PEJABAT PEMERINTAH DIINGATKAN AGAR PERCEPAT LAYANAN PADA MASYARAKAT
Jakarta, Merdeka
Pejabat pemerintah yang bertanggungjawab di bidang pelayanan, diingatkan oleh Presiden Soeharto agar terus menyederhanakan, memberi kemudahan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat.
“Tidak ada alasan bagi aparat pemerintah untuk menunda-nunda pelayanan, kalua memang itu bisa dilakukan,” kata Kepala Negara seperti dikutip Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Sarwono Kusumaatmadja selesai diterima di Kediaman Jalan Cendana, Jakarta, Rabu.
Kepada Presiden pada kesempatan itu dilaporkan hasil pengamatan Kantor Menpan mengenai pelayanan masyarakat, yang pada dasamya bisa lebih dipercepat waktunya. Seperti Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan lainnya.
Dikatakan, sebetulnya pemerintah mempunyai orientasi agar pelayanan kepada masyarakat disederhanakan. Di samping itu hal-hal yang tidak perlu mulai dihilangkan dari segala macam pengaturan.
“Tapi sekarang ada kecenderungan bahwa pekerjaan-pekerjaan ke arah pelayanan ini tidak secepat yang seharusnya. Oleh karena itu Presiden mengingatkan supaya tugas-tugas untuk mempermudah pelayanan ini lebih dipercepat,” kata Sarwono lagi.
Soal mudah dan cepatnya pelayanan ini, menurut Menpan, ada hubungannya dengan fakta bahwa bangsa sedang menghadapi saingan yang ketat dari bangsabangsa lain di bidang ekonomi. Salah satu cara untuk lebih bersaing dengan mereka adalah mempercepat pekerjaan, karena salah satu unsur kompetisi yang paling tinggi di dalam dunia modern adalah unsur kecepatan.
Sebagai contoh, Sarwono menunjuk pernyataan Menteri Dalam Negeri Rudini maupun Menmud Perindustrian Tunky Ariwibowo bahwa IMB untuk suatu pabrik di kawasan industri bisa dipercepat wak:tunya dari yang sekarang bisa dilakukan.”Nah ini yang sedang diperbarui oleh pemerintah, sehingga kalau ketentuan baru muncul, IMB bagi pabrik di kawasan industri itu akan dipersingkat setelah diproses selama tujuh hari, tidak seperti sekarang proses itu memakan waktu antara 40 hingga 50 hari,” tuturnya.
Abdi Masyarakat
Menurut Menpan, Indonesia harus melakukan ini karena di negara-negara Asean lainnya untuk mengurus IMB pabrik di kawasan industri hanya memakan waktu antara 24 jam hingga tiga hari.
“Jadi kalau kita ngotot mempertahankan cara-cara kerja yang ketinggalan jaman ini, yah kita kalah bersaing,” tegas Sarwono.
Dikatakan, Indonesia juga sudah mempunyai perjanjian dengan negara Asean lainnya untuk menjadikan kawasan ini sebagai suatufree tradezone dalam waktu 15 tahun secara bertahap.
“Jadi kalau kita sudah punyafree trade zone di Asean dan kita tetap kalah cepat dengan negara-negara Asean lainnya mungkin yang terjadi produk mereka banjir ke sini, karena lebih kompetitif Sedangkan kita sendiri tidak dapat mempengaruhi pasar mereka,” ujar Sarwono.
Ketika ditanya apa kendala dari lambatnya pelayanan yang dilakukan oleh aparat itu, Sarwono mengatakan, aparat pemerintah itu adalah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
“Jadi abdi masyarakatnya ini yang masih kurang. Padahal sebagai abdi negara saja tidak cukup,” kata Sarwono.
Menyinggung adanya libur pada hari Sabtu di kantor-kantor pemerintah, Menpan menyatakan, berkeberatan dengan istilah libur hari itu. Tapi tidak berkeberatan kalau pimpinan instansi masing-masing mengatur supaya pada hari Sabtu itu jenis pekerjaan yang ada di kantor dikurangi, sehingga sebagian besar karyawan tidak perlu masuk. “Nah sebagian karyawan yang tidak masuk pada hari Sabtu itu harus bekerja pada hari lainnya, misalnya, ditambah jamnya setelah selesai sholat Jumat hingga sore atau jam kerjanya dibagi rata selama lima hari,” katanya.
Karena bila mendengarkan istilah hari Sabtu libur, harus memperbarui Keppres dan kesannya kepada masyarakat seolah-olah pegawai negeri ingin lebih rileks padahal pekerjaan masih banyak.
Di samping itu, dan menurut standar negara-negara berkembang 37,5 jam kerja selama seminggu itu masih kurang. “Jadi kita tetap bertahan bekerja 37,5 perminggu dari Senin hingga Sabtu, hanya pada hari Sabtu beban kerjanya dikurangi ,” katanya.
Sumber : MERDEKA (04/04/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 104-105.