PIDATO KENEGARAAN PD PRESIDEN DJEN. SUHARTO DI DPRGR TGL 16-8-1967 (IV)

PIDATO KENEGARAAN PD PRESIDEN DJEN. SUHARTO DI DPRGR TGL 16-8-1967 (IV)[1]

 

Djakarta, Angkatan Bersendjata

Dalam rangka inilah gagasan pembentukan suatu partai (Islam) baru jg menghimpun menjalurkan dan menggabungkan semua organisasi Islam non partai itu patut dihargai dan dapat dibenarkan. Pembentukan partai baru jang tidak memenuhi sjarat2 jang saja sebutkan diatas tentu tidak dapat disetujui, karena akan ketentuan azas penjederhanaan.

Saudara2 sekalian:

Mengenai penjelenggaraan kepartaian ini kemudian akan diatur dengan Undang-undang jang sedang disiapkan, jang selandjutnja akan diudji, melalui Pemilihan Umum jang akan datang, sebab dengan demikian dukungan rill dan luas dari rakjat akan lebih njata kemampuan dan kesungguhan adanja akan diukur setjara objektif.

Pemilu

Pemilihan Umum bagi sesuatu Bangsa dan Negara jang mendjujung tinggi azas Demokrasi, sungguh merupakan ukuran barometer daripada kemampuan Bangsa itu dalam menjalurkan aspirasi rakjat setjara demokratis dan realistis. Menjadi ukuran daripada sampai dimana pelaksanaan azas demokrasi itu sendiri2.

Namun demikian Pemilihan Umum adalah tetap suatu alat jang penggunaaanja tidak boleh mengakibatkan rusaknja sendi2 demokrasi dan bahkan dapat menimbulkan hal2 jang memenderitakan rakjat, tapi harus mendjamin sukses perdjuangan Orde Baru jaitu tetap tegaknja Pantjasila dan dipertahankannja Undang2 Dasar 1945, terwujudnja Orde Baru.

Kita semua dewasa ini sedang bersiap2 untuk menghadapi Pemilihan Umum jg menurut ketentuan jang berlaku sesuai dengan ketetapan MPRS harus diselenggarakan pertahan tahun 1968. Apakah ketentuan waktu tsb, dapat dipenuhi waktu tsb, dapat dipenuhi atau tidak, adalah mendjadi kompetensi MPRS untuk memutuskannja.

Dalam hubungan ini Pemerintah akan mengadjukan Pertimbangan, agar supaja penjelenggaraan Pemilihan Umum memberikan djuga waktu setjara wadjar untuk melakukan persiapan2 jang diperlukan setalah Undang2nja dapat dikeluarkan, jang dewasa ini sedang dibahas oleh DPR-GR bersama Pemerintah dan telah terlambat lebih dari enam bulan dari waktu jang telah ditentukan.

Pers

Selanjutnja dalam membina dan menertibkan kehidupan politik, dalam mentjiptakan kehidupan politik jang demokratis dan konstitusionil itu peranan pers sbg manifestasi dari penggunaan hak2 azasi manusia djelas mendapatkan tempat jang penting dan tidak boleh dilupakan. Untuk itu kita telah berhasil memiliki Undang2 Pokok Pers.

Namun demikian penggunaan hak2 kebebasan pers itu djuga harus dapat dipertanggung djawabkan dalam rangka peaksanaan Demokrasi pantjasila seperti jang telah kami uraikan diatas. Hendaknja kita semua, chususnja para karjawan pers dapat men-insyafi tadjamnya pisau pers itu dalam mempengaruhi pendapat rakjat. Oleh karena itu sasaran daripada pemberitaan pers haruslah tepat, harus mentjerminkan sifat iktikad Orde Baru, menghindari praktek2 pers Orde Lama. Adalah suatu kesempatan jang mulai dan tantangan jang berat bagi para karyawan pers untuk menjadi penerangan2 jang berguna bagi masjarakat, bermanfaat bagi pertumbuhan kehidupan Demokrasi Pantjasila, sesuai dengan djiwa dan semangat Orde Baru.

Agama

Saudara2 sekalian

Dalam rangka mentjiptakan tertib politik dan dalam pelakasanaan Demokrasi Pantjasila, maka hak beragama sesuai dengan kejakinan masing2 harus dijamin dan dilindungi. Terlebih-lebih karena Ketuhanan Jang Maha Esa merupakan djalur hidup jang tidak dapat dipisahkan dari Rakjat dan Bangsa Indonesia dan telah menjadi Sila Pertama dari Pantjasila.

Dalam melakukan kehebatan beragama ini, dalam kita memeluk­-memeluk agama ibadah keagamaan sesuai dengan kejakinan kita masing-­masing, hendaknja kita tetap waspada djangan sampai timbul perbedaan perbedaan pendapat jang dapat dimanfaatkan oleh musuh-musuh Orde Baru, musuh-musuh agama jaitu sisa-sisa PKI jang anti Tuhan itu, untuk mengadu domba antara kita dengan kita.

Bangsa Indonesia, sungguh-sungguh merasa bahagia, bahwa kita mempunjai tradisi jg baik mengenai toleransi dan kerukunan agama ini. Tradisi dan kenjataan inilah jang antara lain menguatkan Sila Ketuhanan Jang Maha Esa, dalam Pantjasila kita, dan sebaliknja dengan Pantjasila itu kita kembangkan terus toleransi.

Bangsa kita telah menganut berbagai agama namun demikian kesatuan dan persatuan tetap terpelihara. Setiap orang memang tidak memaksakan seseorang menjadi pemeluknja. Agama bertolak dan kepertjajaan dan kepertjataan ini terletak dalam dasar hatinja seseorang, oleh karena itu, tidak dapat dipaksakan. Suatu masjarakat, suatu Bangsa jang memperuntjing perbedaan agama jang ada didalamnja, akan senantiasa mengalami kesulitan-kesulitan didalam seluruh Bangsa itu sendiri jang apabila tidak dapat dikendalikan mengakibatkan hantjurnya kesatuan Bangsa itu.

Dalam suasana Orde Baru, dimana pelaksanaan Pantjasila dimurnikan dimana telah dilarang adanja golongan jang anti agama, maka hidup keagamaan2 harus lebih sehat dan lebih subur. Seorang sardjana dunia jang kenamaan, mengagumi kerukunan beragama di Indonesia ini, dan dikatakannja bahwa Indonesia adalah negeri dimana agama hidup sebagai tetangga-tetangga jang baik.

Bahkan sardjana itu mengharapkan agar negara-negara lain didunai dalam hal ini mentjontoh Indonesia.

Marilah kita sambut harapan ini, bukan karena kita sekedar ingin dipudji, bukan karena sekedar kita ingin menjadi, tjontoh dunia, melainkan karena tradisi itu baik dan merupakan kepribadian kita pula.

Dalam ruang lingkup dunia, kita wadjib memberikan sumbangan jang mampu kita berikan kepada terwudjudnja toleransi antara agama-agama di dunia umumnja, Pantjasila dan Undang-undang.

Undang2 Dasar 1945 mendjamin kebebasan beragama; disamping itu mewadjibkan, adanja tolerransi agama.

Kebebasan agama adalah merupakan salah satu hak jang paling azasi diantara hak-hak azasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai mahluk tjiptaan Tuhan. Hak kebebasan beragama bukan pemberian negara satu bukan pemberian golongan.

Masalah agama jang timbul hendaknja dapat dinilai dan diselesaikan berdasarkan kematangan berfikir, kematangan ber-pantjasila dan kematangan sampai sendiri.

Djangan sampai timbul kesan, bahwa diusir dalam suasana Orde Baru, dalam semangat memurnikan pelaksanaan Pantjasila dan Undang­-Undang Dasar 1945, dalam suasana kebebasan jang bertanggung djawab masalah agama ini mendjadi bahan perbedaan pendapat.

Seluruh Bangsa telah menerima Pantjasila oleh karena itu dalam seluruh wilayah Tanah Air kebebasan beragama didjamin kebebasan untuk mendjalankan ibadat menurut kejakinan masing-masing djuga didjamin.

Sesuai dengan kebulatan kita menerima Pantjasila, sesuai dengan kebulatan pengertian kita tentang Sila ke Tuhanan Jang Maha Esa, maka kita tidak perlu mempersoalkan majoritas atau minoritas agama.

Sungguh mengharukan, sangat membesarkan hati dan patut dikembangkan, bahwa banjak tempat-tempat di Indonesia dimana  geredja, misalnja berdiri berdekatan dgn mesdjid; bahkah dibanjak tempat, ummat Kristen misalnja setjara bergotong-rojong mendirikan mesdjid atau geredja. (DTS)

Sumber: ANGKATAN BERSENJATA (23/08/1967)

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 594-597.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.