PEMIKIR DAN PEMUKA AGAMA PERLU KEMBANGKAN PEMIKIRAN KREATIF

PEMIKIR DAN PEMUKA AGAMA PERLU KEMBANGKAN PEMIKIRAN KREATIF

 

 

Jakarta, Kompas

Para pemikir dan pemuka dari semua golongan agama perlu mengembangkan pemikiran yang kreatif, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dengan tetap setia kepada iman yang diyakini masing-masing.

Presiden Soeharto mengemukakan harapannya itu ketika membuka Sidang Raya XI Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) di Stadion 10 November, Surabaya, Senin.

“Tugas itu memang merupakan tugas baru. Tugas itu belum pernah kita alami dalam sejarah kita umumnya dan sejarah umat beragama di Indonesia khususnya. Tetapi tugas ini adalah tugas yang sangat mudah,” ujar Presiden.

Di hadapan umat Kristen yang memenuhi tribun lapangan sepak bola Tambaksari yang berkapasitas 40.000 orang. Kepala Negara mengemukakan masalah mendasar dalam pembangunan bangsa bukan hanya masalah politik, ekonomi, sosial, teknologi dan sebagainya. Yang tak kalah penting adaJah masalah etik dan moral.

Dalam memberi landasan moral dan etik itu pentin g sekali peranan agama. Karena itu, pemanfaatan kerangka landas pembangunan menuju tinggal landas memerlukan pula pemantapan kerangka landasan dalam kehidupan keagamaan.“Ini meminta perhatian kita yang sebesar-besarnya,” tegas Presiden Soeharto.

Diingatkannya, jika melihat sejarah bangsa-bangsa yang sedang membangun tidak jarang masalah keagamaan menjadi sumber bagi hambatan dan gangguan dalam proses tinggal landas pembangunan. Dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila bangsa Indonesia terhindar dari masalah yang berat dan rawan itu.

Sidang raya akan berlangsung sepekan sampai 31 Oktober perwakilan gereja­gereja Kristen Protestan se-Indonesia serta beberapa peninjau dari dalam dan luar negeri. Terlihat hadir pada upacara pembukaan kemarin Menko Ekuin Drs. Radius Prawiro, Menko Polkam Sudomo, Menko Kesra Soepardjo Rustam dan beberapa menteri Kabinet Pembangunan V

Upacara pembukaan yang berlangsung meriah dan khidmat itu, didahului lagu kebangsaan Indonesia Raya, Pengheningan cipta oleh Menteri Agama Haji Munawir Sjadzali, serta pembacaan firman Tuhan oleh pendeta dan laporan Ketua Umum PGI, Dr. Sularso Sopater.

 

Kerjasama Antar Umat

Menurut Presiden, di tahun-tahun yang akan datang kehidupan keagamaan serta kerukunan hidup antar umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa akan mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi.

Tingkat yang lebih tinggi itu ialah tanggung jawab bersama dari semua golongan beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk secara terus menerus dan bersama-sama meletakkan landasan moral etika dan spiritual bagi pembangunan sebagai pengamalan Pancasila seperti ditegaskan dalam GBHN 1988. Untuk itu di tahun-tahun mendatang perlu dikembangkan pemikiran yang kreatif.

Kepala Negara menilai dengan P-4 dan dengan Pancasila sebagai satu-satunya asas, kehidupan keagamaan terasa makin mendalam di tengah-tengah kehidupan bersarna masyarakat yang sangat majemuk ini. Telah dapat dibangun kerukunan hidup antar umat yang satu agamanya maupun yang berbeda-beda agamanya.

“Panggilan tugas kita selanjutnya adalah, meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama itu menjadi kerja sama antar umat beragama yang berlain-lainan menuju kerja sama yang saling menghormati dalam upaya besar membangun masyarakat Pancasila, yang mengayomi semua umat beragama, yang besar pengikutnya maupun yang kecil pengikutnya, secara adil,” katanya.

”Tema utama Sidang Raya ini yaitu” Roh Kudus Memberi kuasa Menjadi Saksi”, dengan subtema “Bersama-sama Menanggulangi Kemiskinan dalam rangka Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila menuju Tinggal Landas.

“Kemiskinan rohani tidak kalah mendatangkan penderitaan dari kemiskinan jasmani. Karena itu kedua-duanya harus kita tanggulangi,” tegas Presiden Soeharto.

Kepala Negara juga mengharapkan semoga seluruh persidangan PGI dalam pergumulannya mencapai sasaran utama, yaitu terwujudnya satu gereja yang esa di Tanah Air Indonesia, yang didambakan oleh umat Kristen sejak hampir 40 tahun lalu.

 

 

Sumber : KOMPAS (24/10/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 576-578.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.