PELAKU PEMBANGUNAN AGAR WUJUDKAN KEADILAN SOSIAL[1]
Manado, Kompas
Presiden Soeharto menegaskan tekad bahwa arah pembangunan menuju keadilan sosial hendaknya dipegang teguh melalui upaya memelihara kesetiakawanan sosial. Untuk itu semua pelaku pembangunan diminta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebab pembangunan memang mengutamakan kemakmuran masyarakat, bukan orang per orang.
Penegasan Kepala Negara itu dikemukakan ketika meresmikan puncak Pekan Penghijauan Nasional (PPN)-32 yang diintegrasikan dengan pelaksanaan hari kesetiakawanan sosial nasioual (HKSN) 1992 di puncak Bukit Bungohulawa, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Sulawesi Utara, Kamis (24/ 12) siang.
Pada hari yang sama sebelumnya, di Gubernuran Bumi Beringin, Kepala Negara yang didampingi Gubemur Sulut CJ Rantung meresmikan lima pabrik agroindustri dan dua prasarana infrastruktur bemilai Rp 360 milyar. Proyek-proyek yang diresmikan itu, adalah pabrik gula dan perkebunan tebu milik PT Naga Manis, Kelompok Usaha Barito Pasific Timber sekitar Rp.300 milyar, dan pabrik pengalengan ikan Bitung milik PT Multi Pure Food, Kelompok Usaha Sinar Mas Rp.17 milyar. Pabrik tepung tapioka Bitung Rp. 20 milyar, dua pabrik sabut kelapa, pabrik rokok kretek KIR (koperasi industri rokok) Mandala, dermaga feri Bitung, serta ruas jalan Isimu sepanjang 28 km, dan Monumen Trikora Mandala Sakti dilokasi Pulau Lembeh Bitung.
Di monumen Trikora Mandala Sakti, Kepala Negara membubuhkan goresan tangan yang bertuliskan, “Melalui Trikora Wilayah Nusantara Utuh dan Sentosa”. Monumen tersebut seperti dilaporkan Gubernur CJ Rantung, dipersembahkah oleh pemerintah masyarakat kepada pejuang-pejuang Trikora yang membebaskan Irian Barat dari cengkeraman penjajahan.
Mengenai monumen bersejarah itu, Kepala Negara mengatakan,
“Pembangunannya dimaksud untuk mengabadikan makna yang dikandung sejarah perjuangan bangsa pejuang, agar kita tidak sampai kehilangan semangat dalam perjuangan pembangunan yang panjang dan penuh rintangan.”
Wujud Nyatakan
Menegaskan tentang arah pembangunan nasional, Kepala Negara mengatakan, tanpa kesetiakawanan sosial nasional yang tinggi tidak mustahil arah pembangunan akan berubah di kemudian hari.
“Karena bangsa kita di masa lalu telah membuktikan kesetiakawanan yang tinggi sehingga berakarlah tradisi perlawanan terhadap berbagai upaya dari bangsa lain yang ingin menguasai wilayah Indonesia,” kata Presiden Soeharto yang datang ke Sulut bersama Ny. Tien Soeharto, Panglima ABRI Try Sutrisno, serta enam menteri kabinet pembangunan V, sejumlah duta besar, setelah sehari sebelumnya mengunjungi lokasi bencana alam Flores.
Rasa kesetiakawanan sosial, menurut Kepala Negara,jangan cuma diwujudkan melalui upacara nasional setiap tanggal 20 Desember. Lebih dari itu hendaknya mewarnai pola kebijaksanaan serta pelaksanaan pembangunan, dan di seluruh lapangan kehidupan bermasyarakat. Apalagi menghadapi musibah bencana alam nasional Flores Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Sebagai wujud nyata HKSN-32 ini, marilah kita turut membantu meringankan beban saudara-saudara kita di sana,” kata Presiden.
Dipilihnya Kabupaten Gorontalo sebagai lokasi pusat pelaksanaan HKSN ke-32, menurut Kepala Negara, karena di kawasan tersebut telah terjadi erosi besar besaran selang 20 tehun terakhir. Indikasinya antara lain, kawasan Danau Limboto menjadi semakin kritis, karena pendangkalan dan penyempitan. Dari menurut catatan Kompas, danau Lamboto 20 tahun terakhir ini mengalami penyempitan lebih dari 30.040 hektar, serta airnya mendangkal dari sekitar 20 meter menjadi sekitar 3 meter.
“Kita memiliki sumber daya alam penting, bahkan kekayaan hutan tropis yang dianggap sebagai paru-paru dunia. Menjadi tanggungjawab kita untuk memenuhi harapan umat manusia lewat upaya menjaganya dengan hati-hati. Ini penting agar kita tetap bisa memperoleh keuntungan dari pengelolaan hutan, sekaligus menjamin kelestarian bahan baku maupun lingkungan hidup,”ujar Kepala Negara sembari mengimbau para pengelola hutan, dan industri yang terkait dengan kehutanan, pertambangan dan lembaga atau pihak-pihak lain agar selama memanfaatkan sumber daya alam hutan, juga melestarikannya.
Hal ini penting, kata Presiden, sebab dalam PJPT II, sumber daya hutan menjadi sangat strategis untuk dikembangkan menjadi obyek wisata untuk menghasilkan devisa negara.
Pada acara itu juga Gubemur CJ Rantung atas nama rakyat Sulawesi Utara menyerahkan bantuan sebanyak Rp 250 juta untuk korban bencana alam Flores yang diterima oleh Menteri Sosial Haryati Soebadio.
Sumber: KOMPAS (26/12/1992)
______________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 483-484.