PERANAN KAUM BURUH SANGAT PENTING DALAM PEMBANGUNAN

PERANAN KAUM BURUH SANGAT PENTING DALAM PEMBANGUNAN

Presiden Soeharto menegaskan dalam zaman pembangunan besar-besaran sekarang ini peranan kaum buruh teramat penting.

Penegasan Kepala Negara itu disampaikan dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Menteri Nakertrans Prof. Harun Zain pada peringatan HUT FBSI ke VIII di Gedung Granada, Jakarta, Jumat malam.

Menurut Presiden, dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang diperlukan modal yang tidak sedikit. Namun hanya modal saja belum dapat berbuat apa-apa, kata Presiden.

Mesin-mesin pabrik harus dijalankan, kekayaan alam harus diolah, peralatan harus dipasang dan banyak kegiatan lainnya sebelum kita menyaksikan sesuatu hasil karya, kata Kepala Negara.

Dikemukakan, semua itu dilakukan oleh tangan2 kaum buruh dan karenanya kaum buruh adalah kekuatan produksi dan juga kekuatan pembangunan.

Dalam pembangunan bangsa yang berdasarkan Pancasila, kata Kepala Negara, kaum buruh sama sekali tidak boleh dianggap hanya sebagai alat produksi.

Kaum buruh ada lah pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan, demikian dijelaskan, karena itu pihak pernsahaan dan pemilik modal harus memperlakukan tinggi dalam kehidupan yang berdasarkan Pancasila.

Saling Isi

Presiden mengemukakan, watak kegotongroyongan dan asas kekeluargaan yang mendasari kehidupan bangsa kitajuga harus tercermin secara jelas dalam kegiatan produksi, khususnya dalam hubungan antara buruh dan majikan, antara buruh dan perusahaan, antara buruh dan pemilik modal.

Dengan semangat gotong royong dan kekeluargaan yang kita kembangkan dalam proses produksi itu, menurut Presiden, maka kaum buruh dan perusahaan akan merupakan dua kekuatan yang saling bantu dan isi mengisi dalam menaikkan produksi, bukan berbalik menjadi kekuatan yang saling berhadap-hadapan.

Rasa persatuan, kegotongroyongan dan kekeluargaan antara kekuatan2 produksi itu lebih2 harus dikembangkan, sebab dalam tahap-tahap pembangunan selanjutnya kita akan menghadapi tugas-tugas besar untuk menaikkan produksi dan memperluas industri, demikian Presiden Soeharto.

Hadir pada acara tersebut selain para buruh dan pengurus FBSI juga pejabat­ pejabat pemerintah di antaranya Dirjen Binalindung Oetoyo Usman, Ketua DPRD DKI Jakarta H. Darmo Bandoro, Wagub DKI Jakarta Sardjono Soeprapto dan Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo.

"Kambing Putih"

Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo dalam sambutannya berpendapat, dari pada kita mencari ”kambing hitam” lebih baik mencari ”kambing putihnya”, yaitu suatu yang bisa memberi pertolongan terhadap suatu masalah.

Menyalahkan adalah pekerjaan yang paling mudah, tetapi yang sulit adalah cara menyelesaikan masalah tersebut, kata Gubernur.

Ketika menyinggung mengenai kesirnpulan dari hasil peninjauan yang dilakukan ke perusahaan2 guna mengetahui sejauh mana upah minimum dilaksanakan oleh perusahaan, Gubernur menilai, administrasi yang dikerjakan oleh perusahaan­perusahaan banyak yang masih kacau.

Dalam hubungan ini ia mengharapkan kepada organisasi buruh tersebut dalam lokakarya nanti hendaknya terutama dibahas masalah keseragaman administrasi dari perusahaan-perusahaan.

Kemajuan dan Hambatan

Ketua Umum FBSI Agus Sudono pada kesempatan tersebut dengan panjang lebar menjelaskan mengenai kemajuan dan hambatan-hambatan yang dialarni oleh organisasi tersebut.

Banyak kemajuan yang dicapai oleh FBSI namun kemajuan itu belum sebagaimana yang diharapkan, kata Agus Sudono.

Menurut Agus Sudono, sampai saat ini organisasi yang dipimpinnya itu telah menyelesaikan 8.882 kasus perburuhan. Sedangkan hambatan-hambatan yang dialami antara lain masih adanya sementara perusahaan yang menghalang-halangi dibentuknya basis-basis FBSI, katanya.

Pengusaha jangan menghalang-halangi berdirinya basis-basis FBSI. Siapapun yang menghalangi berdirinya basis FBSI pada abad ke-20 ini sama halnya menghalangi terbitnya matahari pada esok pagi, demikian Agus Sudono. (DTS)

Jakarta, Antara

Sumber: ANTARA (21/02/1981)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 350-352.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.