Sidang Kabinet Hari Selasa
PEMBELIAN LST & KAPAL2 TANGKI SEPENGETAHUAN PEMERINTAH [1]
Djakarta, Kompas
MASALAH pembelian LST dan pembelian kapal2 tangki oleh Pertamina serta soal kebidjaksanaan Anggaran Berimbang Pemerintah, jang disorot oleh “setengah kalangan pers” (istilah Menpen – Red), didjelaskan masalahnja oleh Pemerintah dalam suatu keterangan pers hari Selasa, guna menempatkan persoalannja pada proporsi jang tepat.
Menteri Penerangan Boediardjo hari Selasa di Guest-House Istana setelah sidang Kabinet, menjatakan, bahwa issue2 mengenai hal itu, jang dilantjarkan oleh “setengah lingkungan pers” dianggap tidak objektif oleh Pemerintah. Agar rakjat dapat mengetahui, persoalan sebenarnja maka Pemerintah mengeluarkan keterangan sebagai berikut:
PEMBELIAN LST merupakan urgensi Angkatan Darat, terutama dihubungkan dengan keadaan dan kebutuhan pada achir tahun 1965. Walaupun demikian, manfaat LST itu tetap dapat dipertanggung-djawabkan hingga saat ini.
Pembelian LST dilakukan dengan kredit swasta asing, karena pada waktu itu tidak tersedia devisa jg. diperlukan.
Tidak benar LST itu adalah kapal2 rusak, karena telah mendapatkan sertifikat dari “Bureau Veritas”, sesuai dengan ketentuan2 pelajaran internasional.
Harga LST dari pembelian tempat asal memang lebih rendah dari harga jang harus dibajar kepada kontraktor, karena LST itu harus di-redesigned oleh kontraktor sesuai dengan persjaratan jang diminta AD, disamping LST itu harus mendapatkan sertifikat “baik berlajar” dari “Bureau Veritas”.
Baru Menerima Empat
Dalam realitasnja, Pemerintah menentukan hanja membeli lima buah LST. Tapi sampai kini AD hanja menerima empat LST, sedang sebuah lainnja ditolak AD, karena tidak memenuhi persjaratan.
Perlu ditambahkan, bahwa sebuah LST memang rusak dan ada jang kandas dalam pelajaran tugas diperairan Indonesia. Kerusakan terdjadi sesudah penjerahan oleh kontraktor disebabkan oleh kesalahan2 tehnis operationalnja, dan bukan oleh kondisi LSTnja.
Sesudah diperbaiki, keempat LST itu dapat berlajar kembali dan dewasa ini sedang didalam tugas melantjarkan perhubungan dan pengangkutan di Irian Barat.
Seluruh proses kontrak pembelian LST ini diketahui dan disetudjui dari semula oleh Pemerintah.
Dapat ditambahkan, bahwa pembelian LST adalah untuk menghadapi kesulitan2 pengangkutan antar pulau, baik untuk keperluan pengangkutan pasukan dalam rangka operasi keamanan maupun untuk melantjarkan pengangkutan orang dan bahan2 pokok rakjat. Dan dalam rangka jang lebih luas, LST dapat digunakan untuk pengangkutan transmigrasi.
KETIKA berdiri, PN Pertamina tidak mempunjai kapal tanker. Dewasa ini Pertamina mempunjai kl. 40 kapal tanker.
Karena dalam Peraturan Pemerintah no.27 tahun 1968 PN Pertamina diserahi tugas dan tanggung-djawab atas kelantjaran pengangkutan dan distribusi bahan bakar minjak dalam negeri, disamping tugas2 eksplorasi dan produksi, serta mengingat pula rentjana kenaikan produksi, maka PN Pertamina memerlukan tambahan 21 kapal.
Pembelian kontan atas sedjumlah besar kapal tanker tsb, djelas tidak terpikul oleh PN. Pertamina. Sebagai djalan keluar dari masalah ini, pembelian dilakukan atas dasar “sewa-beli” (charter-purchase) sebanjak 21 buah tanker antara PN. Pertamina dengan General Maritime Enterprises, dalam angsuran selama sepuluh tahun dan dengan bunga enam persen setahun.
Karena tjitjilan harga sedjumlah tanker diatas tidak mungkin dibebankan kepada kemampuan Anggaran Negara dewasa ini, dan untuk tidak membebani Bank Sentral dengan garansi jang diperlukan, maka PN Pertamina perlu mendjaminkan enam buah kapal tanker jang sekarang dimilikinja kepada “Inter Maritime Bank Genova” jang akan mendjamin pelaksanaan pembelian sedjumlah kapal tanker jang diperlukan tadi.
Diregistrasikan Liberia
Untuk keperluan djaminan itu, Pemerintah telah menjetudjui meregistrasi keenam kapal tanker PN Pertamina tsb, dari registrasi Indonesia ke-registrasi Liberia dengan tidak menjimpang dari ketentuan2 hukum jang berlaku. Terutama dengan mempematikan pertimbangan2 seperti: pemilikan keenam tanker itu tetap ditangan PN. Pertamina; tonase tsb tetap berada diperairan Indonesia, sehingga penggunaannja sebagai djaminan tetap membawa hasil jang positif bagi pembangunan armada nasional; penggunaan tanker2 itu sebagai djaminan meniadakan keperluan adanja garansi dati Bank Sentral; seluruh harga sewa beli tadi, setidak2nja sama besar dengan keperluan charter kapal2 tanker dari fihak lain selamna 10 tahun.
Selandjutnja Pemerintah mewadjibkan PN Pertamina setjara berangsur2 mendaftarkan kembali dalam registrasi Indonesia kapal2 tanker jang dipergunakan untuk pengangkutan dan distribusi dalam negeri sesuai dengan fungsi dan pembinaan armada niaga nasional jang sepatutnja terdaftar di Indonesia sendiri. Seluruh proses pembelian kapal tanker itu diketahui dan disetudjui Pemerintah. (DTS)
Sumber: KOMPAS (25/06/1969)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 323-325.