PENGALIHAN STATUS TANAH PEMERINTAH HARUS LEWAT KEPPRES[1]
Jakarta, Antara
Pengalihan status tanah pemerintah mulai tahun anggaran 1994/95 hanya bisa dilakukan melalui keputusan presiden (Keppres) dan tidak lagi berdasarkan keputusan pejabat biasa.
“Keputusan ini di satu pihak seperti berlawanan dengan deregulasi namun dilakukan justru untuk mempersulit pengubahan status itu,” kata Menteri Negara PPN/ Ketua Bappenas Ginandjar Kartasasmita di Bina Graha, Kamis.
Setelah bersama Menko Ekku/Wasbang Saleh Afiff, Mensesneg Moerdiono serta Menkeu Mar’ie Muhammad melapor kepada Presiden Soeharto tentang persiapan Repelita VI, Ginandjar mengatakan pula dalam waktu dekat Keppres 29/84 tentang tata cara pelaksanaan APBN akan diperbaiki. Ginandjar menjelaskan, pengubahan status tanah negara hanya bisa dilakukan oleh Presiden antara lain karena makin mahalnya harga tanah. Harga tanah tidak akan pemah turun, katanya.
Ia menyebutkan, peraturan baru itu antara lain dikeluarkan dengan memperhatikan pengalaman selama ini. Biasanya pengalihan status tanah negara dilakukan setelah mendapat persetujuan menteri keuangan.
“Keputusan tentang pengalihan status tanah negara itu akan dikeluarkan Presiden setelah mendengarkan pertimbangan menteri keuangan,” katanya.
Pengubahan status tanah negara itujuga termasuk bila milik pemerintah itu akan digunakan bagi proyek BOT (Build, operate and transfer). Berdasarkan status ini, sebuah proyek akan dibangun oleh pengusaha yang kemudian mengoperasikan proyek itu selama jangka waktu tertentu yang kemudian akan diserahkan kepada pemerintah.
Tender
Ketika menjelaskan rencana perubahan Keppres 29/84 itu, Ginandjar mengatakan ,pergantian itu harus dilakukan karena ketentuan lama sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang begitu cepat.
Ia memberi contoh, peraturan lama menetapkan bahwa tender proyek pemerintah harus diikuti sedikitnya oleh sepuluh perusahaan.
“Namun ternyata tidak di semua daerah ketentuan itu bisa diterapkan. Nantinya bisa saja tender diikuti hanya oleh lima perusahaan,” katanya.
Iajuga menjelaskan, ketentuan lama yang mengatur pengambil keputusan tentang pemenang tender tidak memadai lagi. Ketentuan lama mengatur nilai proyek yang bisa diputuskan seorang dirjen, menteri, hingga menko.
“Nilai Rp3 miliar yang dahulu tentu tidak bisa disamakan dengan yang sekarang,” kata Ginandjar.
Keppres baru itu diharapkan keluar sebelum tanggal 21 Maret karena pada saat itu para pejabat yang berkaitan dengan pelaksanan tender akan bertemu. Sementara itu, Menko Ekku/Wasbang Saleh Afiff mengatakan, pengubahan Keppres 29/84 itu akan memperhatikan prinsip desentralisasi. Kepada Kepala Negara, juga dilaporkan saran serta pertirnbangan DPR tentang naskah Repelita VI yang disampaikan baru-baru ini.
“Saran serta pandangan DPR akan diperhatikan secara sungguh oleh pemerintah,” kata Saleh Afiff.(T.EU02/EU06 /10/03/9413:35/RU 1!15:20)
Sumber:ANTARA (10/03/1994)
__________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 559-560.