PERBEDAAN AGAMA, KETURUNAN DAN SUKU TAK BOLEH DIPERTENTANGKAN

PERBEDAAN AGAMA, KETURUNAN DAN SUKU TAK BOLEH DIPERTENTANGKAN[1]

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto mengingatkan, perbedaan agama, suku dan keturunan hendaknya tidak dibesar-besarkan dan tidak boleh menimbulkan pertentangan. Semangat dan sikap golongan yang sempit harus dihilangkan. Peringatan itu disampaikan Kepala Negara pada acara pelantikan 60 anggota Majelis Pembimbing Nasional (Mabinas) dan 46 pengurus Kwartir Nasional Gerakan Pramuka periode 1993-1998 di Istana Negara, Jakarta, Senin.

Presiden Soeharto yang juga  Ketua Mabinas Pramuka, pada acara itu menganugerahkan tanda penghargaan Lencana Tunas Kencana kepada almarhum Letjen (Pum) Soepardjo Roestam. Pada kesempatan itu dibacakan ikrar, masing-masing oleh Ketua Majelis Pembimbing Nasional Harian (Mabinari) Gerakan Pramuka Azwar Anas dan Ketua Kwartir Nasional (Kwamas) Gerakan Pramuka Letjen (Pum) Himawan Soetanto. Selain Wakil Presiden Try Sutrisno yang juga Wakil Ketua Mabinas Pramuka, hadir Ibu Tien Soeharto, Ny. Tuti Try Sutrisno (Wakil Ketua Mabinari Gerakan Pramuka) dan para Menteri Kabinet Pembangunan VI sebagai anggota Mabinas.

Presiden dalam amanatnya minta agar ditanarnkan dan ditumbuhkan kesadaran ke-Indonesiaan kepada segenap Pramuka sebagai salah satu wahana penggodokan kader bangsa. Karena itu semangat dan sikap golongan yang sempir harus hilangkan. Diingatkannya, hendaknya disadari bahwa kelahiran Gerakan Pramuka justru dimaksudkan antara lain untuk menghilangkan sikap golongan yang sempit. Perbedaan agama, suku dan keturunan hendaknya tidak dibesar-besarkan. Perbedaan­ perbedaan itu tidak boleh menimbulkan pertentangan. Karena itu semangat kebersamaan, keselarasan dan kesatuan hendaknya terus dipupuk agar benar-benar menjiwai dan menyemangati keluarga Gerakan Pramuka sebagai kader bangsa. Sebagai wahana penggodokan kader bangsa, Gerakan Pramuka tidak berdiri sendiri. Gerakan Pramuka merupakan pelengkap dan pengisi kegiatan-kegiatan penggodokan kader bangsa lainnya, seperti dunia pendidikan formal. Karena itu menurut Kepala, kegiatan kepramukaan di lembaga-lembaga pendidikan formal perlu lebih ditingkatkan dan dikembangkan.

Prihatin

Presiden menyatakan keprihatinannya sebagai generasi tua atas terjadinya kenakalan remaja. Namun masyarakat hendaknya tidak boleh begitu saja menyalahkan kaum remaja. Banyak sebab yang menimbulkan kenakalan remaja. Kurangnya wahana bermain, langkanya sarana rekreasi yang sehat dan banyaknya waktu senggang merupakan beberapa sebab yang mengakibatkan kehidupan anak-anak dan remaja tidak terarah secara positif. “Semua ini merupakan tantangan yang harus kita jawab,” katanya.

Salah satu jawaban terhadap kenakalan remaja, kata Kepala Negara, adalah memasyarakatkan kegiatan pramuka. Pendidikan kepramukaan adalah pendidikan di luar sekolah dan di luar keluarga. Melalui kegiatan kepramukaan, anak-anak dan remaja dapat mengisi waktu senggang mereka dengan berbagai kegiatan yang positif dan bernilai pendidikan. Bersamaan itu, mereka dapat bermain, berekreasi dan mengerjakan hal-hal yang berguna. Sebagai wahana pendidikan, kepramukaan mempunyai makna tersendiri. Dalam kegiatan kepramukaan, nilai-nilai luhur kemanusiaan tidak hanya dipahami tetapi terutama dihayati dalam tingkah laku sehari-hari. Dengan demikian pendidikan kepramukaan mengandung nilai yang sangat penting bagi pembinaan dan pengembangan kepribadian anak-anak dan remaja. Masa depan bangsa, kata Kepala Negara, tergantung pada pendidikan anak-anak dan remaja di masa kini. Pendidikan kepada mereka bam akan terasa hasilnya 2-3 dasawarsa mendatang. Pendidikan itu perlu dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan ini hams saling isi-mengisi dan saling mernperkuat. Untuk itu hams ada saling pengertian dan kerja sama yang sebaik­ baiknya antara para pendidik di sekolah, orang tua dan pemimpin Pramuka.

“Bagaimana cara mengembangkan kerja sama yang saling isi mengisi itu, saya minta menjadi perhatian kita bersama,” ujar Kepala Negara.  (N-1/A-6)

Sumber: SUARA KARYA( 15/02/1994)

______________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 761-763

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.