Peristiwa Tanjung Priok dan Borobudur

Peristiwa Tanjung Priok dan Borobudur[1]

Di bulan September 1984 terjadi apa yang disebut “Peristiwa Tanjung Priok”. Ramai orang membicarakannya. Sesungguhnya, peristiwa itu benar-benar hasil hasutan orang yang menempatkan diri sebagai pemimpin. Melaksanakan keyakinan dan syariat agama yang dianutnya, tentunya boleh saja. Tetapi jangan sekali-kali menghasut rakyat untuk memberontak.

Nyatanya yang jadi alasannya waktu itu ialah mengenai  Pancasila. Yang bersangkutan menentang ditetapkannya Pancasila sebagai satu­satunya asas dalam ketatanegaraan kita. Ia tidak mengerti duduk soalnya. Ia mengira bahwa dengan konsensus kita itu Pancasila akan menggantikan agama dan sebagainya. Maka ia menghasut rakyat untuk memberontak.

Sebenarnya, kalau ia tidak setuju, boleh saja. Tetapi kenyataannya, ia mengacau dan menghasut rakyat untuk memberontak, menuntut dikeluarkannya orang yang ditahan. Terhadap yang melanggar hukum, ya, tentunya harus diambil tindakan.

Rupanya, seperti Dharsono, ia mempunyai perhitungan, pemerintah tidak akan berani mengambil tindakan karena ia bekas panglima. Ia mengira pengaruhnya besar. Tetapi negara kita ini negara hukum. Yang melanggar hukum harus bertanggungjawab. Mengapa kita harus takut?

Lalu ada yang meledakkan candi Borobudur, kekayaan kita yang istimewa itu, salah satu keajaiban dunia yang dihargai dan dikagumi oleh siapa saja di jagat ini. Sembilan stupa diledakkan orang yang tidak berbudaya itu.

Peledakan ini adalah contoh dari sikap orang-orang yang tidak mempunyai kebanggaan nasional karena bangunan itu adalah monumen nasional dan bahkan sudah menjadi monumen dunia.

Sungguh, orang-orang yang melakukan itu picik sekali. Pikiran mereka sempit. Mengecewakan sekali, karena melakukannya dengan menyebutkan diri berdasarkan agama. Yang jelas, mereka tidak mengetahui ajaran agama yang benar.

***


[1] Penuturan Presiden Soeharto, dikutip dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta tahun 1982, hlm 406-407.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.