PERHATIKAN PERINGATAN PRESIDEN UNTUK MEWASPADAI TANTANGAN[1]
Jakarta, Antara
Ketua Fraksi ABRI DPR, Abu Hartono berpendapat, peringatan yang disampaikan Presiden Soeharto dalam pidato kenegaraan pada rapat paripuma pertama DPR masa sidang 1994/95 di jakarta, selasa, agar semua pihak tetap waspada menghadapi tantangan-tantangan di masa datang. “kepala negara mengingatkan semua pihak agar waspada. Itu bukan berarti situasi di dalam negeri sudah kacau, melainkan supaya tetap waspada karena tantangan di masa PJP II tidak ringan, “katanya menjawab pertanyaan ANTARA usai mengikuti pidato kenegaraan presiden RI.
Dia menjelaskan, pidato presiden sudah menyitratkan, yang pertama-tama di singgung adalah masalah sekitar putaran uruguay. “itu berarti, akan ada fase perdagangan terbuka, “ujarnya. Perdagangan bebas terbuka, menurut abu, bukan sistem indonesia. “namun kita tidak lari dari lingkungan strategik itu, katanya.
Dalam kaitan itu, untuk mengantisipasi sistem perdagangan bebas hambatan tersebut, presiden mengingatkan, agar langkah-langkah yang di tempuh indonesia jangan teperosok. peringatan itu, menurutnya, juga mengkait masalah demokrasi. Presiden mengatakan, adanya perbedaan pendapat merupakan salah satu ciri demokrasi. namun sebagai negara hukum, demokrasipun ada aturan –aturanya yang di tetapkan oleh UUD dan dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai undang-undang, produk hukum sesuai kehendak rakyat.
Tanpa adanya aturan dan tanpa adanya mematuhi aturan, menurut presiden, maka yang terjadi adalah anarki, bukan demokrasi. Kepala negara juga menandaskan keterbukaan yang di perlukan adalah yang bertanggung jawab, daam hubungan ini, ketua FABRI itu berpendapat, andaikata keterbukaan itu tidak di kendalikan secara bertanggung jawab, bisa menjurus anarki. Lebih lanjut abu menjelaskan, setiap pengambian keputusan dalam demokrasi, harus bertanggung jawab kepada ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Presiden juga menegaskan, aagar jangan stabilitas nasional melanggengkan “status quo”.
“Peringatan itu dikemukakan karena tuntutan pembangunan pada era globalisasi, dinamikanya tinggi, sehingga untuk mengantisipasinya harus tidak boleh status quo, konservatif, mandeg, tapi dinamis sesuai dengan tuntutan masyarakat agar bisa mengantisipasi setiap tuntutan itu,”demikian Abu Hartono. (U.JKT-001/B/PU03/RB1/16/08/9415:16)
Sumber: ANTARA (16/08/1994)
_________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 97-98.