PESIDEN TERIMA MEDALI EMAS AVICENNA

PESIDEN TERIMA MEDALI EMAS AVICENNA[1]

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto hari Sabtu (19/6) di Ruang Jepara Istana Merdeka menerima Medali Emas Avicenna (Ibnu Sina) dari UNESCO sebagai penghargaan atas jasa dan pengabdian Kepala Negara di dalam pembangunan bidang pendidikan untuk rakyat.

Medali Emas dari Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) itu diserahkan langsung oleh Dirjen UNESCO Dr. Federico Mayor, disaksikan para pejabat tinggi dan Mendikbud Wardiman Djojonegoro.

Dalam sambutannya Mayor menyebutkan bahwa penghargaan ini merupakan yang pertama yang diberikan UNESCO. Mayor juga mengungkapkan alasan mengapa Presiden Soeharto yang dipilih. Antara lain bahwa sejak tahun 70-an Indonesia telah mewujudkan kebijaksanaan wajib belajar 6 tahun. Bahkan pembangunan SD Inpres kini sudah mencapai disertai dengan perbaikan kualitas guru dan kurikulum.

Keberhasilan kebijakan wajib belajar 6 tahun itu dikonsolidasikan dengan program anak asuh yang dirancang untuk meningkatkan pendidikan di kalangan keluarga miskin. Peningkatan juga tampak pada peningkatan kualifikasi guru SD, SMP. Untuk mengajar di SD bahkan sekarang ada yang kualifikasi universitas.

Pendidikan tinggijuga makin marak dan sangat dinamis bahkan telah terjadi integrasi antara pendidikan sektor swasta dan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Politeknik juga dibangun untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja.

Administrasi pendidikan juga makin baik melalui berbagai program yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan perencanaan badan manajemen personel administrasi.

“Negara Anda sekarang juga sedang menyusun pelaksanaan kebijaksanaan baru yang memperpanjang wajib belajar dari enam menjadi sembilan tahun,” kata Mayor.

Melihat berbagai kemajuan itu, Mayor meminta kesediaan Presiden Soeharto untuk memberikan pidato di depan Pertemuan 9 Negara Berkembang Berpenduduk paling Banyak di New Delhi India, Desember. Presiden diminta untuk menjelaskan berbagai kebijakan nasional serta pengalaman Indonesia kepada para kepala negara itu.

Avicenna diambil dari nama seorang tokoh ilmu pengetahuan Islamabad X di Timur, yang lebih dikenal dengan nama lbnu Sina. Ia terlahir di Bukhara-sekarang Uzbekistan-pada tahun 980 dan meninggal tahun 1037 di Ramadan. Ia merupakan seorang filosof dan ilmuwan yang merintis bidang ilmu kedokteran.

Presiden Soeharto juga telah menerima penghargaan di bidang kependudukan dari PBB tahun 1989 atas jasa-jasanya di bidang keluarga berencana  dan kependudukan, diserahkan di Markas PBB di New York. Kepala Negara merupakan orang pertama yang menerima penghargaan itu, dan medali itu bahkan seterusnya diberi nama Soeharto. Penghargaan lainnya yakni di bidang pangan, juga diterima Presiden dari organisasi pangan sedunia (FAO) tahun 1986 diserahkan di Markas FAO di Roma.

Kehormatan

Usai menerima penghargaan itu, Kepala Negara langsung membuka Lokakarya Nasional tentang Pendidikan Untuk Semua, di Istana Negara. Dalam sambutannya Kepala Negara mengemukakan, “Kita semua seluruh rakyat Indonesia, terutama yang bergerak di bidang pendidikan, merasa  mendapat kehormatan menerima anugerah tanda penghargaan Avicenna dari UNESCO. Indonesia dinilai berhasil dalam meningkatkan pendidikan rakyatnya tanpa membeda-bedakan suku agama, dan jenis kelamin.”

Tapi, Kepala  Negara  menambahkan,  pemberian  penghargaan  itu juga mengingatkan bangsa ini bahwa pembangunan pendidikan masih perlu terus digalakkan. Lokakarya yang juga dihadiri Dirjen UNESCO itu diikuti wakil-wakil dari Depdikbud, departemen terkait, LSM, dan para pakar baik pendidikan maupun pakar iptek.

Menurut Kepala Negara, pendidikan untuk semua juga menjadi sasaran pembangunan, yang pada akhirnya diperlukan, untuk mengemban tugas nasional yang besar dalam tahun-tahun mendatang. Salah satu faktor yang hams mendapatkan perhatian di masa datang, ujar Presiden, adalah masalah kependudukan dengan segala dampaknya. Meskipun program KB berhasil baik, penduduk Indonesia telah mencapai 185 juta dan masih akan terus bertambah.

“Jumlah penduduk yang demikian besar, jika tidak dapat kita bangkitkan potensinya, jelas akan dapat menghambat laju pembangunan. Masalah stabilitas dan perkembangan budaya, secara langsung atau tidak langsung, akan ikut dipengaruhi oleh masalah-masalah kependudukan tadi,” ujar Kepala Negara.

Sebab itu, tutur Presiden, tidak ada jalan lain kecuali membangkitkan potensi manusia Indonesia sehingga benar-benar menjadi kekuatan pembangunan. Untuk itu, pembangunan pendidikan menduduki tempat yang sangat penting. Dengan adanya UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka langkah untuk melaksanakan pendidikan untuk semua makin bertambah mantap. Lokakarya ini, menurut Mendikbud Wardiman Djojonegoro, untuk mempersiapkan bahan bagi penyusunan dan pembahasan “laporan negara” menjelang Pertemuan Sembilan Kepala Negara dari negara-negara berkembang yang berpenduduk terbesar di New Delhi, India, bulan Desember. Kesembilan negara itu adalah Indonesia, Bangladesh, Brazil, Cina, India, Mesir, Meksiko, Nigeria, dan Pakistan. (vik)

Sumber: KOMPAS ( 19/06/1993)

____________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 726-728.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.