PERSEBARAN PENDUDUK KURANG MENDUKUNG PROSES PEMBANGUNAN[1]
Jakarta, Suara Karya
Presiden Soeharto mengatakan, selain untuk mengentaskan penduduk dari kemiskinan, program transmigrasi masih terus dilaksanakan karena tingginya pertumbuhan penduduk dan rendahnya persebaran penduduk antar kawasan. Ketimpangan persebaran penduduk telah menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah di dalam negara.
“Tentu saja hal ini tidak menguntungkan.” kata Kepala Negara saat membuka seminar Internasional “Pemukiman Penduduk, untuk Menanggulangi Kerniskinan” di Istana Negara, Jakarta, Senin.
Seminar yang berlangsung hingga 29 November ini dihadiri 250 peserta dari 18 negara, antara lain Pilipina, Rnyanmar, Kamboja, Laos, Namibia dan Ethiopia. Selesai seminar, para peserta dari kalangan LSM, lembaga Internasional dan swasta diajak meninjau lokasi transmigran di Kalimantan pada 30 November.
Menurut Presiden, kondisi persebaran penduduk antar kawasan dan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan di Indonesia saat ini kurang mendukung proses pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan data, hampir 82% penduduk Indonesia tinggal di kawasan barat yang luasnya hanya sekitar 32% dari luas keseluruhan wilayah Indonesia. Pulau Jawa yang luasnya hamper 7% dari wilayah Indonesia dihuni oleh hampir 60% dari seluruh penduduk.
Perkotaan
Sementara itu jumlah penduduk perkotaan dalam kurun 20 tahun terakhir meningkat, dari sekitar 20% pada tahun 1970 menjadi 34% pada tahun 1990, dengan kecepatan sekitar 57% setiap tahun. Sebaliknya, peningkatan penduduk daerah pedesaan hanya berkisar 12% setiap tahun. Sekitar 65% dari penyebab meningkatnya penduduk daerah perkotaan adalah mobilitas penduduk daerah-daerah pedesaan ke daerah perkotaan dan prose s perubahan desa menjadi kota. Mobilitas penduduk dari desa ke kota yang tidak berimbang dapat berdampak negatif, baik bagi perkembangan daerah perkotaan maupun daerah pedesaan itu sendiri.
“Dalam melaksanakan program transmigrasi, kami sangat memperhatikan keadaan ini.” ujar Kepala Negara.
Transmigrasi perkotaan, lanjutnya, diadakan untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja diperkotaan di luar Pulau Jawa danmelayani permintaan penduduknya pedesaan yang ingin beralih profesi dari pertanian ke sector jasa, atau industri, atau tetap pada bidang pertanian dengan jenis usaha yang lebih modern dalam bentuk industri pertanian.
Terkonsentrasinya penduduk di Pulau Jawa, kata Presiden, bermula dari zaman penjajahan masa lalu. Waktu itu, penjajah membangun perkebunan-perkebunan di pulau ini, sehingga dihuni 5% penduduk Indonesia. Irian Jaya yang luasnya tiga kali Pulau Jawa hanya dihuni kurang dari 1% penduduk Indonesia.
Akibatnya, kawasan barat Indonesia, terutama Pulau Jawa yang telah mengalami penurunan daya dukung lingkungan, harus menampung penduduk yang lebih banyak. Sebaliknya kawasan timur kekurangan sumber daya manusia untuk membangun bukan untuk mengangkut hasilnya ke Eropa dan tempat lainnya.
Karena kegiatan itu, Pulau Jawa berkembang dan menjadi pusat pemukiman penduduk yang datang dari tempat lain. Akhirnya penduduk Pulau Jawa menjadi sangat padat menurut ukuran zaman itu. Oleh sebab itu, sejak awal abad 20 pemerintah penjajah mulai memindahkan sebagian dari pembangunan perkebunan inti ke luar Pulau Jawa.
Dalam alam kemerdekaan, pemerintah Indonesia juga melaksanakan pemindahan penduduk, yang disebut transmigrasi. Namun falsafah dan tujuannya sangat berlainan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mempercepat pembangunan di luar Pulau Jawa yang kekurangan sumber daya manusia, lebih memantapkan persatuan dan kesatuan dan bangsa.
Dikatakan transrnigrasi juga merupakan salah satu program untuk mengentaskan penduduk dari kemiskinan. Melalui program ini, penduduk yang miskin diberi lahan pertanian yang akan menjadi modal mereka dalam usaha tani guna memperbaiki kehidupannya.
Program transmigrasi menurut penilaian Presiden, berhasil meningkatkan kesejahteraan keluarga transmigran. Pendapatan para petani yang tadinya tidak memiliki lahan di Pulau Jawa telah meningkat pesat setelah mereka mengikuti program ini. Para petani yang semula hanya memiliki lahan sangat sempit atau buruh-buruh tani yang menggantungkan hidupnya pada upah tanam, kini memiliki lahan pertanian dan mengolahnya dengan kemampuan dan teknologi yang memadai. Dengan meningkatnya pendapatan para keluarga transmigran, mereka dapat memperbaiki derajat kesehatan, gizi dan pendidikan bagi anak-anaknya.
Menurut Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Rutan Siswono Yudohusodo, seminar ini diselenggarakan dalam rangka peringatan 90 tahun program transmigrasi di Indonesia. Dimulai tahun 1905 dengan memindahkan penduduk Bagelen, Jateng ke Lampung sebanyak 155 KK. Sedangkan, pemerintah Indonesia melakukannya 45 tahun penduduk Kedu ke Lampung sebanyak 23 KK. Hingga sekarang (tahun 1950-95) telah dipindahkan 7,5 juta penduduk ke luar Jawa.
Sumber : SUARA KARYA (28/11/1995)
___________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 756-758.