PERSEORANGAN MAUPUN GOLONGAN SUPAYA MEMPERHATIKAN TINGKAH-LAKU MASING-MASING

HM Soeharto dalam berita

PERSEORANGAN MAUPUN GOLONGAN SUPAYA MEMPERHATIKAN TINGKAH-LAKU MASING-MASING [1]

Presiden Bertemu dengan Alim-ulama dan Dewan di Banda Aceh

 

Banda Aceh, Kompas

Presiden Soeharto mengingatkan jangan sampai ada tindakan atau tingkah-laku perseorangan maupun golongan yang kurang memperhatikan akibat-akibat negatif yang dapat ditimbulkan. Seperti terganggunya kestabilan nasional ataupun retaknya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Ia mengemukakan hal itu Senin malam di pendopo gubernuran Aceh dalam pertemuan dengan sekitar 300 alim ulama daerah itu. Presiden mengatakan,

“untuk menghadapi keadaan sekarang maupun masa-masa mendatang diperlukan kewaspadaan. Setiap orang atau golongan supaya benar-benar memperhatikan pula tingkah lakunya. Jangan sampai memberi kesempatan yang merusak stabilitas, syarat bagi pembangunan kita.”

Menurut Presiden, tingkah laku seperti itupun akan memberantakkan segala apa yang telah tercapai selama ini. Kepada para alim-ulama itu, Presiden tanpa teks menguraikan berbagai aspek pembangunan bidang ekonomi dan politik, serta usaha­usaha perataan hasil pembangunan dewasa ini.

Tak Mengerti GAK

Menguraikan usaha-usaha pendidikan termasuk perataannya, Presiden menyinggung adanya “Gerakan Anti Kebodohan” yang dicetuskan sementara mahasiswa.

“Saya tidak bisa mengerti terhadap apa yang disuarakan GAK itu, yang menyoroti seolah kita kurang memperhati bidang pendidikan,” kata Presiden.

Ia menunjukkan bagaimana Pemerintah berusaha menyebarkan pendidikan, dengan mendirikan SD Inpres, penambahan guru dan lain-lain usaha.

Ia juga menyinggung suara seolah-olah Pemerintah Orde Baru yang dipimpinnya ini hanya merupakan Pemerintah yang dapatnya cuma memperbesar hutang saja, sehingga memberatkan anak-cucu.

Presiden menegaskan bahwa tidak benar generasi mendatang akan ditinggal keadaan lebih jelek.

”Kita telah mengalami keadaan masa lalu dan kita tidak mau untuk mengulangi kedua kalinya.”

Menurut Presiden, segala pinjaman yang dilakukan kini adalah berjangka panjang dengan bunga rendah, serta berdasar perhitungan bahwa kita mampu membayarnya kembali.

Hanya “Membayarkan”

Ia mengatakan, semua pinjaman dipakai untuk pembangunan yang bukan asal membangun. Setiap proyek harus dapat membayar kembali pinjaman yang digunakan untuk membiayainya.

”Ini lain dengan cara Orde dulu, yang banyak meminjam hanya untuk konsumtif ataupun untuk proyek tanpa penelitian mendalam. Seperti terjadi pada pabrik Cot Gi rek dulu,” kata Presiden.

Kepala Negara membenarkan, bahwa generasi mendatang memang yang nantinya akan “membayarkan” pinjaman-pinjaman tersebut. Tapi hal itu jangan diartikan sebagai ”membayar”. Sebab pembayaran itu akan dilakukan dari hasil pembangunan dewasa ini, bahkan sisanya masih ada untuk dinikmati generasi mendatang.

Bukan Untuk Yang Kaya

Dengan tegas ia juga membantah seolah pembangunan dewasa ini hanya untuk menguntungkan mereka yang kaya atau punya modal saja. Menurut Presiden, dalam tahap pertama pembangunan memang seolah mereka yang menikmati.

“Tapi harus kita sadari, bahwa kesan ini disebabkan mereka memang diberi kesempatan untuk memanfaatkan modal dan kemampuannya,” katanya.

Ia menekankan, jika mereka tak diberi kesempatan, maka kemampuan atau modal mereka, baik yang asing, non-pribumi maupun pribumi akan lari keluar.

“Padahal kita sendiri masih kekurangan, dan kalau mereka sampai lari, berarti kita semua juga yang rugi tak dapat memanfaatkan potensi mereka.”

Tapi Presiden menandaskan, bagaimanapun hasil pemanfaatan potensi mereka telah atau mulai dirasakan bersama. Dan dalam mengarah pada cita-cita tercapainya perataan keadilan. Pemerintah tidak akan membiarkan mereka yang kaya makin kaya terus, sebaliknya membiarkan mereka yang miskin tetap miskin.

“Tentu saja perataan itu tidak dilakukan begitu saja, dengan mengambil harta mereka yang kaya. Sebab kita bukan negara komunis yang tak peduli pada milik orang,” demikian Presiden.

Ia memberi satu contoh misalnya dengan pembelian saham yang terbuka bagi rakyat umum.

Dengan Mahasiswa

Selasa pagi sebelum bertolak ke Penang, Presiden bertemu dengan Dema-Dema Universitas/Perguruan Tinggi di Banda Aceh, baik negeri maupun swasta. Mereka umumnya mengajukan permintaan bantuan, seperti ruang perpustakaan, beasiswa, fasilitas kepemudaan, drum-band dan sebagainya,

Presiden mengatakan akan memperhatikan permintaan mereka, dengan tetap berpegang pada kemampuan dan prioritas yang berlaku. Pertemuan ini dihadiri Menlu, Menperhub, Menteri P dan K, Mensesneg, Pangkowilhan, Gubernur dan Pangdam. (DTS)

Sumber: KOMPAS (06/04/1977)

 

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 314-316.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.