PAK HARTO DALAM KONDISI FIT LAHIR BATIN[1]
Jakarta, Pelita
Para dokter ahli jiwa Indonesia menilai Presiden Soeharto kendati kini berusia 70 tahun lebih, tapi masih sangat fit lahir dan batin.
Ketua Bidang Organisasi Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia (IDAll) dr Husain Andez mengemukakan itu kepada wartawan di Istana Merdeka, Selasa (1/12). Sementara itu, Menko Polkam Sudomo di tempat sama kemarin juga menyatakan Presiden Soeharto kondisinya sangat sehat.
Penilaian itu dikemukakan Husain dan Sudomo atas pertanyaan wartawan mengenai dipersingkatnya kunjungan Presiden Soeharto di Paris, pekan lalu. Surat kabar The Strait Times menulis dipersingkatnya kunjungan itu karena Presiden Soeharto merasa letih.
Mengenai dipersingkatnya kunjungan Presiden di Paris, kemarin memang ditanyakan, kepada Pak Harto. Dalam penjelasannya kepada wartawan, Sudomo mengatakan, pada waktu-waktu itu kegiatan Presiden di Paris untuk bertemu Presiden Francois Mitterrand sudah selesai, dan diambil keputusan untuk segera kembali ke Tanah Air. “Kita lihat sendiri, Pak Harto kan sehat-sehat saja,” kata Sudomo.
Para dokter ahli jiwa yang dipimpin Ketua Umumnya, dr H Dadang Hawari mengatakan, faktor umur tidak selalu harus dikhawatirkan. Banyak orang yang umumya sama-sama 70 tahun mungkin ia mempunyai kondisi jauh lebih fit bila dibandingkan orang yang berusia 50 tahun tapi tidak terpelihara keseimbangan hidupnya.
“Seperti Bapak Presiden Soeharto sekalipun sudah berusia 70 tahun lebih, menurut pengamatan kita para dokter jiwa, Pak Harto dalam keadaan fit lahir batin,” kata Husain. Dikemukakan, pada dasarnya, tidak ada orang yang kebal terhadap gangguan jiwa, termasuk dokter jiwa. Selama ini masyarakat tidak menyadari kehidupannya itu selalu memerlukan keseimbangan. Orang yang tidak terpelihara keseimbangannya akan pendek umur dan orang yang panjang umumya yang terpelihara keseimbangan lahir batin. Presiden dalam hal ini memberikan petunjuk agar dalam program kerjanya, IDAJI juga melibatkan masyarakat.
Bertambah
Ditanya mengenal kecenderungan orang yang terganggu penyakit jiwa di Indonesia, Dadang Hawari menyatakan berdasarkan pengamatan orang yang mengalarni stres di Indonesia meningkat dari waktu ke waktu. Tapi hal itu bukan berarti orang yang sakit jiwa bertambah , penambahan orang sakit jiwa berhubungan dengan penambahan jumlah penduduk.
Untuk kasus gangguan jiwa berat, kata Dadang, seperti psikotis persentasenya stabil, tapi untuk gangguan jiwa nonpsikotis terutama di kota besar ada kecenderungan meningkat. Hal itu disebabkan stres dan psikososial di kota besar lebih berat bila dibandingkan daerah pedesaan.
Presiden juga menanyakan penyebab gangguan jiwa itu dan Dadang menjelaskan bahwa sebagian besar penyebabnya stressor psiko sosial. “Jadi permasalahan kehidupan sosial di masyarakat moderen dan berdasarkan penelitian, masalah pekerjaan, masalah ekonomi, sosial, perkawinan dan ini menjadi beban kejiwaan, karena tidak setiap orang akan mampu menanggung beban tersebut, ” katanya.
Jika tuntutan itu sedemikian beratnya dan yang bersangkutan tidak mampu mengatasi , dengan sendirinya terjadi ketidak seimbangan emosional yang akan mengganggu sistem organ tubuh. Dampak stres dalam kehidupan itu juga mempengaruhi fisik, misalnya jantung koroner maupun kanker. Di AS, ada enam penyakit pembunuh utama yang erat sekali hubungannya dengan stress, yakni penyakit jantung koroner, kanker, paru-paru, pengerasan hati, kecelakaan , dan bunuh diri.
Pengurus IDAJI kepada Presiden melaporkan kepengurusan baru periode 1992/ 96 dan program kerjanya sebagai basil kongres nasional II dl Yogyakarta, Juli lalu. Program itu meliputi pendidikan, penelitian, pelayanan dan bidang organisasi.Pengurus IDAJI ini juga melapor untuk menghadiri Kongres Federasi ASEAN untuk Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa pada Januari 1993 di Manila. IDAJI menduduki Jabatan Wakil Presiden Federasi ASEAN untuk organisasi itu.
Presiden, menyambut baik program kerja IDAJI dan memberikan gambaran bahwa pembangunan selama ini dan harapan untuk berpartasipasi dalam PJPT II. Kepala Negara juga menguraikan keberhasilan dan kestabilan sosial, politik, keamanan, termasuk regional ASEAN.
Ikatan dokter itu kini memiliki 350 orang anggota yang tersebar di 15 cabangnya dl Indonesia. Kepada pengurus IDAJI, Presiden juga menanyakan prevalensi penderita penyakit jiwa di Indonesia. Dari data yang diperoleh IDAJI sekitar 2,5 juta penduduk Indonesia yang memerlukan perhatian untuk gangguan kejiwaan yang berat.
Sedangkan penyalahgunaan narkotika, hingga sekarang stabil dan masih bisa dikendalikan dan persentasenya relatif kecil 0,05 permil dari seluruh populasi. Saat ini di Indonesia terdapat 34 rumah sakit jiwa, dan 17 milik swasta dengan total tempat tidur 7.649. Jumlah itu dinilai kurang bila dibandingkan dengan rasio penduduk Indonesia sebanyak 180 juta, sehingga perbandingannya tempat tidur untuk 20 ribu penduduk.
Dengan demikian di masa mendatang perlu diciptakan kehidupan seminimal mungkin menghindari stress dan meningkatkan kemampuan daya tahan untuk menghadapi stress. Upaya yang dilakukan IDAJI melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang kesehatan jiwa dan cara mengatasi stress dengan cara mengatur hidup lebih baik.
Berdasarkan pengalaman baru, stress di bidang industri juga berpengaruh. Di AS terdapat 44 persen karyawan mengalami stress dengan gaya hidup moderen mereka. Demikian pula di negara maju lainnya, angka kematian usia 40-an semakin banyak, karena stroke, sudden death (mati tiba-tiba-Red) karena jantung.
Hal ini disebabkan pola hidup industri negara maju yang sangat dipenuhi stress, demikian pula model kematian Jepang yang disebut karoshi (mati perlahan-lahan- Red) akibat beban pekerjaan yang terlalu banyak. Dengan demikian perlu adanya hidup yang seimbang. Menurut Dadang, kelompok umur yang manapun bisa terkena stress, termasuk semua strata tingkatan sosial ekonomi, tergantung apa penyebabnya.
“Jadi polanya harus diubah. Kita bekerja untuk hidup, artinya sebagian untuk kerja, sebagian lagi untuk menikmati hidup ini. Jadi ada pembagian waktu yang jelas dan merata, untuk keluarga, ibadah dan lain-lain. Jadi etos kerja tetap tinggi tapi dalam keseimbangan.” katanya. (be).
Sumber: PELITA (2/12/1992)
_______________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 670-672.