PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW DI ISTANA DI PUNCAK KEBERHASILANNYA NABI TETAP DALAM HIDUP SEDERHANANYA
Presiden Soeharto Kamis malam menyerukan agar kita meneladani kehidupan dan perjuangan Nabi Besar Muhammad SAW yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingan kaum muslimin saja, melainkan juga untuk kepentingan ummat2 lain, kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Memberikan amanat pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Istana Negara, Presiden menegaskan kehidupan Muhammad SAW sesungguhnya merupakan sumber ilham bagi kita, yang harus menjawab berbagai tantangan dan tuntutan perkembangan umat manusia.
Presiden mengajak bertanya pada diri sendiri, sudah seberapa jauh kita telah berusaha untuk melaksanakan ketauladanan Nabi Besar kita itu bagi kehidupan kita sehari-hari.
Setelah mengungkapkanketeguhan Muhammad SAW dalam berjuang, Presiden mengatakan, Muhammad SAW dalam puncak keberhasilannya tidak tergoda untuk melepaskan kesederhanaan hidup.
Selaku Rasul Tuhan yang harus mendakwahkan ajaran2 agama, beliau tidak hanya mementingkan aspek2 moral dan kerohanian melainkan juga mementingkan aspek2 sosial dan kemasyarakatan, kata Presiden.
Peringatan Maulid Nabi di Istana Negara itu dihadiri Ny. Tien Soeharto, Wakil Presiden H. Adam Malik beserta nyonya, Ketua2 Lembaga Tinggi Negara, sejumlah Menteri, para Duta Besar negara2 sahabat, dan pejabat tinggi pemerintah lainnya.
Juga tampak tokoh Proklamator Kemerdekaan Dr. Moh. Hatta beserta nyonya. Istana Negara yang pada tiang2nya dihiasi berbagai ayat suci Al-Quran dengan kaligrafi indah itu dipenuhi kaum muslimin dan muslimat ibukota.
Sebelum amanat Presiden, terlebih dahulu Menteri Agama H. Alamsjah menyampaikan pidato sambutannya. Sedang hikmah Maulid disampaikan oleh Prof. H. Osman Ratiby.
Dua pembaca Al-Quran tampil dalam upacara yang syahdu itu, yakni Saril Sumia dan Maria Ulfah, masing2 mahasiswa PTIQ dan IIQ Jakarta.
Keluarga Ilahi
Mengupas lebih jauh risalah Muhammad SAW, Presiden Soeharto mengatakan, Kedatangan Muhammad SAW adalah untuk menumbuhkan hubungan dan suasana hidup kebersamaan manusia yang didasari rasa kasih sayang. Sejalan dengan penegasan Allah swtbahwa risalah Muhammad SAW bersifat ”rahmatan lil ‘alamin”, Nabi sendiri mengajarkan bahwa ummat manusia pada hakekatnya merupakan "suatu keluarga Ilahi", kata Presiden.
Bertitik tolak dari prinsip tsb. Presiden menegaskan perlunya kita menghayati kesadaran kita sebagai satu keluarga.
"Kesadaran bahwa kita pada hakekatnya adalah satu keluarga perlu dihayati, lebih2 bagi kita yang hidup sebagai satu bangsa dalam satu negara yang mengandung berbagai kemajemukan", kata Presiden.
Para pendahulu kita, para pemimpin pergerakan kemerdekaan, dengan sadar telah mengungkapkan bahwa cita kekeluargaan itulah yang harus menyemangati kehidupan bangsa kita, menyemangati sikap hidup kita masing2, baik dalam bermasyarakat maupun dalam bernegara. Memang, cita kekeluargaan itulah yang menjiwai dan mewarnai kebudayaan bangsa kita, kata Presiden lagi.
Kepala Negara mengingatkan, cita kekeluargaan menuntut kita untuk mengembangkan sikap lebih mementingkan kesejahteraan bersama daripada kesenangan sendiri, lebih mendahulukan penunaian kewajiban sosial daripada penuntutan hak pribadi, dan lebih mengutamakan memadu pendapat dengan musyawarah dan mufakat daripada mengadu pendapat atas dasar sikap merasa benar sendiri dan ingin menang sendiri.
Cita kekeluargaan juga menuntut kita untuk menumbuhkan semangat dan suasana kerukunan dan keutuhan, sikap tepa seliro, tenggang rasa dan kesetiakawanan diantara sesama bangsa dan warga negara, tambah Presiden.
Presiden menyatakan sengaja mengemukakan hal2 tsb diatas, sebab menurut Presiden cita kekeluargaan itupun harus kita resapi dan hayati bersama dalam mengembangkan kehidupan agama di Indonesia.
Pancasila & P-4
Sehubungan dengan kerukunan hidup bersama itu Presiden menunjuk Pancasila sebagai landasan kita untuk membinanya. Pancasilalah yang menjadi kerangka budaya kita bersama sehingga peningkatan usaha2 memasyarakatkan ajaran2 agama dapat terjamin keleluasaannya, sepanjang tidak dilakukan dengan cara2 yang dapat menimbulkan keresahan dan kecemasan golongan agama yang lain, yang pada gilirannya akan memperlemah kesatuan dankeutuhan bangsa.
Dalam hubungan ini, tambah Presiden, sungguh terasa betapa pentingnya usaha yang sekarang kita lakukan, untuk memasyarakatkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. (P-4).
Membangun
Menteri Agama H.Alamsjah dalam pidatonya al. menegaskan, tujuan peringatan Maulid ini ialah agar kita dapat menghayati kembali kehidupan Rasulullah, sekaligus mengambil semangat Maulid.
Maka adalah kewajiban kita sebagai ummat Muhammad SAW untuk membangun diri, keluarga, masyarakat dan negara sebagai yang dicontohkan dalam kehidupan Rasulullah.
Menteri menegaskan pentingnya peranan agama dalam membangun masyarakat yang sejahtera lahir batin. Pembangunan kita menuju cita2 terciptanya
"masyarakat Pancasila yang Agamis" atau "masyarakat Agamis yang Pancasilais", katanya.
Ditegaskannya lagi, untuk kesinambungan pembangunan nasional diperlukan mantapnya kehidupan umat beragama, terutama mantapnya trilogi kerukunan.
Menteri menghimbau ummat beragama terutama ummat Islam untuk menjadi pemeluk agama yang baik sekaligus menjadi Pancasilais yang mantap.
Makin Dipahami
Menyampaikan hikmah Maulid Nabi, Prof. H. Osman Ratiby mengatakan, Islam yang semula disalah-pahami oleh Dunia Barat, kini telah semakin dipahami bahkan semakin disukai. Dengan sendirinya di sana Muhammad sebagai Nabi dan Rasul semakin dikenal dan menonjol pula.
Diungkapkannya, harian "International Herald Tribune" di Paris terbitan tgl. 23-24 Desember 1978 secara ber-turut2 mengumumkan 100 nama dari orang2 yang paling berpengaruh di dunia. Sebagai nomor pertama, suratkabar tsb. meletakkan nama Muhammad SAW, kata Osman Ratiby.
Mengupas missi Nabi Muhammad SAW, Osman Ratiby membentangkan kerusakan dunia ketika itu yang meliputi 6 bidang kehidupan manusia di seluruh dunia, dan bagaimana ajaran Muhammad mengatasinya. Yaitu, bidang2 keimanan kepada Allah, martabat manusia, kehidupan mental, kehidupan material, kehidupan keluarga, dan kehidupan masyarakat.
Mengakhiri pidatonya, Osman Ratiby menilai bahwa pembangunan yang kita laksanakan sekarang lebih kurang adalah sama dengan yang dilakukan Rasulullah dalam sasarannya, walau berlainan dalam formulanya. (DTS)
…
Jakarta, Pelita
Sumber: PELITA (10/02/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 380-382.