PENGUSAHA TPT HARUS LAKUKAN MODERNISASI HADAPI PASCA MFA[1]
Jakarta, Antara
Para pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) harus melakukan modernisasi untuk menghadapi era pasca Perjanjian Multi Serat (MFA) karena mulai tahun 2005 persaingan semakin ketat.
Setelah melapor kepada Presiden Soeharto di lstana Merdeka, Kamis tentang penandatanganan Uruguay Round di Marrakesh Maroko baru-baru ini, Mendag Satro Budihardjo Joedono mengatakan kepada pers bahwa penghapusan MFA mengakibatkan hapusnya sistem kuota.
Selama ini, berdasarkan ketentuan MFA, ekspor TPT. sebuah negara diatur antara lain jenis kategori TPT. bersangkutan. MFA akan dihapus secara bertahap hingga tahun 2005. Ia mengatakan, penghapusan sistem kuota itu mengakibatkan para eksportir Indonesia harus menghadapi pesaing-pesaing seperti RR China, Pakistan, India, serta Bangladesh.
“Pemerintah akan membantu para pengusaha agar mereka sudah siap menghadapi era paska MFA,” kata Joedono yang menemui Presiden Soeharto bersama Menko Indag Hartarto.
Ia menyebutkan penghapusan MFA secara bertahap selama sepuluh tahun itu akan mencakup penghapusan kuota beberapa kategori TPT serta peningkatan kuota kategori-kategori lainnya. Dicontohkan, mulai tahun 1995, kuota untuk kategori tertentu ada yang dikurangi 16 persen. Namun di lain pihak ada kuota yang dinaikkan 16 persen.
Beberapa tahun kemudian untuk kategori itu, kuotanya diturunkan 17 persen yang diirnbangi peningkatan kuota untuk kategori lainnya sebanyak 25 persen.
Impor Beras
Ketika menjelaskan laporannya kepada Kepala Negara ten tang impor beras, Mendag Joedono mengatakan pada dasarnya Indonesia memang harus membeli beras luar negeri karena Uruguay Round menetapkan bahwa setiap negara harus bersedia membuka pasarnya. Namun, Indonesia mendapat konsesi karena jika impor beras itu terlalu besar maka petani akan mengalami kerugian. Karena itu, Indonesia diizinkan mengimpor beras hanya bila harga beras luar negeri itu lebih murah dibanding harga beras dalam negeri.
Selain harga berasnya lebih murah maka terhadap beras impor itu akan dikenakan bea masuk (BM) 90 persen. Kewajiban Indonesia adalah mengimpor 70.000 ton/tahun. Khusus mengenai impor hasil industri/ manufaktur, Joedono mengatakan berdasarkan ketentuan Uruguay Round maka Indonesia tidak perlu menurunkan bea masuknya. Sekarang ada beberapa BM yang hanya 13 persen dan batas maksimum BM itu adalah 40 persen.
Ia mengatakan, sekalipun Uruguay Round mengakibatkan terbukanya pasar dalam negeri terhadap produk impor, para pengusaha dalam negeri masih akan mendapat perlindungan yang besar dari pemerintah.
(T.EU02/EU08/28 /04/94 14:44/ru2
Sumber: ANTARA(28/04/1994)
_____________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 250-252.