PEMERINTAH AGAR PERHATIKAN PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH

PEMERINTAH AGAR PERHATIKAN PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH[1]

 

Jakarta, ANTARA

Kalangan DPR berharap, penyelesaian kredit bermasalah mendapat perhatian sungguh-sungguh dari pemerintah, seperti penegasan Presiden Soeharto bahwa penyelesaian kredit bermasalab harus konstitusional, terpadu dan sesuai hukum.

“Fraksi Karya Pembangunan (FKP) mendukung sepenuhnya sikap pemerintah seperti itu,” kata Mohammad Rusdy Thahir, SH selaku jubir FKP dalam rapat paripurna DPR yang dipirnpin Wakil Ketua Dewan, Soetedjo di Jakarta, Senin.

Dalam rapat paripurna yang dihadiri wakil pemerintah Menteri Kehakiman, Oetojo Oesman,SH, itu fraksi-fraksi di DPR menyampaikan pemandangan umumnya terhadap RUU tentang Perseroan Terbatas (PT) yang diajukan pemerintah. FKP mencatat 11 masalah yang perlu mendapat perbaikan dalam RUU itu, antara Iain mencakup masalah sistematika, konsiderans, ketentuan umum dan pendirian PT. Perihal direksi dan komisaris PT, menurut fraksi itu sangat penting, karena menyangkut pengelolaan PT.seperti yang ditegaskan dalam ketentuan umum pasal l butir 3 yang menegaskan, organ perseroan adalah rapat umum pemegang saham, direksi dan kornisaris. Fraksi tersebut mengamati, praktek dunia usaha selama ini masih sering dijumpai pengangkatan direksi maupun komisaris yang hanya dimanfaatkan untuk tujuan manipulasi dengan penempatan orang yang tidak profesional dan tidak berfungsi. Ketidaktegasan fungsi, tugas dan kedudukan hukum direksi dan komisaris, menurut FKP, sering menimbulkan perbuatan hukum yang sulit diatasi dan dipertanggungjawabkan, seperti kasus-kasus kredit bermasalah. Padahal kredit bermasalah jelas merugikan perekonornian nasional, ujarnya. Karena itu, FKP berpendapat perlunya ketentuan pasal 94 RUU yang mengatur komisaris PT disorot lebih tajam. Fraksi ABRI melalui jubirnya, Drs. Taufiequrochman,SH berpendapat, RUU tentang PT. sebagai produk hukum baru sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun demikian, nilai-nilai filosofis yang berintikan rasa keadilan dan kebenaran, nilai sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku di masyarakat, dan nilai yuridis yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, harus tetap menjadi perhatian dan harus terkandung di dalarnnya, ujarnya.

FABRI mengingatkan, penyusunan UU tentang PT, yang merupakan salah satu hukum nasional bidang ekonomi, harus mampu mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dan mengantisipasi perkembangan dunia ekonomi dalam konteks pembangunan nasional. Dengan demikian, UU PT dapat berperan untuk mewujudkan ketertiban hukum, pengayoman dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ujarnya. FABRI juga berpendapat, penyusunan UU PT menunjukkan iktikad baik pemerintah untuk segera memperbarui hukum yang bersifat umum, mendasar dan menguasai hajat hidup orang banyak. FPDI melalui jubirnya, B.N. Marbun SHmenyarankan agar RUU PT betul-betul menjadi produk hukum, bukan sekedar produk politik. Mengingat luas dan kompleksnya materi RUU ini disarankan agar RUU dibahas dalam panitia khusus (pansus) yang besar, dan pembahasannya tidak dilakukan secara tergesa-gesa.

“Hal inibukan saja untuk menghindarkan pengalaman pahit waktu lalu, tapijuga karena RUU PT termasuk hal yang menentukan dalam kehidupan perekonomian bangsa di masa depan,” ujarnya.

Sementara itu FPP melalui jubirnya, H.Yudo Paripurno SH mengatakan, fraksinya menghendaki adanya UU tentang PT yang mandiri, Iengkap dan tuntas.

Dalam kaitan ini FPP menyampaikan sejumlah pertanyaan mulai dari konsiderans, perihal pend irian, komposisi pemilikan saham, anggaran dasar, ketentuan pendaftaran dan pengumuman hingga pasal tentang penambahan modal. Dengan ketentuan pasal 36 bahwa saham yang dikeluarkan harus terlebih dulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham, apakah pemerintah melihat relevansi asas pemerataan dalam ketentuan pasal ini, demikian FPP.

(U.Jkt-001/13:30/EUOS/    6/06/9414:08/RU4)

Sumber:  ANTARA(06/06/1994)

_________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 269-271

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.