PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PERLU DISESUAIKAN DENGAN KEBUTUHAN PEMBANGUNAN

PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PERLU DISESUAIKAN DENGAN KEBUTUHAN PEMBANGUNAN

Teknologi Makanan Tradisional Berhasil Diuji

Waktu dan Generasi

Presiden Soeharto menandaskan, betapa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dapat menjawab tantangan pembangunan secara efektif dan efisien. Tetapi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut perlu diarahkan pada pembangunan kemampuan nasional yang diperlukan dalam pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas pembangunan, baik dalam jangka panjang maupun yang pendek.

"Dengan pemikiran ini maka saya menyambut gembira kegiatan-kegiatan Perhimpunan Kerjasama Ilmu Pengetahuan di Asia dalam rangka meningkatkan kerjasama dan bantu-membantu dalam memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan anggotanya".

Demikian Kepala Negara ketika membuka Konferensi Perhimpunan Kerjasama Ilmu Pengetahuan di Asia (Association for Science Cooperation in Asia = ASCA) ke-VIII di Hotel Danau Toba, Medan, Kamis kemarin. Hadir pula Menteri Luar negeri a.i. M. Panggabean, Menteri Perindustrian Ir.A.R. Soehoed, Menteri Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro, Menteri Negara Urusan Riset dan Teknologi Dr. Habibie dan Menmud Urusan Pangan Ir. Affandi serta Gubernur Sumatera Utara E.W.P. Tambunan.

Presiden menghargai terpilihnya bidang pangan sebagai bidang kerjasama ASCA di samping masalah-masalah lain yang mendesak seperti bidang energi. Menurut Kepala Negara, proyeksi pangan dan energi dunia pada umumnya dan negara-negara yang sedang membangun khususnya tidaklah begitu menggembirakan dalam dasawarsa mendatang.

"Karena itu dalam menangani bidang-bidang tersebut perlu ada kerja sama internasional yang lebih mendasar dan terpadu, yang lebih adil dan lebih serasi, baik antara negara-negara maju maupun antara negara-negara yang sedang berkembang".

Presiden juga menyambut gembira seminar teknis yang telah membahas berbagai aspek fermentasi daribeberapa bahan pangan tradisional dan prospek pengembangan industri di bidang tersebut secara nasional maupun regional di kawasan Asia dan Pasifik.

Menurut Kepala Negara, dalam hal ini Indonesia memang sangat berkepentingan, terutama karena negara ini secara tradisional telah lama berkecimpung dalam berbagai kegiatan di bidang produksi, pengolahan dan konsumsi bahan pangan yang terfermentasi (diragi) ini.

Perlu Hati-Hati

Meskipun demikian Presiden juga mengingatkan agar pendekatan dan pengembangan makanan terfermentasi tersebut perlu dilakukan secara hati-hati karena bagi beberapa daerah atau negara jenis makanan ini masih "asing". Khususnya yang banyak sangkut-pautnya dengan penerimaan dan kebiasaan masyarakat baik secara sosial maupun ekonomi, ataupun pengaruh lain dilihat dari segikesehatan maupun gizi.

Konferensi ASCA ke-VIll ini dihadiri 60 peserta dariberbagai negara di Asia dan Pasifik. Sebelum pembukaan kemarin, sejak tanggal 9 Februari diadakan seminar khusus mengenai bahan pangan tradisional yang diragi, sekaligus diadakan pameran mini bahan-bahan pangan tradisional yang telah diragi seperti natto, tauco, miso, kecap, tape ketan, tape singkong, brem, sayur asin, tuak, anggur mete, oncom dan tapai. Presiden secara cermat memperhatikan satu per satu bahan makanan yang diragi ini. Kegiatan ini akan berlangsung sampai tanggal 15 Februari.

Kata Presiden, dari berbagai macam makanan terfermentasi di Indonesia, beberapa di antaranya sangat menarik untuk diperhatikan. Walaupun secara ilmiah menyangkut taraf yang cukup tinggi serta kemampuannya untuk membah bahan yang rendah gizinya menjadi bentuk makanan bergizi, yang murah, aman, serta enak rasanya menurut selera setempat, namun teknologi yang digunakan sederhana. Pola perubahan tersebut perlu dikaji secara baik dalam rangka penyediaan pangan dan perbaikan gizi masyarakat.

Dalam rangka pengembangan industri di bidang makanan tenfermentasi, Kepala Negara menghimbau agar sedapat mungkin sifat ketradisionalan yang baik dari bahan terfermentasi itu supaya tetap dipertahankan.

"Teknologi dan jenis pangan bahan pangan tersebut ternyata telah berhasil diuji oleh waktu dan generasi," ujar Presiden.

Pada awal pidatonya Kepala Negara menekankan betapa pentingnya kerjasama antara bangsa dan kerjasama internasional guna menjawab tantangan pembangunan umat manusia. Secara sendiri-sendiri, bangsa-bangsa yang sedang membangun mungkin akan tetap lemah. Namun secara bersama-sama mereka akan merupakan kekuatan besar.

Yang Mendesak

Dari Hotel Danau Toba, Presiden dan rombongan bertempat di Gubernuran Sumatera Utara mendengarkan laporan pembangunan Propinsi Sumatera Utara oleh Gubernur E.W.P.Tambunan.

Gubernur Tambunan dalam kesempatan itu antara lain meminta perhatian Pemerintah atas beberapa masalah yang dinilainya cukup mendesak bagi Sumatera Utara saat ini.

Pertama, daya tampung pelabuhan Belawan saat ini tidak memadai lagi. Daya tampung normal 2,70 juta ton. Tahun lalu kelebihan daya tampung normal sebesar 2,40 juta ton. Dan pada tahun 1973 diperkirakan kelebihan menjadi 4,30 juta ton.

Menurut Tambunan, untuk mengatasi masalah ini perlu "crash program" tahun 1981/82 dan 1982/83 untuk penambahan beberapa fasilitas pelabuhan. Biaya seluruhnya diperkirakan sebesar Rp3,6 miliar. Atau jalan keluar yang lain adalah meningkatkan Pelabuhan Tanjung Balai dan Pelabuhan Kuala Tanjung. Tetapi meskipun demikian, menurut Gubernur, "crash program" tetap diperlukan.

Kebutuhan mendesak lain, ialah perlu adanya tambahan kapal ferry untuk melayani pantai barat Sumatera Utara dengan Sibolga, Nias dan pulau-pulaunya. Kapal "Perintis" yang ada sekarang tidak mencukupi lagi mengingat arus ekonomi dan pariwisata dari dan ke tempat-tempat ini terus meningkat.

Gubernur juga mengusulkan supaya pengangkutan sayur dari Medan ke Penang (Malaysia) supaya dilakukan dengan sistem container agar sayur tidak cepat rusak.

Masalah yang dihadapi sekarang ialah sayur dari Sumatera Utara ternyata kalah bersaing dengan sayur-sayur lainnya karena banyak yang rusak dalam pengiriman. (DTS)

Medan, Kompas

Sumber: KOMPAS (13/02/1981)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 547-549.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.