Pidato-kenegaraan Pd.Presiden
PARTAI SPJ DJANGAN PERUNTJING IDEOLOGI
Letakkan Perdjuangan dan Gerakan Atas Dasar Program [1]
Djakarta, kompas
“Dalam rangka menjongsong hari Proklamasi Kemerdekaan, Idjinkanlah kami melalui Forum ini berbitjara langsung kepada rakjat dengan tidak melepaskan tanggung-djawab kami sesuai dengan ketentuan2 konstitusionil”,
demikian Pd Presiden RI Djenderal Soeharto memulai tradisi barunja jang sederhana didepan sidang pembukaan tahun persidangan 1967-1968 DPRGR
Menurut ketentutan, pada tiap pembukaan tahun persidangan baru DPR, Presiden/Kepala Negara harus memberikan kata pengantar atas nota keuangan dan rantjangan anggaran belandja tahun dinas jang akan datang.
Djangan Persoalkan Majorita atau Minorita Dibidang Agama
Pidato Kenegaraan Pd Presiden Djenderal Soeharto, jang diutjapkannja pada tanggal 16 Agustus mulai djam 10.00 pagi itu berlangsung kurang lebih selama tiga setengah djam dan mentjakup kebidjaksanaan2 Pemerintah dibidang: pembinaan tertib politik, ekonomi, sosial, hukum, hankam, penertiban aparatur Pemerintahan beserta persoalan2 jang membelitnja.
Landasan & Tudjuan Orba
SETELAH mengemukakan landasan Orde Baru, jakni Pantjasila dan pentjerminannja, jaitu UUD 45, Pd Presiden mengetengahkan lagi tudjuan orba: mempertahankan, memurnikan wudjud dan pelaksanaan Pantjasila serta UUD 45.
Dengan demikian Orde Baru tidak lain adalah tatanan seluruh peri kehidupan rakjat, bangsa dan negara, jang diletakkan kembali pada pelaksanaan kemurnian Pantjasila dan UUD 45. Sedangkan tugas Kabinet Ampera, jg pada pokoknja mewudjudkan stabilisasi politik dan ekonomi, tidak lain adalah pelaksanaan pembinaan Orde Baru dalam berbagai lapangan kehidupan.
Demokrasi
Dalam membahas tertib politik, Djenderal Soeharto menandaskan, bahwa demokrasi jang kita djalankan adalah demokrasi Pantjasila, yang norma2 pokoknja telah diatur dalam UUD 45.
Karena demokrasi Pantjasila berarti kedaulatan rakjat, jang didjiwai dan diintegrasikan dengan sila2 lainnja, maka penggunaan hak2 demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggungdjawab kepada Tuhan Jang Maha Esa, menurut kejakinan agamanja masing2, haruslah mendjundjung tinggi nilai kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat manusia, haruslah mendjamin dan memperkokoh persatuan bangsa dan harus dimanfaatkan untuk mewudjudkan keadilan sosial.
Djangan Peruntjing Ideologi
Ketika mengetengahkan soal partai, Pd Presiden menekankan, bahwa masalah ideologi tidak berguna untuk diperuntjing dan tidak banjak manfaatnja bagi pertumbuhan bangsa untuk dipertentangkan satu sama lain.
Sebab kita semua telah menentukan Pantjasila sebagai pandangan hidup kita sebagai ideologi setiap partai politik dan organisasi lainnja.
Pengelompokan partai dalam konpertimentasi physik ala masa Orde Lama harus segera ditinggalkan. Sebab watak konpertimentasi sematjam itu akan mengakibatkan timbulnja peruntjingan ideologi jang mendjadi pertentangan dan tjuriga-mentjurigai.
Apabila dewasa ini masih ada pengelompokan atau penggolongan dalam golongan Nasionalis, golongan Agama dan golongan Sosialis Pantjasila di lembaga-lembaga perwakilan, hendaknja itu sekedar untuk mengefektipkan dan menjederhanakan tata-tertib musjawarah untuk memperoleh mufakat, bukan untuk menondjolkan kelompoknja dan ideologi politiknja karena diantara kelompok2 ini (kelompok2 dalam keluarga besar Orde-Baru) memang tidak ada perbedaan ideologi, hanja ada perbedaan dalam penitikberataan program perdjoangannja program untuk mengisi kemerdekaan, program untuk mengamalkan Pantjasila dan undang-undang Dasar 1945.
Kehidupan Demokrasi Pantjasila untuk tingkat dewasa ini, sungguh sudah waktunja untuk meletakkan perdjuangan dan gerakannja atas dasar program.
Melalui forum ini saja adjak seluruh Partai, Ormas2 dan Golongan Karya untuk berlomba menjusun program masing2, program pembangunan disegala bidang untuk ditawarkan, dimusjawarahkan dalam lembaga-lembaga konstitusionil, sehingga akan terdapat satu konsensus dalam merumuskan dan menjusun program, untuk kemudian kita laksanakan bersama.
Mengenai gagasan pembentukan partai baru, jang bermaksud menghimpun, menjalurkan dan menggabungkan semua organisasi Islam, Pd Presiden menjatakan, bahwa usaha itu patut dihargai dan dapat dibenarkan.
Pemilu Supaja Dipersiapkan Wadjar
Masalah pemilu mendapat sorotan chusus djuga dalam pidato kenegaraan ini Djenderal Soeharto mengemukakan pertimbangan Pemerintah, agar supaja penjelenggaraan Pemilu memberikan djangka waktu jang wadjar untuk melakukan persiapan2 jang diperlukan, setelah undang2nja dapat dikeluarkan.
Rentjana UU Pemilu ini sekarang sedang dibahas DPRGR bersama Pemerintah dan telah terlambat enam bulan lebih dari waktu jg telah ditentukan.
Dalam Agama Djangan Persoalkan Majoritas, Minoritas
Masalah agama tidak lupa pula memperoleh pembahasan. Dikatakan a.l. agar supaja masalah agama jang timbul dinilai dan diselesaikan berdasarkan kematangan berfIkir, kematangan ber-Pantjasila dan kematangan beragama sendiri.
Djangan sampai timbul kesan, bahwa djustru dalam suasana Orde Baru, dalam semangat memurnikan pelaksanaan Pantjasila dan UUD 45, dalam suasana kebebasan jang bertanggung-djawab masalah agama mendjadi bahan perbedaan pendapat.
Dengan tegas Pd Presiden mengatakan, bahwa diseluruh wilajah tanah air kebebasan untuk mendjalankan ibadah menurut kejakinan masing2 didjamin.
Dan sesuai dengan kebulatan tekad kita menerima Pantjasila sesuai dengan kebulatan pengertian kita tentang sila Ketuhanan Jang Maha Esa, maka kita tidak perlu mempersoalkan majoritas atau minoritas dalam bidang agama.
ABRI
Mengenai ABRI, ditekankan oleh Djenderal Sorharto, bahwa walaupun peranan ABRI besar, akan tetapi dalam suasana Orde Baru ini ABRI tidak pernah menginginkan peningkatan berlakunja dan digunakannja hukum2 militer jang mengesampingkan begitu sadja hak2 azasi dan hak2 demokrasi rakjat.
ABRI djustru menghendaki dan berdjuang bersama-sama rakjat untuk menegakkan hidup berkonstitusi serta hukum positif jang ada.
Karena bersumpah pradjurit dan bersaptamarga, maka tidak akan ada dan tidak mungkinlah ABRI mendjalankan diktatur militer.
Karena sumpah pradjurit dan saptamarga menegakkan tekadnja untuk membela Pantjasila dan UUD 45.
Politik Luar Negeri
Dalam membahas politik luar negeri jang tetap bebas-aktif berlandasan djiwa Pantjasila, mengabdi kepentingan nasional, integratif dan realistis, Pd Presiden setjara chusus mengemukakan soal hubungan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia, dengan RR Tjina, dengan PB dan mengenai soal kerdjasama regional.
Mengenai hubungan Indonesia dengan Malaysia dan Singapura, dikatakannja bahwa hubungan dengan kedua negara tetangga itu praktis telah pulih kembali, sekalipun hubungan diplomatik formil masih memerlukan dipenuhinja beberapa sjarat tehnis, jg dewasa ini. (DTS)
Sumber: KOMPAS (18/08/1967)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 580-584.