PERJANJIAN PERBURUHAN MUTLAK PERLU [1]
Jakarta, Suara Karya
Presiden Soeharto mengatakan bahwa untuk menjamin kepastian dan ketenangan bekerja baik buruh maupun pengusaha, mutlak perlu adanya perjanjian perburuhan antara serikat buruh dan pengusaha yang berpijak pada hubungan perburuhan Pancasila dan pada dasar perekonomian nasional kita yang menganut azas kekeluargaan serta atas dasar saling menghormati.
Hal itu dikemukakannya ketika membuka rapat kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi kemarin pagi, di Bina Graha. Raker yang akan berlangsung mulai kemarin hingga 27 Juli 2004 di Jakarta diikuti oleh 182 peserta terdiri dari pejabat2 eselon pusat dan daerah.
Presiden menyatakan selanjutnya bahwa di perusahaan2 yang belum terbentuk serikat buruh, para pengusaha harus mengatur syarat2 kerja dan jaminan sosial di perusahaannya dengan mengadakan konsultasi dengan Depnaker transkop. Dengan demikian buruh di perusahaan itu tahu pasti apa hak dan kewajibannya.
Mengenai pelaksanaan asuransi jaminan sosial bagi buruh swasta yang ditetapkan pemerintah baru2 ini. Presiden menyatakan pelaksanaannya perlu diperinci lebih lanjut, misalnya mengenai programnya, cara pelaksanaan, lokasi, dsb, sehingga buruh swasta mulai dapat merasakan jaminan sosial tersebut.
Pemogokan dalam Hubungan Perburuhan Kita
Presiden Soeharto menegaskan bahwa apabila kita dapat menumbuhkan tanggungjawab bersama dalam berproduksi sehingga hasilnya dapat dirasakan secara adil oleh semua pihak, maka pemogokan sebagai alat untuk memperjuangkan nasib buruh bukan saja tidak perlu dipergunakan, tetapi bahkan tidak cocok dan tidak sesuai dengan hubungan perburuhan berdasarkan Pancasila.
Pemogokan, menurut Presiden merupakan hasil dari tata perekonomian yang menempatkan buruh semata-mata sebagai faktor produksi. Pemogokan lahir dari tata hubungan yang bersifat konfrontasi antara buruh dan pengusaha dalam hal perbedaan kepentingan.
“Dalam alam Pancasila dimana kepentingan bersama menjadi tanggungjawab bersama, dimana kekeluargaan menjiwai segala eara penyelesaian maka terang tidak ada tempat bagi konfrontasi,” kata Presiden Soeharto.
Kesadaran akan kepentingan bersama dan kepentingan masyarakat menurut Presiden Soeharto juga harus ada di pihak pimpinan perusahaan, sehingga harus dihindarkan cara2 penutupan perusahaan yang disebabkan oleh tidak tercapainya kesepakatan antara buruh dengan perusahaan.
Ditegaskannya bahwa buruh dan perusahaan bukan merupakan kekuatan yang harus saling berhadapan tetapi merupakan kawan seperjuangan dalam bersama-sama membangun Indonesia.
“Sebagai kawan2 seperjuangan, buruh dan perusahaan harus saling hormat menghormati, saling mengerti kedudukan dan peranannya dalam seluruh proses produksi,” kata Presiden, yang selanjutnya menekankan bahwa buruh perlu mendapat perlindungan agar tidak mendapat perlakuan sewenang-wenang oleh perusahaan, dan sebaliknya perusahaan perlu pula dijamin ketenangan usahanya dari tuntutan yang tidak masuk akal oleh kaum buruh.
Transmigrasi
Menyinggung masalah transmigrasi, Presiden minta perhatian agar program yang telah ada benar2 dapat berjalan lancar. Kegiatan transmigrasi perlu dikaitkan dengan pembangunan prasarana dalam rangka pembangunan daerah dan peningkatan produksi sesuai dengan pola baru transmigrasi.
Tiga unsur pokok yang ditekankan kembali oleh Presiden mengenai penyelenggaraan transmigrasi.
Pertama, daerah penempatan harus disiapkan sebaik-baiknya seperti status tanah, prasarana yang minimal dan sebagainya.
Kedua, pelaksanaan transmigrasi itu dapat menunjang pembangunan daerah dalam bidang tenaga kerja.
Ketiga, agar di daerah yang baru itu para transmigran dapat hidup lebih baik untuk hari depan mereka.
Presiden minta agar aparatur dan organisasi transmigrasi dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu untuk menyelenggarakan kegiatan pemindahan dari 50.000 kepala keluarga tiap tahun.
Koperasi
Presiden kemudian menjelaskan kebijaksanaan di bidang koperasi, khususnya yang menyangkut Badan Usaha Unit Desa. Ditegaskan BUUD harus berkembang menjadi usaha bersama dari masyarakat desa dan petani sendiri. BUUD juga harus tumbuh menjadi koperasi desa, akan menangani masalah2 lain yang menjadi kepentingan rakyat kecil dan masyarakat desa, seperti bidang peternakan, perikanan, kerajinan rakyat dana usaha2 mengembangkan ekonomi desa lainnya.
“Kesulitan dan kepincangan pada taraf permulaan usaha besar adalah wajar dan harus kita terima dengan penuh pengertian, dengan selalu berusaha untuk mengadakan koreksi2 dan langkah2 penyempurnaan yang diperlukan,” Presiden menegaskan. (DTS)
Sumber: SUARA KARYA (23/07/1975)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 580-582.