PENGUSAHA INDONESIA PERLU MERUBAH SIKAP[1]
Denpasar, Antara
Perubahan sikap pihak pemerintah dan pengusaha Indonesia sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat di pasaran internasional. Karena, jika persaingan Indonesia jatuh di pasaran internasional, maka yang rugi bukan pengusaha saja, tetapi juga pemerintah khususnya dari segi penerirnaan devisa, kata Poppy Darsono dari Asosiasi Pengusaha Pakaian (AMI-Apparel Manufactur ing Indonesia) disela-sela penutupan konvensi ke-10 Federasi Pakaian Internasioal (IAF) di Nusa Dua, Bali, Rabu petang.
Dikatakannya, selain dapat mengurangi penerimaan devisa negara, jika pengusaha Indonesia kalah bersaing di pasaran internasional juga bisa menimbulkan masalah yang cukup serius di bidang ketenagakerjaan. Oleh karenanya, kata pengusaha garment yang hadir sebagai peserta pada konvensi IAF itu, pemerintah perlu memberikan kemudahan yang lebih luas terhadap kepentingan dunia usaha.
Sekarang ini, menurut dia, walaupun pemerintah telah menggulirkan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, namun dalam pelaksanaannya masih dirasakan berbelit belit, dapat menghambat perkembangan dan kepentingan dunia usaha di tanah air.
Poppy yang juga anggota Asosiasi Perancang Mode dan Pakaian Indonesia itu lebih jauh mengatakan, sekarang ini pengusaha Indonesia yang mampu bersaing di pasar perdagangan internasional masih terbatas pada pengusaha-pengusaha besar, sedangkan pengusaha berskala menengah dan kecil belum sanggup. Sementara itu, Asisten Menko Indag, Kosim Gandataruna selesai menutup kovensi IAF mengatakan, Indonesia memiliki daya saing yang cukup besar di pasar global. Namun demikian, katanya, disamping punya kekuatan, Indonesia juga mempunyai persoalan, terutama kompetisi dari negara-negara yang mulai berkembang seperti China, Vietnam dan India.
“Kita sebetulnya start-nya sudah lebih awal. Oleh karena itu, seharusnya Indo nesia bisa bersaing dengan negara-negara barn itu (China, Vietnam dan India).”
Ia juga mengakui, salah satu kendala industri tekstil Indonesia sekarang iniadalah masalah penyediaan bahan baku, khususnya kapas. Karena, Indonesia belum mampu memproduksi kapas sendiri, sehingga harus irnpor. Namun dilain pihak, bahan-bahan baku lain seperti polyster Indonesia cukup kuat, demikian Kosim yang mewakili Menko Indag, Hartarto menutup konvensi IAF yang dibuka Presiden Soeharto 14 Juni lalu di Bali International Convention Centre, Nusa Dua. (U-DPS-004/DPS-001/EU07/16/06/9412:04/RU2)
Sumber: ANTARA(16/06/1994)
________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 279-280.