PERLU, NEGARA BERKEMBANG IKUT MENJADI ANGGOTA TETAP DK PBB

PERLU, NEGARA BERKEMBANG IKUT MENJADI ANGGOTA TETAP DK PBB[1]

 

  • Ditunjuk, Empat Duta Besar Keliling

 

Jakarta, Pelita

Presiden Soeharto menilai, kini sudah saatnya keanggotaan tetap Dewan Keamanan (DK) di PBB ditinjau kembali bukan hanya terdiri dari lima negara, tapi ditambah lagi. Misalnya dua negara yang kalah perang pada PD II tapi kini sudah unggul dalam pembangunannya. Kedua negara tersebut masing-masing Jerman dan Jepang.

Namun , jika itu terjadi, maka anggota tetap DK-PBB tersebut hanya akan dikuasai oleh negara-negara maju dan dinilai tidak adil. Karena itulah harus diambil kriteria lain dengan menyertakan negara berkembang dalam DK di PBB tersebut.

Hal itu dikemukakan Kepala Negara kepada pers dalam penerbangan Tokyo­-Jakarta, semalam. Ketika memberikan penjelasan langsung setelah melakukan kunjungan kerja ke New York dah Tokyo sejak 20 September lalu, Presiden didampingi Ny. Tien Soeharto serta disaksikan oleh Mensesneg Moerdiono dan Widjojo Nitisastro.

Mengenal kriteria tersebut, Presiden menyebutkan, untuk negara berkembang, misalnya, diwakili oleh negara penduduknya besar di dunia yakni di atas 175 juta jiwa, seperti India dan Indonesia. Namun demikian, kriteria tersebut juga dinilai kurang adil, karena dengan kriteria tersebut maka negara Afrika dan Amerika Latin tidak akan ada yang mewakili.

“Untuk itu, negara di Afrika dan Amerika Latin yang penduduknya tertinggi menjadi anggota tetap, kata Kepala Negara. Dengan adanya langkah itu, sehingga jumlah anggota tetap DKPBB menjadi 11 negara. Mengenai hak veto jika dicabut juga akan sulit karena sudah dimiliki sebelumnya. Apakah anggota tetap lainnya itu kemudian juga diberi hak veto, saat ini masih dipertimbangkan,” katanya.

Untuk itu hak veto tampaknya tidak akan dirubah. Dengan demikian agar adil dan demokrasi penggunaan hak veto harus diatur. Mereka bisa-bisa menggunakan hak veto, tapi harus ada counter veto. Itu lah, kata Presiden, sebagai gambaran yang dipikirkan oleh Kelompok Tinggi Non Blok dalam melakukan kerjasama dengan Sekjen PBB maupun Kaukus GNB maupun Kaukus GNB pada DK PBB yang menjadi pendirian dari GNB. Langkah itu juga diaksudkan sebagai peranan aktif GNB dalam penataan kembali itu PBB . “Ini merupakan suatu perjuangan yang tidak mudah untuk dilaksanakan .”

 

Selain masalah penataan kembali yang perlu diperhatikan Kelompok Tinggi GNB adalah mengenai pangan, kependudukan dan masalah utang. Masalah-masalah tersebut perlu diatasi secara bersama-sama pula, terutama oleh negara Selatan­ Selatan. Presiden Soeharto juga mengemukakan, momentum yang dipercayakan dunia kepada Indonesia sebagai Ketua GNB dalam tiga tahun iniperlu dimanfaatkan sebaik­ baiknya. Namun hal itu tidak bisa dilakukan dengan rutin, tapi harus secara khusus. Karenanya, kata Presiden yang juga Ketua GNB, organisasinya diperlukan adanya pejabat tertentu yang akan diberi tugas mengurus segala sesuatunya sehubungan dengan GNB, antara lain Nana Sutresna yang akan menjadi kepala staf. Tapi untuk melaksanakan keseluruhan bidang yang ada seperti mengenai pangan, kependudukan dan keijasama Selatan-Selatan perlu ada tim-tim ahli. Koordinatomya yang ditunjuk adalah Prof. Widjojo Nitisastro.

 

Duta Besar Keliling

Selain itu juga ditunjuk Duta Besar-Duta Besar Keliling untuk menangani wilayah­ wilayah dari negara anggota GNB. Mereka yang ditunjuk sebelum Presiden meninggalkan Tanah Air 20 September lalu adalah Sajidiman Soeijohadiprodjo untuk Afrika, Achmad Tahir untuk Eropa, Alamsjah Ratuperwiranegara untuk Asia dan Hasnan Habib untuk Amerika Latin.

Mereka bertugas secara aktif menampung dan menyampaikan permasalahan yang ada pada negara anggota GNB, di samping Dubes yang sudah ada di negara tersebut.

Kepercayaan dunia kepada Indonesia sebagai Ketua GNB harus dilaksanakan Indonesia selama tiga tahun ini. “Oleh karena itu para wartawan hendaknya supaya membantunya,” ujar Presiden lagi. Pesawat MD-11 Garuda Indonesia yang membawa Presiden dan rombongan semalam mendarat tepat pukul 19.10 WIB di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Pesawat yang terbang dari Tokyo selama tujuh jam mendarat dengan mulus di bandara tersebut. Presiden dan Ny. Tien Soeharto di Halim Perdanakusuma disambut oleh Wakil Presiden dan Ny. EN Sudharmono, sejumlah menteri dan pejabat lainnya.

 

Sumber:  PELITA(30/09/1992)

 

_________________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 391-392.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.