dunia) dan wasono (alam akherat). Hal itu mengingat manusia yang senantiasa tidak lepas denganAllah SWT.

 

 

Sumber : PELITA (04/03/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 94-96.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.