PPKI MEMUTUSKAN PEMBENTUKAN KOMITE NASIONAL PUSAT

PPKI MEMUTUSKAN PEMBENTUKAN KOMITE NASIONAL PUSAT [1]

 

Djakarta, Kompas

Pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI memutuskan pembentukan Komite Nasional Pusat, di Djakarta dan Komite Nasional di daerah Komite Nasional Pusat, jang djuga dikenal dengan nama Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP, beranggautakan kl 135 tokoh terkemuka, dan dilantik serta bersidang untuk pertama kalinja pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian (Pasar Baru) Djakarta. Dalam sidang pertama itu, Mr. Kasiman Singodimedjo dipilih sebagai Ketua dan Mr. Latuharhary, Sutardjo Karthadiutumo serta Adam Malik sebagai Wakil Ketua.

Komite Nasional itu kemudian mengeluarkan sebuah mosi dan sebuah maklumat jang berisikan pernjataan kesiap siagaan Bangsa Indonesia Indonesia untuk menuntut pengakuan kemerdekaannja dari seluruh rakjat Indonesia serta mewajibkan segenap rakjat Indonesia untuk menjempurnakan kemerdekaan bangsa dan membantu pemerintah. Jang dimaksud dengan kata Pemerintah pada waktu itu sendiri sebagai pembantu Presiden.

Baru dalam sidangnja jang kedua tanggal 16 dan 17 Oktober 1945, kedudukan dan kewadjiban itu, Komite Nasional Pusat memilih 15 orang anggautanja mendjadi badan pekerdja untuk mendjalankan pekerdjaan sehari2. Sebagai ketua dari BP KNIP dipilih Sutan Sjahrir, sedangan Mr Amir Sarifuddin sebagai wakil Ketua dan Mr Suwandi sebagai Penulis.

Kini Presiden harus membagi kekuasaan MPR (menetapkan garis2 besar haluan negara) dan kekuasaan DPR (menetapkan Undang2) jang dimilikinja berdasarkan pasal IV Peraturan Perselisihan UUD 45 dengan Komite Nasional Pusat/Badan Pekerdjanja.

Walaupun setjara formil kehidupan parlementer di Indonesia baru dimulai pada tanggal 16 Oktober 1945, namun sebelum itu, PPKI dan KNP pada hakekatnja telah memiliki tjiri2 sebagai lembaga perwakilan rakjat djuga. Ini dinjatakan oleh Wakil Presiden Drs Moh. Hatta pada tanggal 29 Agustus 1945 dalam seruannja kepada seluruh rakjat Indonesia melalui RRI Djakarta: “Dalam hal ini djangan dilupakan bawa anggautanja (anggauta2 PKI dan KNP – red) datang dari seluruh kepulauan Indonesia sebagai wakil golongan jang terpenting dalam masjarakat Indonesia.

Dan karena itu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia jang pada hakekatnja djuga Komite Nasional mempunjai sifat representatif, sifat perwakilan, bagi seluruh rakjat Indonesia” .

Mulai Berfungsi

Dalam aturan tambahan dari UUD 45 ditetapkan bahwa ” Dalam enam bulan sesudah berachirnja peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menjelenggarakan segala hal jang ditetapkan dalam Undang2 Dasar ini.

Kemudian ditetapkan djuga: ” Dalam enam bulan sesudah Madjelis Permusjawaratan Rakjat dibentuk, Madjelis itu bersidang untuk menetapkan Undang2 Dasar”.

Kedua ketentuan diatas (setjara tidak langsung) menghendaki agar dalam enam bulan setelah perang selesai, MPR dan DPR sudah dipilih. Namun keadaan pada waktu itu tidak mengindjinkan untuk mengadakan pemilihan umum. Pemilu harus dilaksanakan pada tahun 1955.

Dengan demikian maka komite Nasional Pusat tetap memegang fungsi serta kekusaan MPR dan DPR. Masa perdjuangan pada waktu itu djuga tidak memungkinkan KNP mendjalankan fungsinja setjara teratur. Selain dua kali sidang dinas, selama masa periode revolusi fisik (hingga tahun 1949), KNP hanja sempat bersidang empat kali lagi. Dan tempatnjapun berpindah2. Mula2 di Djakarta, kemudian pindah ke Purworedjo dan jang terachir ke Jogjakarta.

Sidang2 inipun diselenggarakan di gedung jang berlainan pula Selama di Djakarta, KNP berkantor di Djl Tjilatjap No.4 (Gedung PDK sekarang, Djuga pernah bersidang di gedung sekolah Kristen Djl Diponegoro (depan RSUP). Periode Djakarta ini diachiri dengan sidang KNP di Solo. Kemudian, dalam periode di Purworedjo, KNP djuga pernah bersidang di kota Malang.

Walaupun dalam keadaan serba darurat, KNP telah berhasil mendjalankan fungsinja dengan tjukup baik. Selama periode Djakarta (kurang lebih sebulan) hasil KNP memang tidak banjak, Tetapi diantaranya sangat menentukan perdjuangan dikemudian hari.

Pada tanggal 1 Nopember 1945 KNP untuk pertama kalinja mendjalankan tugas MPR dengan ikut serta menentukan garis besar haluan negara dibidang politik luar negeri. Hasilnja Pemerintah jang menjatakan bahwa atas dasar pengakuan kedaulatan Negara dan Pemerintah Indonesia, bangsa Indonesia bersedia: a. bekerdjasama dengan semua bangsa, terutama Amerika Serikat, Australia, Filipina dan Belanda; b. mengakui semua hutang2 Hindia Belanda dan jang patut ditanggung dan c. mengembalikan milik bangsa asing dan membajar ganti rugi untuk milik jang diperlukan oleh Negara.

Di bidang politik dalam negeri, maklumat tersebut (jang djuga dikenal dengan Manifesto politik Hatta) menjatakan akan mengusahakan: a. pelaksanaan kedaulatan rakjat dengan peraturan kewarganegaraan dimana kaum Indo diakui sebagai patriot dan demokrat Indonesia” b. penjelenggaraan pemilihan umum dan c. penjelenggaraan rentjana kemakmuran dan sebagainja.

Selandjutnja pada tanggal 3 Nopember 1945, atas usul dari Badan Pekerdja KNP, Pemerintah, mengumumkan Maklumat tentang kepartaian. Dianjurkan agar dalam menghadapi pemilihan umum jang akan diselenggarakan itu, partai politik dibentuk sehingga aliran dalam masjarakat dapat disalurkan.

Pada tanggal 23 November 1945 lahirlah UU No. I tahun 1945 sebagai hasil usul inisiatip KNP (Usul Inisiatip pertama dalam sedjarah Parlementer Indonesia). Isinja: pemberian kedudukan sebagai Badan Perwakilan Daerah dengan tugas legislatip kepada Komite Nasional Daerah.

Pendek kata, dalam masa perdjuangan fisik (hingga achir tahun 1949), BP KNP telah menghasilkan 113 produk legislatip (UU). Sementara itu, susunan keanggautaan KNP mengalami beberapa perubahan sehubungan dengan terbentuknja kabinet Sjahrir I dan selandjutnja. Pada tanggal 27 Desember 1945, Soepeno dipilih mendjadi Ketua BP KNP, Moh Natsir dan Sjafrudin Prawiranegara masing2 menjadi wakil ketua dan penulis. Tetapi setelah Moh Natsir pada bulan Djanuari 1946 didjadikan Menteri penerangan Mr. Assat diangkat mendjadi Ketua dan Soepeno mendjadi penulis.

Pada Djaman RIS

Sementara itu, waktu berdjalan terus, perdjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia mengalami perubahan2 jang menghasilkan konperensi dengan fihak Belanda dengan diachiri dengan Konperesi Meja Bundar pada bulan Nopember 1949.

Dalam sidangnja jang ke IV jang berlangsung dari tanggal 6 Desember hingga 15 Desember 1949, KNP menerima baik hasil KMB dengan perbandingan suara 226 setudju, 62 suara menolak dan 31 suara blank. Persetudjuan KNP itu kemudian dituangkan dalam sebuah Maklumat dan dua Undang.

Isi maklumat tersebut pada pokoknja menjatakan bahwa hanja Negara Republik Indonesia Serikatlah jang dapat merdeka berdaulat sepenuhnja atas seluruh wilajah Indonesia. Kedua Undang-undang jang diumumkan pada tanggal 14 Desember 1949 masing2 mengesahkan 1. Induk persetudjuan KMB dan 2. Konstitusi RIS dan setelah sidang ke VI itu, maka segala aktivis BP KNP berkisar pada masalah2 pembentukan Negara RIS.

Menurut konsitusi sementara RIS, Negara RIS berbentuk federal jang terdiri dari a. Negara RI Jogja dan b. Negara2 bagian serta daerah lainnja, semuanja meliputi 16 daerah. Kedualatan RIS dilakukan oleh Pemerintah bersama2 dengan Dewan Perwakilan Rakjat dan Senat.

DPR RIS terdiri dati 150 orang anggota jang mewakili seluruh rakjat Indonesia. Dari djumlah tersebut, 50 diantaranja berasal dati Negara Bagian Jogya dan 100 lainnja dari daerah2 lain. Golongan minoritas Tjina, Eropa dan Arab sekurang2nja diwakili oleh 9,6 dan 3 orang.

Senat merupakan perwakilan dari negara2 bagian jang masing2 diwakili oleh dua orang. Dengan demikian maka Senat RIS beranggautakan 32 orang.

DPR dan senat RIS kemudian dilantik oleh Presiden RIS (Ir. Sukarno) pada Tanggal 15 Nopember dari RIS dan DPR dan senat mempunjai kekuasaan legislatip, jakni pembentukan UU Federal jang berlaku bagi seluruh wilayah RIS.

Selain itu, DPR dan Senat masih mempunjai beberapa hak jang dimiliki bersama2 maupun jang hanja dimiliki oleh salah satu badan tersebut. Beberapa diantaranja adalah hak inisiatip, hak budget, hak angket dan sebagainja. Djuga hak kontrol, selain mempunyai wewenang legislatip, Senat djuga berfungsi sebagai madjelis penasehat bagi pemerintah. Fungsi ini tidak dimiliki oleh DPR.

DPR dan Senat RIS sedianja direntjanakan akan bekerdjasama selama satu tahun. Selandjutnja direntjanakan untuk diadakan pemilihan umum bagi keanggautaan kedua badan tersebut. Tetapi dalam kenjataaannja, kedua badan ini dan djuga Negara RIS sendiri tidak sampai mentjapai usia satu tahun, karena negara2 Bagian RIS membubarkan diri satu per satu untuk menggabungkan diri pada negara RI Jogja. Dalam waktu kurang dari satu tahun itu, kedua badan tersebut langsung menghasilkan 28 UU.

DPRS

Pasal 43 Konstitusi sementara RIS bahwa kehendak2 di daerah jang dinjatakan tengah merdeka menurut djalan demokrasi, memutuskan status kesudahannja jang akan diduduki oleh daerah2 jang bersangkutan dalam RIS. Atas dasar keputusan tersebut dan dengan surat, mosi2 dan resolusi, partai2, ormas2 dan backup pada tanggal 17 Agustus 1956 negara RIS dibubarkan dan ke negara Kesatuan RI dibentuk kembali. Bersamaan itu pula berlaku UUDS 1950.

Menurut UUDS, Dewan Perwakilan Rakjat mewakili rakjat seluruh Indonesia jang terdiri dari sedjumlah anggauta jang besarnja ditetapkan berdasarkan perhitungan setiap 300.000 djiwa mempunjai wakil. Sedangkan golongan minoritas Tionghoa, Eropa dan Arab mempunjai wakil2 berturut2 9,6 dan 3 orang.

Tetapi selama DPR belum tersusun berdasarkan pemilu, maka, untuk pertama kali keanggautaannja terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, dan anggauta2 DPR dan Senat RIS, BPKNP dan DPA (ps. 77 UUDS). Dengan demikian maka untuk pertama kali ini anggauta DPRS terdiri dari 236 anggauta. Dalam UUDS tidak diadakan suatu kemungkinan bagi penambahan anggauta. Dari sebab itu beberapa tahun kemudian, keanggautaan DPRS itu berkurang mendjadi 213 orang. Karena meninggal atau mengundurkan diri. Kemudian pada tahun 1954 dikeluarkan sebuah UU No.37/1954 jang memungkinkan penambahan djumlah anggauta DPRS. UU tersebut berlaku hingga tanggal 17 Agustus 1950. Atas dasar UU tersebut maka djumlah anggaran DPRS kemudian ditingkatkan lagi mendjadi 235 orang.

Para anggauta DPRS itu lambat laun menggabungkan diri dalam fraksi2, sehingga kemudian terbentuklah fraksi2 seperti Masjumi, PNI, PIR, PSI, Demokrat, PKI, Partai Buruh, PSII, Katolik, Parkindo, Front Wanita, Front Buruh, BTI, Blok Islam, Kedaulatan rakjat dan lain2. (DTS)

Sumber: KOMPAS (13/08/1970)

 

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 494-498.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.