PENGADAAN & PENYALURAN PELUMAS HARUS DI TANGAN PERTAMINA

PENGADAAN & PENYALURAN PELUMAS HARUS DI TANGAN PERTAMINA

INSTRUKSI PRESIDEN :

Presiden Soeharto menginstruksikan, pengadaan dan penyaluran minyak pelumas secara nasional, nantinya harus di tangan PN Pertamina. Begitu juga pengolahan minyak pelumas bekas menjadi minyak bakar (fuel oil) dan impor minyak pelumas.

Keputusan ini disampaikan dalam Sidang Kabinet terbatas bidang Ekuin di Bina Graha, Rabu siang kemarin, setelah mendengar laporan Menteri Pertambangan dan Energi Subroto.

Menpen H. Harmoko dan Menteri PAN Saleh Afiff selesai sidang menjelaskan kepada para wartawan, kapasitas nasional sebesar 200.000 ton setahun telah mampu mendukung kebutuhan dalam negeri.

Presiden, kata Harmoko, telah memberikan petunjuk-petunjuk agar untuk menjamin pemakaian mesin-mesin di dalam negeri, sisa-sisa minyak pelumas bekas, tidak boleh diolah perusahaan di luar Pertamina. Pertamina akan memproses, mengolah, membersihkan dan memproduksi minyak pelumas menjadi minyak bakar.

Ditegaskan, Pemerintah tidak akan mengeluarkan ijin pengadaan atau impor minyak pelumas kepada perusahaan mana pun.

Menjawab pertanyaan pers, Harmoko menjelaskan, kebijaksanaan nasibsejumlah perusahaan dan tenaga kerja yang selama ini melakukan bisnis minyak pelumas, sedang dirumuskan.

Lewat Koperasi

Kalau selama ini penyaluran solar diberikan kepada perorangan, Presiden minta agar nantinya dialihkan kepada koperasi-koperasi unit desa, sehingga nelayan dapat membeli solar dengan harga resmi.

Agar dipikirkan, koperasi-koperasi yang dibentuk para supir, misalnya, dapat dijadikan penyalur solar.

Perijinan dan Pungutan

Presiden juga memerintahkan disederhanakan sistem perijinan, sekaligus menghapuskan semua pungutan-pungutan yang bisa menghambat produksi dan kegiatan ekonomi, kata Harmoko.

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), Saleh Afiff menambahkan, sampai sekarang, masih terdapat berbagai perijinan, pelaporan dan pungutan yang berbelit-belit dan berlebihan sehingga mengganggu kegiatan produksi dan perekonomian.

Sebagai misal, usaha di bidang produksi karet, yang harus memperoleh 7 ijin dari 7 instansi, melaporkan perkembangan usaha kepada 15 instansi dan membayar 14 macam pajak.

Dalam perijinan, hambatan yang terasa sekali adalah pelayanan aparat, pula, kata Saleh Afiff. Untuk memperbarui ijin, harus diurus setiap 6 bulan sekali. Saat menjelang Repelita IV, sistem perijinan harus sudah disederhanakan.

Menteri PAN menyerukan kepada dunia usaha maupun masyarakat luas agar melaporkan kepadanya, jika hal-hal yang menyangkut perijinan dinilai menghambat usaha mereka.

"Jangan khawatir untuk melaporkannya. Kerahasiaan dijaga," Kata Men. PAN Saleh Afiff dengan laporan dari masyarakat, akan bisa dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap prosedur perijinan.

Sebagai contoh, Mendagri Supardjo Rustam dikatakan telah menolak mengesahkan 77 dari 100 Peraturan Daerah, karena dianggap berlebihan. Hal itu dinilai sebagai ikut melancarkan usaha kegiatan produksi dan ekonomi.

Pemerintah akan meninjau peraturan-peraturan daerah yang sudah diberlakukan, katanya. Tetapi dikaji, hal itu mungkin akan mempengaruhi pendapatan daerah. Belum dijelaskan, apakah pemerintah Pusat akan mengganti atau memberikan kompensasi berkurangnya pendapatan daerah itu.

Jangan Latah

Sidang juga mendengar laporan adanya petani yang banyak mengalihkan usahanya dengan bertanam jeruk, karena dengan adanya larangan impor buah-buahan.

Mendengar laporan ini, Presiden minta agar para petani jangan dibiarkan "latah", merubah tanaman sawahnya untuk ditanami jeruk, tetapi hendaknya diarahkan agar menyeimbangkan produksi pangan dengan produksi lainnya.

Kalau semua orang menanam jeruk, produksi pangan akan berkurang, kalau kena hama, harga akan jatuh. Akibatnya, yang dikejar tak dapat, yang dikandung, kececeran, kata Harmoko mengutip petunjuk Presiden.

Adanya berita, susu hasil para peternak terpaksa dibuang, karena tak tertampung oleh pabrik-pabrik pengolahan susu, Presiden menegaskan, hal ini harus segera diselesaikan secara tuntas.

Presiden mengingatkan, ijin pabrik pengolahan, harus dikaitkan dengan jaminan menampung susu produksi peternak dalam negeri.

Harus pula dikaitkan dengan sanksi-sanksi bagi pabrik yang tak memenuhi, sementara itu, tindakan harus pula terkoordinir secara baik.

"Harus diadakan pengawasan secara kontinyu terhadap pabrik-pabrik pengolaban susu ini," kata Presiden yang dikutip Menpen.

Pabrik-pabrik juga harus mau menampung basil para peternak susu pada hari libur, guna menjamin kelanjutan produksi susu dari pra peternak.

Gangguan Hutan

Menteri Kehutanan Sudjarwo melaporkan adanya gangguan keamanan kehutanan baik di Jawa, Jambi maupun Sumatra Selatan.

Dilaporkan di hutan ke tiga daerah itu, telah terjadi pencurian kayu secara besar-besaran, bahkan secara terkoordinir dengan menggunakan peralatan moderen. Akibatnya merugikan negara milyaran rupiah.

Presiden, dalam hubungan ini, memerintahkan diadakannya penjagaan secara ketat oleh para polisi kehutanan dengan bantuan satuan-satuan ABRI. Sehingga hutan dapat diselamatkan, termasuk kelestariannya.

Laju Inflasi Juli 0,78

Sidang juga mendengarkan laporan peredaran uang. Dilaporkan uang yang beredar sampai akhir Juni 1983, sebesar 7 trilyun 254 milyar rupiah, meningkat sedikit dari bulan sebelumnya yang besarnya 7 trilyun 174 milyar rupiah.

Komposisinya 48% uang kartal dan 52% uang giral, inflasi bulan Juli sebesar 0,78%, menjadikan selama tahun takwin 1983 (Januari-Juli) laju inflasi sebesar 9,7%. demikian Menpen Harmoko. (RA)

Jakarta, Berita Buana

Sumber : BERITA BUANA (1983)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 307-309.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.