PENAS KE-7: MENKOP JADI PROTOKOL
Ujungpandang, Antara
Menteri Koperasi/Kabulog Bustanil Arifin tiba-tiba berdiri menuju mikrofon saat protokol Penas Vll mengumumkan acara selanjutnya adalah pembacaan doa, setelah Menteri Pertanian meresmikan Penas Vll dengan menabuh gendang.
Banyak orang mengira Pak Bustanil akan memimpin doa. Ternyata, Menkop cepat menjelaskan bahwa sebelum doa, dia akan memimpin latihan menyambut kehadiran Bapak Presiden bersama Ibu Tien di arena Penas VII. Bustanil lalu memerintahkan Ketua dan Sekretaris KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan Nasional) Pak Oyon Sahyan dan Ny. Pertiwi untuk ‘bertindak’ selaku Pak Harto dan Ibu Tien.
Keduanya diharuskan mengangkat tangan sambil tersenyum, seperti senyum Pak Harto dan Ibu Tien saat memasuki arena Penas sampai naik ke panggung kehormatan. “Saya protokol,” kata Pak Bustanil, disambut suara gerrrr… hadirin yang jumlahnya lebih 4000 orang, lalu Menkop meneruskan.
“Bapak Presiden Soeharto bersama Ibu Tien memasuki arena Penas Vll hadirin dimohon berdiri”. Semua yang hadir termasuk Menteri Pertanian Wardoyo dan Menparpostel Soesilo Soedarman berdiri dan dengan patuh mengikuti latihan sampai dua kali,.
Seperangkat bahan-bahan pameran di antaranya beberapa pohon rambutan varitas unggul Lebak Bulus milik kontingen Propinsi Lampung yang mengikuti Penas VII Pertasikencana di Minasate’ne, Sulsel, ditahan oleh petugas Pelabuhan Tanjung Priok ketika rombongan itu akan naik kapal KM. Kambuna. Alasannya, tidak dilindungi surat-surat resmi.
Walaupun anggota kontingen Lampung jelaskan bahwa pohon itu akan dipamerkan di Penas VII di Sulsel yang akan dihadiri bapak Presiden, petugas pelabuhan tetap bersikeras menahan bahan pameran itu.
Angota kontingen Lampung tidak ingin bertengkar, lalu membiarkan pohon rambutannya itu tinggal di pelabuhan.
Syahrudin, nelayan dari Propinsi Lampung, ternyata orang Sulsel kelahiran Mario Riawa, Kabupaten Soppeng. Dia mengaku meninggalkan kampung halamannya 27 tahun lalu, dan Penas Vll mengantamya mudik ke tanah kelahirannya.
Diungkapkannya, bahwa 27 Juni 1961 ia mulai mengadu nasib menuju Jakarta dengan Kapal Ciwangi. Berbulan-bulan di Jawa belum ketemu pekerjaan yang cocok, lalu berlayar ke Riau kemudian bahkan ke Singapura. Lebih 17 bulan di Singapura,
kemudian dikembalikan ke Indonesia ketika terjadi konfrontasi dengan negeri itu. Syahrudin memilih Pulau Batam, dan akhirnya kembali ke Sumatera Selatan.
Orangnya hitam tinggi besar, mengaku dibakar sinar matahari saat mencangkul di sawab atau berada di laut lepas mencari ikan.
Sumber : ANTARA(11/07/1988)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 561-562.