PANTAI KUTA YANG DIHARAPKAN LESTARI

PANTAI KUTA YANG DIHARAPKAN LESTARI[1]

 

Oleh Sutha Sastradhinata Denpasar, Antara

Pantai Kuta di Bali, yang baru-baru ini dicanangkan sebagai pantai lestari, terlihat semakin bersih dan terasa nyaman. Hampir semua wisatawan yang berkunjung ke Bali tidak akan melewatkan kesempatan untuk mampir ke obyek wisata Pantai Kuta.

Mereka ingin melihat pantai yang memiliki hamparan pasir putih dan deburan ombak yang berbuih, berjemur, sekedar duduk dan tidur-tiduran berjam-jam sambil membaca buku, atau ngobrol santai di bawah sinar matahari yang menyengat. Pencanangan Kuta sebagai pantai bersih dan bebas dari pencemaran dilakukan oleh Gubernur Bali Ida Bagus Oka, beberapa waktu lalu (10/11), ditandai dengan pemancangan “blue flag” atau bendera biru.

Acara tersebut disaksikan ratusan wisatawan asing dan para pakar lingungan dari beberapa negara yang sedang mengadakan konferensi tentang lingkungan di Bali.

“Menyongsong Dekade Kunjungan Wisata Indonesia untuk tahun 1993 yang bertema lingkungan hidup, Pemda Kabupaten Badung beserta seluruh lapisan masyarakat telah bertekad untuk mencanangkan Kuta sebagai pantai lestari,” kata Bupati Badung I Gusti Bagus Alit Putra.

Pencanangan tersebut dirnaksudkan untuk menjaga dan memelihara kelestarian Pantai Kuta sebagai aset pariwisata Bali dan Sapta Pesona.

Alit Putra mengatakan, pelaksanaan program Kuta sebagai pantai lestari (blue flag for the beach) telah dimulai sejak 10 Mei 1993, dengan penghijauan berupa penanaman pohon kelapa dan ketapang di sepanjang pantai, bertepatan dengan dimulainya gerakan nasional penanaman sejuta pohon yang dicanangkan Presiden Soeharto. Pencanangan Pantai Kuta sebagai pantai lestari, dimaksudkan untuk menanamkan kecintaan dan kepedulian terhadap alam umumnya dan pantai khususnya.

Untuk mendukung langkah tersebut, Pemda Kabupaten Badung telah membangun beberapa fasilitas penunjang kepariwisataan melalui dana APBD, berupa dua unit pub­licshower dan ruang ganti pakaian, taman bunga sepanjang satu kilometer serta 18 buah shelter di sekitar pantai.

Pemda juga telah menertibkan dan membongkar paksa beberapa bangunan tanpa izin serta bangunan kumuh yang keberadaannya dinilai sangat mengganggu keasrian pantai.

“Kami tidak segan-segan untuk mencabut izin hotel, dan mengusulkan penurunan bintang atau melati serta mengajukan ke meja hijau bila terdapat bukti kuat adanya ulah pemilik hotel maupun restoran yang mengakibatkan tercemarnya pantai dan lingkungan di Kuta,” tegas Alit  Putra.

Masih Lestari

Menurut Kepala Kanwil Deparpostel Bali Prof. Dr. Mardani Rata, sebagai pantai peruntukan pariwisata dan rekreasi (renang, selam dan surving), Pantai Kuta telah memenuhi persyaratan yang ditentukan secara nasional.

Pakar lingkungan itu mengatakan, hasil penelitian pendahuluan tentang Pantai Kuta memberi kesimpulan bahwa kualitas lingkungan, baik ditinjau dari kualitas fisik pantai, perairan dan keragaman biota airnya, menunjukkan bahwa Pantai Kuta masih lestari. Mardani yang juga Ketua Pusat Studi Lingkungan Universitas Udayana itu mengharapkan pengelolaan pantai lainnya di Bali mengacu pada pola pengelolaan Pantai Kuta.

“Pencanangan Pantai Kuta sebagai pantai lestari dengan ditandai pemancangan bendera biru, memang perlu karena kclestarian pantai kemungkinan dapat berubah jika terjadi perubahan musim,” katanya.

Sementara itu, Gubernur Oka mengingatkan agar komponen pariwisata terutarna para pemilik hotel dan restoran di sekitar obyek wisata Pantai Kuta turut menjaga kelestarian pantai, dengan tidak membuang limbahnya ke laut. Pencanangan tersebut, katanya, jangan semata-mata dijadikan untuk tujuan promosi pariwisata, tetapi lebih dari itu, harus ditumbuhkan sikap memiliki sehingga muncul rasa cinta kepada alam yang makin besar.

Ia juga mengingatkan agar para pengusaha hotel dan restoran tidak mengklaim pantai sebagai milik hotel, sehingga masyarakat yang lewat di tempat itu dilarang oleh petugas keamanan hotel.

“Jangan lagi ada hotel yang mengklaim pantai menjadi miliknya, karena pantai adalah milik negara,” kata Oka mengulang isu lama, terutama menyangkut klaim pantai yang dilakukan oleh beberapa hotel berbintang lima di Bali.

Tri Hita Karana

Pakar arkeologi, Prof. Dr. Ida Bagus Rata, mengatakan, sebelum  istilah· “lingkungan hidup” diangkat ke permukaan oleh para ahli dan pemerhati di muka bumi, orang Bali telah menyelaraskan segala gerak dan tata kehidupannya dengan lingkungan kehidupannya.

Itu antara lain dapat dilihat dalam Undang-undang No. 4/1982 tentang Pokok­ pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk lainnya.”

Dengan demikian berarti segala benda, zat organis dan manusia yang hidup dalamsatu alam lingkungan, memiliki hubungan timbal balik dengan sesama manusia dan lingkungannya, yang pada gilirannya membentuk satu sistem ekologi yang disebut ekosistem, katanya.

Masyarakat Bali sepenuhnya percaya bahwa alam dengan segala isinya adalah ciptaan Tuhan, sehingga mereka merasa wajib memeliharanya dan bersyukur kepada­ Nya. Kendati waktu itu belum tabu benar proses kimiawi kehidupan turnbuhan, temak atau makhluk hidup lainnya, namun orang Bali mengeti bahwa itu semua penting bagi manusia.

“Ketika manusia sedang menghitung-hitung hubungannya dengan lingkungannya, orang Bali telah menggelamya dalam perilaku keseharian yang dituangkan dalam lontar, yang dalam kekinian dikaji dan baru disadari betapa besamya penghargaan yang telah diberikan leluhur mereka terhadap lingkungan,” kata Rata.

Hubungan harmonis masyarakat Bali diwujudkan dengan konsepsi Tri Hita Karana, yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan manusia lainnya dan lingkungannya. Filsafat tentang tiga penyebab kebahagiaan itu oleh masyarakat Bali diterjemahkan ke berbagai tatanan kehidupan. Atas dasar itu, Pusat lnformasi dan Pengelolaan Lingkungan Indonesia (LSM­ PIPLI) menjadikan Bali sebagai pulau pecinta lingkungan. (U.DPS-SSID PS-004/SP04/13/11!93 12:03/RU3)

Sumber:ANTARA(13/11/1993)

__________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 372-375.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.