PIDATO AKHIR TAHUN 1984 PRESIDEN : 1985 TAHUN SULIT DAN BERAT
Pemerintah Tidak akan Pernah Tunduk terhadap Terorisme
Tahun 1984 merupakan tahun yang penuh dengan tugas-tugas berat sebagai satu tahapan dari rangkaian tahun-tahun pembangunan yang akan datang, terutama dalam memperkukuh sendi-sendi utama untuk memberi pijakan yang kuat dan arah yang tepat bagi usaha-usaha pembangunan selanjutnya.
Sedang tahun 1985 sekarang tetap akan merupakan tahun yang sulit dan berat. Namun sebagai bangsa pejuang keadan itu akan ditanggapi sebagai dorongan untuk makin giat mengerahkan segala kemauan dan kemampuan untuk memancangkan tonggak pembangunan baru di segala bidang.
Presiden Soeharto mengemukakan hal ini dalam pidato akhir tahun 1984 yang dipancarluaskan lewat Televisi RI Senin 31 Desember 1984 pukul 19.30 WIB. Pada saat yang hampir bersamaan pidato itu juga disiarkan radio RI beserta radio non Pemerintah.
Menurut Kepala Negara, tahun 1985 akan banyak masalah dan tantangan yang akan dihadapi, baik yang datang dari luar maupun dalam negeri.
Perkembangan ekonomi dan politik dunia yang tidak selalu menguntungkan akan terus terasa pengaruhnya. Karena itulah akan terus diusahakan agar lingkungan kawasan sekitar dapat memberi suasana yang sebaik-baiknya bagi kelanjutan pembangunan nasional.
Di dalam negeri, menurut Presiden Soeharto, akan terus dipelihara kewaspadaan dan kesiap-siagaan, memperluas partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan memelihara kesetiakawanan sosial. Karena unsur-unsur tersebut merupakan kekuatan-kekuatan pokok dalam pembangunan masyarakat.
“Yang juga tidak kalah penting adalah menggerakkan disiplin nasional di segala lapisan masyarakat dan aparatur pemerintahan,” tambah Presiden.
Asas Pancasila
Kepala Negara berpendapat, tahun 1984 yang baru dilalui mempunyai arti khusus. Karena tahun itu merupakan tahun awal Repelita IV, suatu tahap pembangunan untuk mewujudkan kerangka landasan tinggal landas pada Repelita VI nanti.
Dalam kaitan itu, guna meletakkan kerangka landasan di bidang politik dan kemasyarakatan, tahun 1984 DPR bersama pemerintah menggarap lima RUU di bidang politik. Undang-undang itu akan memperkukuh landasan hukum yang diperlukan dalam membina persatuan dan kesatuan bangsa.
Melalui pidato sekitar 25 menit itu, Kepala Negara kembali meyakinkan bangsa Indonesia bahwa penegasan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi organisasi kekuatan sospol dan kemasyarakatan, bertujuan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan nasional yang dilandasi persatuan dan kesatuan bangsa sekukuh-kukuhnya.
Dengan Pancasila sebagai satu-satunya asas, semua kekuatan sospol dan ormas dapat memusatkan perhatiannya pada penyusunan program dan kegiatan nyata dalam memikul tanggung jawab bersama melaksanakan pembangunan.
“Di lain pihak, penegasan itu pun menjadikan kita tidak lagi diganggu oleh gesekan atau konflik ideologi golongan yang merupakan pengalaman pahit di masa lampau,” tambahnya.
“Berlakunya Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi kemasyarakatan sama sekali tidak ditujukan untuk membatasi kegiatan organisasi tertentu dalam mengusahakan tujuan organisasi yang bersangkutan, termasuk tujuan organisasi dalam kehidupan beragama, sepanjang semuanya dilakukan dalam rangka mencapai tujuan nasional yang berlandaskan kepada Pancasila,” kata Presiden Soeharto.
Dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila, serta menegaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi, dapat dihindari gejolak yang disebabkan sikap fanatisme sempit, saling curiga dan bentuk tindakan ekstrim yang memgikan kepentingan bersama.
Menyesalkan dan Prihatin
Menanggapi secara terbuka untuk pertama kalinya beberapa kejadian kekerasan bulan-bulan yang lalu, Kepala Negara menegaskan :
“Kita sungguh menyesalkan dan prihatin atas terjadinya kekerasan yang dilakukan beberapa oknum tidak betanggung jawab beberapa waktu lalu.” Oknum itu dilukiskan Kepala Negara sebagai orang yang dididorong oleh kefanatikan dan pikiran sempit yang tidak sewajarnya yang tidak mampu mengendalikan diri sehingga melakukan perbuatan sesat.
“Kita bersyukur” demikian Presiden berkat kewaspadaan dan ketegasan aparat keamanan dan masyarakat, peristiwa akibat tindakan kelompok sesat itu dapat segera diatasi dan dilokalisir.
Presiden menandaskan pemerintah tidak akan pernah tunduk kepada ancaman kegiatan ekstrim dan terorisme.
“Gejala tindakan ekstrim dan terorisme harus dicegah sejak dari awal, sebelum sempat berkembang yang hanya akan mendatangkan malapetaka bagi kehidupan masyarakat” tambahnya.
Dikatakan perbedaan pendapat dalam kehidupan demokrasi Pancasila diberi tempat terhormat malahan perbedaan pendapat mempakan unsur dinamis.
Kita semua bertanggung jawab untuk menyelesaikan perbedaan pendapat itu melalui saluran-saluran demokrasi dan cara-cara konstitusional yang tersedia dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Kepala Negara menyadari, pembangunan politik merupakan bagian yang sulit dalam keseluruhan proses pembangunan bangsa dan negara. Terlebih lagi pembangunan politik yang demokratis itu sekaligus juga harus makin memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa yang bhineka ini.
Pertumbuhan berarti menilai kehidupan ekonomi 1984, Presiden Soeharto mengatakan tahun lalu merupakan keadaan lanjutan dari perkembangan ekonomi tidak menguntungkan beberapa tahun sebelumnya yang disebabkan resesi dunia berkepanjangan.
Keadaan lain yang sangat tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah masalah minyak bumi dunia, di mana tahun 1984 harga minyak menghadapi tekanan cukup berat.
Namun, sambungnya, tahun lalu pemerintah telah mengambil berbagai kebijaksanaan termasuk di bidang perpajakan untuk memperkecil pengaruh negatif dari keadaan ekonomi dunia. Kebijaksanaan itu di lain pihak juga untuk terus mencapai pertumbuhan ekonomi yang mungkin dicapai.
Dengan berbagai kebijaksanaan itu, keadaan ekonomi masih dapat mengalami pertumbuhan berarti, yang dapat menjadi kekuatan menghadapi perkembangan di tahun ini.
Kepala Negara menunjuk laju inflasi dalam tahun takwim 1984 dapat dikendalikan, sehingga hanya sebesar 8,76 persen, lebih rendah dari 1983 yang mencapai 11,46 persen.
Produksi beras tahun 1984 juga mencapai kemajuan besar, dengan produksi hampir 25,5 juta ton, suatu jumlah tertinggi yang pernah dicapai selama ini.
Sedang di bidang moneter, dalam semester pertama 1984/85 neraca pembayaran menunjukkan surplus. Sehingga pada akhir September cadangan devisa lebih baik daripada tahun sebelumnya.
Kemajuan lain tahun 1984, menurut Presiden Soeharto, ditandai pula dengan selesainya pembangunan sejumlah proyek penting.
Seperti pabrik pupuk ASEAN di Aceh dan Bontang Kaltim, pabrik semen di Kupang, perluasan pabrik petrokimia dan bahan aktif pestisida di Gresik, beberapa perkebunan dan pabrik kelapa sawit, perluasan pabrik aluminium Asahan, pusat tenaga listrik, bendungan dan irigasi, pelabuhan samudera Pulau Baai Bangkulu serta berbagai proyek lain.
Dengan bekal segala pengalaman dan semua yang telah dicapai hingga akhir tahun 1984, Presiden Soeharto menyerukan masuki tahun 1985 dengan penuh kepercayaan kepada kemampuan sendiri sebagai bangsa.
“Marilah kita masuki tahun baru ini dengan semangat baru dan tekad yang terus kita perbaharui,” demikian Presiden Soeharto. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (02/01/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 6-9.