PENGHARGAAN KEPENDUDUKAN DARI PBB

PENGHARGAAN KEPENDUDUKAN DARI PBB

 

 

Jakarta, Suara Karya

DALAM pidato pada upacara pemberian penghargaan PBB mengenai kependudukan (Population Award) 1989, di markas PBB, Kamis lalu, Presiden Soeharto menggambarkan betapa kompleksnya masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia. Baik ditinjau dari laju pertumbuhan maupun tingkat kesehatan, pendidikan, kualitas manusia, dan penyebarannya yang tidak merata.

Oleh karena itu, Presiden menegaskan bahwa kunci pokok dalam perkembangan kependudukan terutama terletak pada sikap dan perilaku manusia yang menjadi penduduk Indonesia. Dalam kaitan itu, Presiden menegaskan pula betapa mutlaknya partisipasi rakyat dalam menanggulangi masalah kependudukan. “Dalam menangani masalah kependudukan, upaya seseorang biarpun seorang pimpinan pemerintahan yang populer dengan seluruh pemerintahannya tidak akan ada artinya tanpa partisipasi dari penduduk sendiri,” kata Presiden.

BETAPA besarnya partisipasi rakyat Indonesia untuk menanggulangi masalah kependudukan telah terbukti dari penghargaan PBB yang diterima Presiden. Baik untuk menanggulangi laju pertumbuhan penduduk melalui KB, maupun ketimpangan penyebaran penduduk melalui transmigrasi, dan menanggulangi kualitas sebagai manusia melalui pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

Dalam kaitan itulah patut digaris bawahi penegasan Presiden yang dalam pidatonya menyampaikan rasa hormat sangat dalam dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua lapisan, golongan, dan generasi bangsa yang menyebabkan PBB memberikan penghargaan. “Sesungguhnyalah anugerah dan kehormatan ini tertuju kepada mereka semua,” kata Presiden.

BAGI bangsa Indonesia yang sedang membangun, partisipasi dalam pembangunan memang kunci dari segala-segalanya. Dalam hal swasembada beras misalnya, Organisasi Pangan dan Pertanian Sedunia (FAO) telah pula memberi penghargaan yang diterima Presiden Soeharto pada tahun 1985. Dan, swasembada beras, betapapun baiknya rencana Pemerintah untuk meningkatkan produksi, namun swasembada tidak akan pernah tercapai bila rakyat tidak berpartisipasi.

Begitu pula mengenai kemajuan di bidang-bidang lain . Semua itu hanya bisa dicapai karena seluruh rakyat berpartisipasi.

Masalahnya sekarang, bagaimana mempertahankan dan lebih meningkatkan partisipasi itu. Sebab, dengan perkembangan cukup berat yang diperkirakan para ahli akan dihadapi Indonesia di masa-masa mendatang, di mana beban pelaksanaan pembangunan yang harus dipikul rakyat akan cukup berat pula, misalnya, melalui beban pajak langsung dan tidak langsung, maka tuntutan akan partisipasi rakyat akan makin meningkat.

AGAR rakyat dapat lebih meningkatkan kegairahan berpartisipasi, maka sejalan dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dengan pembangunan, barangkali sudah waktunya pula untuk lebih mengembangkan sikap “memanusiakan manusia”dengan wujud yang dirasakan rakyat lebih nyata di segala bidang.

Dengan lebih mengembangkan sikap itu rakyat akan benar-benar merasakan “ke bukit sama-sama mendaki, ke lurah sama-sama menurun, ringan sama-sama dijinjing, berat sama-sama dipikul, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi”. Dengan itu, partisipasi dengan sendirinya meningkat. (SA)

 

 

Sumber :SUARA KARYA (10/06/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 892.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.