PERLU TEROBOSAN DALAM PROSES PERIZINAN
Jakarta, Suara Pembaruan
Presid en Soeharto kembali mengimbau aparat pemerintah lebih menyederhanakan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat,terutama dalam proses perizinan agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain khususnya di kawasan ASEAN.
Dengan mengutip imbauan Presiden Soeharto, seusai melapor kepada Kepala Negara di Jl Cendana, Jakarta, Selasa (2/6), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Sarwono Kusumaatmadja menyatakan Presiden mengharapkan agar koordinasi lebih ditingkatkan. Presiden mengharapkan agar para pejabat yang bertanggungjawab, segera menuntaskannya terutama yang berhubungan dengan kemudahan dan pelayanan masyarakat.
Menurut Menpan Sarwono, Indonesia sekarang ini sedang menghadapi kenyataan adanya persaingan yang ketat di bidang ekonomi dari bangsa-bangsa lain. Karena itu, menurut Sarwono, salah satu cara untuk lebih bersaing dengan mereka, adalah dengan mempercepat pekerjaan kita. “Karena salah satu unsur kompetisi yang paling penting dalam dunia modern adalah unsur kecepatan,” tegas Sarwono.
Sebagai contoh ia mengemukakan dalam hal memperoleh izin untuk mendirikan pabrik di kawasan industri saat ini prosesnya memerlukan waktu hingga 40-50 hari. Oleh karenanya Menpan Sarwono mengusulkan agar proses perizinan itu dipersingkat menjadi tujuh hari saja.
Menpan Sarwono menekankan Indonesia harus melakukan terobosan itu karena di negara-negara ASEAN proses pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) di kawasan industri hanya memerlukan waktu antara satu sampai tiga hari. “Kalau kita mempertahankan cara-cara kerja yang ketinggalan zaman ini, kita akan kalah bersaing,” Sarwono menegaskan.
SEBENARNYA apa yang disinyalir Menpan Sarwono, bukan hal baru. Dalam nada yang sama belum lama ini Menteri Dalam Negeri Rudini juga mengungkapkan adanya kendala pada bidang penanaman modal di daerah tertentu, yang disebabkan izinnya harus diparaf oleh belasan pejabat.
Dengan adanya kendala birokrasi, maka jelas kita selaku negara berkembang sulit bersaing dengan sesama negara berkembang lainnya. Padahal, Indonesia dikenal dunia luar sebagai salah satu negara yang memiliki keunggulan komparatif di bidang tenaga kerja, mempunyai potensi kekayaan alam melimpah serta kebijakan ekonomi terbuka dan kestabilan politik yang dapat menjamin kepastian berusaha.
Kecenderungan birokrasi yang masih tampak secara terselubung maupun terang terangan di sana-sini memang terasa aneh. Karena fenomena ini justru muncul di tengah gencamya deregulasi dan debirokratisasi yang tengah diupayakan oleh berbagai instansi pemerintah terutama pada sektor riil.
DALAM hubungan ini masalah birokrasi perlu dilihat dari segi-segi lainnya dan bukan hanya dari segi sistem administrasi dan perundang-undangan yang berlaku.
Sekalipun ketentuan atau peraturan pelaksanaannya dibuat sesederhana mungkin melalui kebijakan deregulasi, jika struktur maupun segi mental-psikologis para pelaksana atau aparatumya tidak dibenahi, maka sulit diharapkan terobosanterobosan dalam proses perizinan maupun pemberian fasilitas lainnya.
SUDAH menjadi rahasia umum, masalah perizinan tersebut diperparah lagi dengan adanya kecenderungan mengkomersialisasikan proses itu. Dengan demikian, kemudahan dan kelancaran urusannya tergantung pada ada atau tidak adanya “biaya pelicin”.
Di sini barangkali terletak tugas berat tapi mulia dari jajaran Kantor Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, bagaimana memberikan motivasi kepada segenap aparatur negara agar mental “pungli” dapat dihilangkan, setidak-tidaknya dikurangi, demi kelancaran pembangunan nasional.
Sumber : SUARA PEMBARUAN (04/06/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 113-115.