PIDATO PRESIDEN AKHIR TAHUN 1991: CEGAH MUNCULNYA FANATISME GOLONGAN DALAM PEMILU 1992

PIDATO PRESIDEN AKHIR TAHUN 1991: CEGAH MUNCULNYA FANATISME GOLONGAN DALAM PEMILU 1992

 

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto menyerukan, di tahun-tahun mendatang akan terus ditingkatkan otonomi, desentralisasi, dekonsentrasi dan deregulasi dalam berbagai bidang. Selain itu, Kepala Negara menegaskan bahwa dalam pelaksanaan pemilihan umum tahun ini harus dicegah jangan sampai timbul fanatisme golongan dalam bentuk apapun. Fanatisme golongan akan memecah belah bangsa.

Diingatkan pula, rasa persatuan dan kesatuan bangsa tidak bisa dianggap sebagai barang jadi, perlu pemupukan terus menerus dengan penuh ketekunan dan tanggung jawab. Perubahan-perubahan yang akan dilakukan tidak membuka celah-celah rawan.

Dalam pidatonya yang disiarkan TVRI dan RRT hari Selasa pukul 19.30 WIB (31/12), Presiden menyebutkan tiga tugas nasional yang besar untuk tahun 1992 ini, ialah pemilihan umum 1992, pelantikan dan siding pertama MPR dan DPR hasil Pemilu serta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non Blok.

Presiden juga mengemukakan berbagai kebijakan yang harus dilanjutkan. Antara lain, masih perlunya keserasian pembangunan dalam berbagai sektor ekonomi, pengendalian inflasi dan keseimbangan neraca pembayaran, pembangunan sektor industri dengan memperhatikan kelestarian lingkungan serta melanjutkan penyelenggaraan pertemuan akbar kebudayaan secara berkala (seperti Kongres Kebudayaaan Nasional dan Festival Istiqlal 1991).

Kepala Negara mengimbau pula, di tahun 1992 ini perlu ditingkatkan kewaspadaan dalam pengendalian perekonomian nasional, karena sekarang pun telah ada tanda-tanda perekonomian dunia sedang mengalami kelesuan dan mengandung berbagai kemungkinan yang sulit diramal. “Yang penting adalah kebulatan tekad kita untuk bekerja keras, memanfaatkan secara tepat tiap peluang yang terbuka,” kata Presiden.

 

Belasungkawa

Menjelang akhir pidatonya, Presiden mengulangi pernyataannya mengenai rasa prihatinnya yang dalam mengenai musibah yang tidak diharapkan bersama, yakni Peristiwa Dili 12November 1991. “Saya tidak akan berpanjang lebar mengenai hal ini. Semua aspek yang menjadi latar belakang dan peristiwa itu secara luas dan terbuka telah kita ketahui bersama dari laporan Komisi Penyelidik Nasional yang saya bentuk,” kata Kepala Negara.

Dalam kesempatan ini, demikian kata Kepala Negara, “secara khusus, saya ingin sekali lagi menyampaikan rasa belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada semua keluarga masyarakat Timor Timur, yang anggota keluarganya tidak berdosa dan telah tewas dalam insiden itu.”

“Saya juga ingin menyatakan rasa ikut prihatin saya kepada keluarga-keluarga di wilayah propinsi termuda kita itu, yang sampai saat ini ada sanak keluarganya yang belum kembali ke rurnah,” ujar Presiden.

Menurut Presiden, banyak pelajaran yang harus diarnbil hikmahnya dari musibah ini. “Dengan memperbaiki semua kekurangan dankesalahan kita di masa larnpau, saya . ajak seluruhjajaran pemerintahan danABRl yang bertugas di daerah itu bersarna­ sama seluruh masyarakat melanjutkan pembangunan daerah Timor Timur,” kata Presiden.

Ditegaskan, “kesejahteraan lahir batin rakyat daerah Timor Timur itulah yang harus menjadi pusat perhatian kita yang paling utama di masa mendatang.”

 

Wilayah Bagian Timur

Kepala Negara mengungkapkan perasaan lega Bangsa Indonesia karena pembangunan yang selama ini dilakukan telah menunjukkan hasil nyata. Dikatakan, pengolahan hasil Sensus Penduduk yang dilakukan Biro Statistik, menunjukkan jumlah rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan makin bertambah kecil. Ini berarti Bangsa Indonesia terus bergerak ke arah tujuan utama pembangunannya, yakni mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun Presiden memperlihatkan, perbedaan kemajuan antar daerah di Indonesia masih cukup besar, khususnya antara wilayah bagian barat Tanah Air dengan wilayah bagian timur. “Perkembangan masyarakat kita di daerah-daerah memang perlu memperoleh perhatian makin besar, karena di daerah-daerah itulah hidupnya rakyat kita sehari-hari dan di daerah itulah tumbuh serta berkembangnya berbagai masalah yang harus kita selesaikan.”

Itulah sebabnya, ujar Presiden, di tahun-tahun mendatang akan terus ditingkatkan otonomi, desentralisasi, dekonsentrasi dan deregulasi dalam berbagai bidang. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat makin mengembangkan kreativitas dan prakarsanya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Kebijaksanaan ini pada dasamya mernpakan penjabaran dari asas kedaulatan rakyat yang dianut di negeri ini.

Tahun 1992 ini, jelas Presiden, merupakan tahun yang sangat penting bagi kehidupan Bangsa Indonesia. Karena tahun ini ada pemilu, pelantikan dan sidang MPR/DPR serta KTT Non Blok.

Presiden mengutarakan, pemilu merupakan momen penting untuk menyegarkan kehidupan Bangsa Indonesia, karena dengan itu MPR akan dibentuk. Dan, melalui MPR itu Bangsa Indonesia akan menyegarkan wawasan, gagasan, rencana dan kebijakan untuk lima tahun berikutnya serta memilih Presiden/Mandataris yang akhimya diberi amanah untuk melaksanakan GBHN 1993.

Pemilu, lanjut Kepala Negara, merupakan lembaga politik yang penting bagi bangsa, dan khususnya bagi generasi muda. Seluruh lapisan kepemimpinan nasional dijajaran pemerintahan dan yang berkecimpung di masyarakat perlu mempersiapkan seluruh generasi muda agar menjadi warga negara yang memiliki ke sadaran kebangsaan yang tinggi dan mengetahui hak serta kewajiban.

“Dalam pelaksanaan pemilihan umum harus dicegah jangan sampai timbul fanatisme golongan dalam bentuk apapun. Sebab jelas, karena fanatisme golongan memecah belah bangsa ,” kata Kepala Negara.

Presiden menjelaskan pentingnya KTT Gerakan Non Blok (GNB) mendatang dalam rangka perjuangan mencapai tarafhidup lebih baik dari negara -negara Dunia Ketiga yang umumnya lahir setelah Perang Dunia II. Masalah masalah pokok yang dihadapi negara-negara Dunia Ketiga termasuk Indonesia, pada umumnya sama, yaitu memerangi keterbelakangan dan kemiskinan.

“Aspirasi kita pada dasarnya juga tidak jauh berbeda. Oleh karena itu dengan terus memelihara kerja sama yang adil dengan negara-negara industri maju, kita perlu mempererat kerja sama antara negara-negara yang sedang membangun,” lanjut Kepala Negara.

Oleh karena itu, kata Presiden, diharapkan KTT Gerakan Non Blok tahun 1992 di Jakarta dapat dikembangkan menjadi forum kerja sama untuk mewujudkan dunia lebih baik, demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat anggota GNB dan umat manusia umumnya.

 

Bumi Makin Panas

Presiden juga mengutarakan perhatian utama pembangunan tetap pada pembangunan ekonomi yang tidak melalaikan pembangunan segi lainnya, seperti pengembangan kehidupan politik, penyegaran kehidupan demokrasi, makin menegakkan hukum, penyegaran kehidupan kebudayaan serta terus memperdalam kehidupan keagamaan.

Diperlihatkan, tahun ini bangsa Indonesia mengalami musim kering yang keras dan panjang. “Menghadapi keadaan ini kita telah berusaha keras agar kebutuhan pangan tetap cukup dan swasembada beras dapat kita pertahankan,” ujar Kepala Negara.

Ini, tambah Presiden, merupakan pengalaman yang bisa digunakan untuk memperhatikan iklim agar dapat diambil langkah-langkah pengamanan jauh sebelum terjadi.

Menurut Presiden, perubahan iklim antara lain diakibatkan perubahan iklim dunia yang disebabkan bertambahnya panas bumi. Sebagian besar bertambah panasnya bumi, diakibatkan kurangnya perhatian terhadap kelestarian lingkungan dan gaya hidup boros di negara-negara industri maju.

Sebab itu, Presiden menekankan pembangunan industri harus disertai perhatian terhadap kelestarian lingkungan secara berencana dan terus menerus, baik itu di kota­kota maupun di desa-desa, sungai-sungai, laut-laut dan gunung-gunung.

 

Keserasian Ekonomi

Selanjutnya Kepala Negara menekankan, keserasian pembangunan dalam berbagai sektor ekonomi. Kecepatan pembangunan pada suatu sektor yang belum dapat diimbangi oleh dukungan sektor lainnya dapat menimbulkan masalah baru. Karena itu, dari waktu ke waktu, secara kenyal harus diambil berbagai kebijaksanaan penyesuaian untuk memelihara momentum kemajuan ekonomi yang telah dicapai. “Dengan demikian ekonomi kita tumbuh sehat, seimbang dan berkelanjutan,” ujar Presiden.

Dalam hubungan ini, lanjut Presiden pengendalian inflasi dan keseimbangan neraca pembayaran tetap merupakan kebijakan Pemerintah yang penting. “Saya menyadari, kebijakan ini telah mengakibatkan kesulitan perkreditan di berbagai kalangan dunia usaha kita. Namun langkah-langkah yang berat itu harus kita ambil secara berani dan harus kita pikul bersama dengan penuh kesadaran agar perekonomian kita tetap berkembang secara sehat dan arnan,” tutur Presiden.

 

Celah Rawan

Dalam penjelasan mengenai perubahan dunia yang cepat seperti sekarang ini, Presiden memperlihatkan adanya bangsa yang dulu merupakan satu bangsa kemudian memecah. Dari situ, lanjut Presiden bisa ditarik suatu pelajaran bahwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tidak bisa dianggap sebagai barang jadi.

Persatuan dan kesatuan bangsa perlu terus-menerus di pupuk dengan penuh ketekunan dan dibina bersama dengan penuh tanggungjawab. Rasa kebersamaan, kesetiakawanan dan rasa senasib sepenanggungan harus diperkuat dengan langkah­langkah nyata di segala bidang kehidupan.

“Perubahan-perubahan yang kita inginkan perlu kita lakukan dengan sikap tanggungjawab, kehati-hatian dan kewaspadaan. Perubahan-perubahan itu tidak boleh membuka celah celah yang rawan, sehingga membahayakan persatuan dan kesatuan kita. Itulah sebabnya kita bertekad memelihara stabilitas nasional yang dinarnis,” kata Presiden.

 

 

 

Sumber : KOMPAS (02/01/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 4-8.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.