PIDATO KENEGARAAN PD. PRESIDEN DJEN. SUHARTO DI DPRGR TGL 16–8-1967 (IX) [1]
Djakarta, Angkatan Bersendjata
Setiap warganegara harus ikut aktif, mengambil bagian dalam mewudjudkan masjarakat adil & makmur itu, dan agar ada kegairahan bekerdja, setiap warganegara diberi kebebasan memilih lapangan bekerdja jang sesuai dengan keinginan dan bakatnja, sedangkan negara wadjib mengusahakan utk memperoleh pekerdjaan dan kehidupan jang lajak bagi warga negaranja.
Hak milik perseorangan diakui dan harus dimanfaatkan guna kesedjahteraan Rakjat banjak, dan oleh karena itu tidak boleh didjadikan alat untuk menindas atau menghisap sesama manusia.
Potensi inisiatif dan daja tjipta harus terus berkembang sepenuhnja demi kepentingan umum. Warganegara jang tidak mampu bekerdja, fakir-miskin, anak terlantar dan sebagainja memperoleh djamian sosial dari Negara.
Dalam demokrasi ekonomi, dengan demikian Negara mengatur dan memberi arah kepada pertumbuhan ekonomi jang memberikan kebahagiaan kepada seluruh warganegara: sebab negara tidak akan mampu mengatur, apalagi melaksanakan sendiri segala galanja sampai soal-soal jang ketjil.
Oleh karena itu negara dan aparatur ekonomi negara tidak boleh mendesak dan mematikan potensi dan daja kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara. Segala bentuk monopoli, baik oleh negara maupun oleh swasta jang merugikan kepentingan masjarakat dilarang. Monopoli hanja diadakan untuk mendjamin kepentingan Rakjat banjak.
Demokrasi ekonomi melarang sistim “persaingan bebas liberalisme” jang menumbuhkan penindasan dan penghisapan terhadap manusia atau bangsa lain. Akan tetapi kompetisi positif dan konstruktif untuk meninggikan mutu barang dan djasa tetap diperlukan.
Demikianlah kerangka demokrasi ekonomi jang akan kita tjapai sesuai pula dengan ketetapan MPRS, No. XXIII tahun 1966.
Saudara-saudara:
Telah 22 tahun kita merdeka. Sampai seberapa djauh tjita-tjita ini telah tertjapai?
Dimanakah kita sekarang berada dan apakah prospek-prospek atau harapan-harapan dimasa depan?
Pada ulang tahun kemerdekaan jang kedua puluh dua ini kita masih bergulat dengan kemerosotan ekonomi jang kita warisi dari rezim Orde Lama. Inflasi jang kita warisi telah merusak segala sendi-sendi kehidupan ekonomi bangsa kita. Ia telah pula menimbulkan pembagian pendapatan jang tidak adil, dan hampir menghilangkan kesempatan akan pekerdjaan ataupun penghidupan jang lajak bagi rakjat kita.
Sedjalan dengan inflasi ini, maka kemakmuran Rakjat kita semakin merosot. Pertumbuhan ekonomi selama beberapa tahun achir-achir ini terlalu rendah, bahkan tidak sepadan dengan ketjepatan bertambahnja penduduk bangsa kita. Akibatnja adalah bahwa pendapatan nasional per-djiwa penduduk semakin ketjil dan kemakmuran Rakjat kita semakin mundur.
Dibandingkan dengan lain-lain negara didunia, maka ekonomi Indonesia djauh ketinggalan; tjita-tjita masjarakat adil dan makmur, masih djauh dari kenjataan. Disamping itu, djuga tjara pengaturan kehidupan ekonomi telah diselewengkan dari landasan demokrasi ekonomi oleh rezim Orde-Lama. Ekonomi Indonesia diatur tanpa menghiraukan pengawasan efektif dari Dewan Perwakilan Rakjat (melalui budget dan perundang-undangan); sedangkan hukum-hukum ekonomi tidak diperhatikan, Tjampur tangan Pemerintah dalam kehidupan ekonomi terlalu luas dan mendalam sehingga melumpuhkan daja kreasi swasta dan inisiatif masjarakat.
Oleh MPRS penjimpangan ini telah dikoreksi, dan kepada Pemerintah telah ditugaskan untuk kembali kepada Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 setjara murni dan konsekwen. Chusus untuk mengatasi kemerosotan ekonomi itu, maka kepada Kabinet Ampera ditugaskan untuk mengusahakan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi.
Sedangkan untuk djangka pandjang maka skala prioritas adalah pembangunan bidang pertanian, bidang prasarana dan bidang industri pertambangan dan minjak.
Berlandaskan pada ketetapan MPRS itulah, oleh Pemerintah sedjak Oktober 1968 telah diambil tindakan2 stabilisasi ekonomi dalam tiga gelombang.
Gelombang pertama adalah rangkaian kebidjaksanaan ekonomi jang dikenal dengan “Peraturan & Oktober”, gelombang kedua adalah tindakan2 ekonomi jang dikenal dengan “Peraturan 19 Pebruari 1967” dan gelombang ketiga adalah “Peraturan 28 Djuli 1967”.
Tindakan-tindakan ekonomi jang bergelombang ini bertudjuan untuk mengendalikan ladju inflasi disatu fihak, dan dilain fihak mengichtiarkan rehabilitasi ekonomi agar tertjiptalah landasan jang kokoh bagi persiapan pembangunan ekonomi jang Isnja Allah apabila disetudjui oleh DPR-GR atau disjahkan oleh MPRS direntjanakan akan dimulai setjara bertentjana mulai tahun 1969 jang akan datang, dalam rangka pelaksanaan Rentjana Pembangunan lima tahun.
Tindakan ekonomi jang tertjakup dalam “peraturan 3 Oktober” memuat pokok2 usaha:
- kebidjaksanaan anggaran belandja jang seimbang untuk meniadakan salah satu sebab daripada inflasi jaitu defisit dalam anggaran belandja. Pengarahan jang lebih tepat dari pada pengeluaran diharapkan lebih memperlantjar barang dan produksi, sedangkan sumber2 penerimaan negara lebih mengutamakan pembebanan setjara lebih adil daripada pembiajaan usaha ekonomi;
- kebidjaksanaan perdagangan luar negeri lebih memberikan keleluasaan ruang gerak bagi eksportir, sedangkan melalui sistim Bonus Eksport, alokasi devisa ingin lebih tersalurkan kesasaran produksi;
- kebidjaksanaan kredit2 setjara selektif dan lebih terarah pada usaha2 produktif, chususnja dibidang pangan, ekspor, prasarana dan industri;
- kebidjaksabnaan penjelesaian dan penundaan pembajaran hutang2 luar negeri dengan maksud untuk mengurangi beban pembajaran dalam neratja pembajaran, sehingga memberi ruang jang lebih luas dalam penggunaan devisa kita jang sudah terbatas ini;
- kebidjaksanaan mengundang penanaman modal asing, dimaksudkan untuk membuka kesempatan pada luar negeri untuk turut serta membuka kekajaan alam tanah air kita, membuka kesempatan kerdja serta membantu usaha peningkatan Nasional, oleh karena kemampuan Nasional sendiri hampir tidak ada.
- kebidjaksanaan de-kontrol dan de-birokratisasi, dimaksudkan untuk mengembangkan daja kreasi dan inisiatif masjarakat untuk turut serta berusaha dalam pembangunan ekonomi negara kita.
Pada tanggal 10 Pebruari telah diambil serangkaian tindakan dibidang penjesuaian harga dan tarif, dengan maksud untuk menghilangkan berbagai kepintjangan dalam perbandingan harga, dan memberi kemungkinan bagi perusahaan2 untuk memenuhi keperluannja dengan sumber pembiajaannja sendiri.
Lagi pula diharapkan agar dengan djalan demikian, efisiensi didalam perusahaan dapat lebih ditingkatkan, sedangkan beban jang tadinja dipikulkan pada rakjat bukan konsumen djasa-djasa kini dapat dikembalikan pada konsumen-konseumen jang menikmati djasa-djasa dari perusahaan-perusahaan itu.
Rangkaian tindakan-tindakan ekononi djelas mempengaruhi perkembangan ekonomi kita. Sasaran Pemerintah untuk menundukan inflasi achir-achir ini mendjukan hasil-hasil jang tidak ketjil.
Ladju inflasi jang selama ini bergerak antara 10 hingga 60 persen sebulan, achimja dapat ditundukan menjadi kurang dari 60 persen sebulan. Dan bahkan sedjak bulan Maret 1967 jang lain terbuktilah bahwa ladju inflasi berada dibawah 3 persen sebulan.
Sedjak semula Pemerintahan merentjanakan stabilising ini merasa perlu untuk melakukannja dengan setjara bertahap. Tindakan stabilisasi ekonomi telah berdjalan 10 bulan dan sekarang telah meningkat ke tahap konsolidasi, maka Pemerintah merasa perlu untuk lebih menjempurnakan. Atau mengkonsolidasikan tindakan-tindakan jang telah dirintis sedjak 8 oktober 1966 jg lalu.
Arah penjempurnaan terutama diletakan pada kelantjaran arus barang, agar dapat memberikan pengaruh positif pada usaha pengendalian inflasi sambil memulihkan aparat-aparat produksi.
Dalam usaha melantjarkan arus barang ini, Pemerintah sadar bahwa persediaan devisa merupakan faktor jang paling membatasi kelantjaran ini. Baik untuk impor bahan baku, alat-alat onderdil (spareparts) dan peralatan modal produksi dalam negeri diperlukan devisa.
Maka usaha jang mutlak harus dilakukan adalah untuk lebih memperbesar persediaan devisa ini dan dilain fihak mengarahkan penggunaannja untuk keperluan produksi dalam negeri.
Dalam hubungan inilah diambil rangkaian tindakan untuk memperbesar persediaan devisa jang berupa. (DTS)
Sumber: ANGKATAN BERSENDJATA (29/08/1967)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 612-616.