Penegasan Moerdiono Di New York INDONESIA TAK INGIN MENERIMA KEMBALI BANTUAN BELANDA
New York, Suara pembaruan
Menteri Sekretaris Negara Moerdiono dengan tegas mengatakan Indonesia tidak punya keinginan untuk menerima kembali bantuan dari Pemerintah Belanda seperti yang diberikan lewat IGGI.
Penegasan tersebut dikemukakan Mensesneg kepada wartawan di New York Rabu petang (Kamis pagi WIB) untuk meluruskan salah tanggap, seolah-olah Indonesia ingin mendapat bantuan yang sudah disediakan BeIanda lewat IGGI (sudah bubar) untuk tahun fiskal 1992/1993.
Hari Jum’at, 18 September yang lalu Presiden Soeharto menerima kunjungan Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan BeIanda GMM Richson. Kepada Richson Kepala Negara RI memberi pandangan bahwa ada baiknya bantuan yang tadinya sudah disediakan bagi Pemerintah Indonesia dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah Belanda untuk dialihkan kepada negara-negara Selatan dan kerja sama Selatan Selatan.
Pandangan Presiden tersebut telah salah dimengerti oleh Richson, seolah-olah Indonesia menginginkan bantuan tersebut. Menurut beberapa orang Indonesia di Washington, tidak kurang dari 24 jam kemudian, Menteri Kerjasama Pembangunan BeIanda Jan Pronk yang berkunjung di Washington membuat pernyataan bahwa ini cara Indonesia untuk memperoleh bantuan kembali. Akibat salah dimengerti, di Belanda sekarang terdapat interpretasi bahwa pernyataan yang disampaikan Presiden Soeharto itu seolah-olah Indonesia sudah berubah pandangan.
Bulan Maret 1992, Indonesia telah memutuskan untuk tidak menerima lagi bantuan dari Pemerintah Belanda yang diberikan dalam rangkaian IGGI. Sekaligus Indonesia menyatakan IGGI bubar yang selama ini diketuai Belanda. Putusan tersebut diambil Pemerintah Indonesia setelah berulang kali pihak Belanda menggunakan bantuan tersebut sebagai alat mengintimidasi Indonesia dan mengaitkannya dengan apa yang disebut di Belanda sebagai pelangggaran hak-hak asasi di Indonesia.
Walaupun tidak dikatakan Moerdiono, pemikiran Presiden Soeharto yang disampaikan kepada Richson tersebut berkaitan dengan kedudukannya sebagai Ketua GNB yang terus berusaha untuk mencari upaya untuk membantu negara-negara miskin di Selatan. Seperti juga yang diminta Presiden Soeharto kepada Presiden Roh Tae Woo untuk berperan dalam kerja sama Selatan-Selatan.
Sehubungan dengan bulnya masalah tersebut, Presiden Soeharto menugaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dah Duta Besar RI di Den Haag untuk membuat bantahan untuk meluruskan salah pengertian pihak Belanda tersebut.
Sumber : SUARA PEMBARUAN (24/09/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 242-243.