PERDAGANGAN BEBAS DAN PENATARAN P4[1]
Jakarta, Suara Karya
DENGAN lahirnya Deklarasi Bogor 15 November 1994 (hasil AELM II) serta mulai berfungsinya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sejak awal Januari 1995, dunia memasuki era perdagangan bebas yang akan dilaksanakan secara bertahap. Sebagai anggota Kelompok 77 Indonesia bahu membahu dengan anggota-anggota yang lain, untuk memperjuangkan terciptanya perdagangan bebas dalam kerangka GATT. Dan, akhirnya perjuangan itu membuahkan hasil dengan dicapainya kesepakatan Marrakesh ,Maroko, April1994. Intisari dari kesepakatan Marrakesh sebagai hasil final dari Putaran Uruguay perundingan perdagangan multilateral -adalah membebaskan perdagangan dunia dari pelbagai hambatan tarif dan nontarif guna mempercepat proses peningkatan kesejahteraan umat manusia secara lebih Membebaskan perdagangan dunia dari pelbagai hambatan, atau yang disebutjuga liberalisasi perdagangan, tentu tidak bisa sekaligus. Karena itu AELM II melalui Deklarasi Bogor, sepakat menetapkan jangka waktunya tahun 2010 untuk negara maju dan tahun 2020 untuk negara berkembang. Itulah kira – kira intisari kesepakatan Marrakesh dan Deklarasi Bogor di mana Indonesia tidak hanya menjadi anggota Kelompok 77 yang ikut memperjuangkan liberalisasi perdagangan dunia, tapi juga dalam AELM II mempersiapkan konsep Deklarasi Bogor.
DENGAN peranan Indonesia sejak sebagai anggota Kelompok 77 dan sebagai Ketua APEC yang menyiapkan Deklarasi Bogor, maka pelaksanaan perdagangan bebas merupakan komih11en yang harus dipenuhi. Karena bersama-sama dengan negara-negara berkembang yang menjadi anggota Kelompok 77, bagi Indonesia tidak adajalan lain kecuali membebaskan perdagangan dunia dari segala hambatan tarif dan nontarif demi untuk lebih meningkatkan proses kemajuan ekonomi bangsa ini dan negara-negara berkembang pada umumnya. Namun, liberalisasi yang bertujuan membebaskan perdagangan dan investasi (Deklarasi Bogor) dari pelbagai hambatan itu merupakan sesuatu yang baru bagi Indonesia. Karena selama ini kita sudah terbiasa dengan pengembangan ekonorni dan tata niaga yang diatur dan dilindungi. Karena itu sangat bisa dimengerti jika pernbebasan perdagangan dan investasi yang disebut liberalisasi itu menimbulkan macam-macam pertanyaan serta keragu-raguan, sampai berapa jauh sistem ini cocok dengan sistern ekonomi Pancasila.
TAMPAKNYA hal itulah yang ingin dikaji dan dimasyarakatkan melalui penataran P4 bagi para calon rnanggala yang dimulai Senin 9 Januari kemarin, di Istana Bogor. Dalam sambutannya pada pembukaan penataran, Presiden Soeharto mengingatkan, masyarakat harus siap secara ideologis, politis, ekonomis dan sosial budaya menghadapi perdagangan bebas APEC pada tahun 2020. Selain menghadapi era liberalisasi perdagangan dan investasi APEC, Indonesia juga harus menyiapkan diri menyongsong perdagangan bebas ASEAN (AFTA) pada tahun 2003, atau delapan tahunlagi.
Jadi liberalisasi perdagangan (dunia) tidak hanya telah menjadi sasaran perjuangan Indonesia bersama-sama dengan negara berkembang lainnya sejak bergabung dengan Kelompok 77, juga telah disepakati melalui AFTA dan AELM II. Dengan itu, sebenamya tidak perlu (lagi) terjadi permasalahan ideologis, politis, ekonomis, dan sosial budaya. Karena bebasnya perdagangan dunia dari hambatan tarif dan nontarif sudah merupakan sasaran peijuangan Indonesia sejak lama. APA yang akan dihasilkan oleh penataran calon manggala P4 inidalam konteks liberalisasi perdagangan datam kerangka kesisteman kita mari kita tunggu sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan.
Sumber: SUARAKARYA(IO /Ol/1995)
__________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 329-330.