PRESIDEN: AKAN DITINJAU LAGI, PELAKSANAAN KREDIT USAHA KECIL[1]
Sukoharjo, Kompas
Presiden Soeharto mengisyaratkan, pemerintah akan meninjau kembali pelaksanaan KUK (Kredit Usaha Kecil) maupun kredit-kredit pedesaan yang semula ditujukan untuk membantu para perajin serta pengusaha kecil. Kalau kebijakan (KUK) itu ternyata belum membantu, atau bahkan menyulitkan pengusaha kecil, pemerintah mempertimbangkan untuk mengubahnya.
Hal itu disampaikan Presiden dalam acara Temu Wicara dengan sejumlah pengusaha anak-angkat dan bapak-angkat, dalam rangka peresmian serta perluasan 275 pabrik kelompok aneka indu stri yang dipusatkan di peru sahaan PT. Sri Rejeki Isman Tekstil, Kabupaten Sukoharjo, Jateng, hari Senin (2/3).
Menteri Perindustrian Hartarto dalam laporannya kemarin mengatakan, bahwa peresmian 275 pabrik dari Kelompok Aneka Industri itu meliputi 192 pabrik baru serta perluasan 83 pabrik, terdiri dari 27 perusahaan PMA (penanaman moda l asing), 72 PMDN (penanaman modal dalam negeri), dan 176 non-PM A/non-PMDN yang berlokasi di 21 propinsi. Industri-industri itu meliputi bidang pan gan, tekstil, kimia hilir, alat listrik dan logam, serta bahan bangunan dan umum. Keseluruhan investasi yang ditanamkan mencapai 1,007 milyar dollar AS, dan menyerap 97.000 tenaga kerja.
Sementara itu, Lukminto dari Sri Tex mewakili 275 pengusaha mengatakan, bahwa industri-industri tersebut punya daya saing kuat di pasar internasional, karena hampir semuanya mengolah sumber daya alam.
“Sebagian besar sudah berhasil menembus pasaran global. Dan, kami menyatakan siap memasuki kawasan Perdagangan Bebas ASEAN mulai tahun 1993,” katanya mantap.
Masa Kritis
Kepala Negara dalam sambutannya mengingatkan, tahap tinggal landas yang akan kita masuki merupakan tahap yang kritis. Dikatakan ,
“Apabila kita berhasil melampauinya dengan sukses, maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang maju dengan cepat. Sebaliknya jika sampai gagal, kehidupan bangsa kita akan merosot, dan tidak mustahil kita akan mengalami gejolak yang berkepanjangan .”
Ditambahkan, bekal sangat penting untuk menghadapi masa kritis itu adalah terciptanya stabilitas nasional yang mantap dan dinamis. Karena itu perlu dijaga dan dikembangkan. Presiden mengutarakan, pembangunan industri yang pesat selain mempercepat laju pembangunan, juga menimbulkan berbagai masalah. Di antaranya, kesenjangan antara kekuatan yang sudah memanfaatkan peluang yang terbuka dan mereka yang belurn dapat memanfaatkan peluang tadi.
Menurut Presiden, pengembangan kelompok aneka industri perlu didorong, karena menyerap banyak tenaga kerja, dan sekaligus menumbuhkan usahawan menengah dalam jurnlah besar. Hal itu bisa mengurangi kesenjangan tadi. Kelompok industri ini juga dikatakan memiliki daya saing yang kuat diantara negara-negara ASEAN.
KUK
Dalam kesempatan Temu Wicara dengan Presiden Soeharto, seorang pengusaha yang mewakili kelompok industri batik tradisional meminta agar pemerintah memberi perlindungan kepada industri batik tulis (tradisional). Mereka merasa tak mampu bersaing menghadapi produk batik jenis printing, disamping itu menemui kesulitan permodalan terutama untuk memperoleh kredit dari bank.
“Sejak dihapuskannya KlK dan KMKP, maka lengkaplah penderitaan kami,” katanya sambil mengharapkan agar kedua jenis kredit tersebut dihidupkan kembali. Ditambahkan pula, kemungkinan membentuk Badan Penyangga Kredit Industri Kecil yang dananya diperoleh dari para pengusaha besar (bapak angkat).
Kepala Negara mengatakan, pemerintah akan mempelajari pelaksanaan pemberian KUK (Kredit Usaha Kecil) yang diwajibkan bagi bank agar memberikan 20 persen kreditnya untuk kalangan pengusaha kecil. KUK, demikian Presiden merupakan pengganti KlK atau KMKP. Hanya bedanya, bunga KlK/KMKP disubsidi pemerintah, sedang bunga KUK sama dengan kredit yang lain. Presiden menyadari bahwa di tengah situasi perekonornian dewasa ini, ditambah kebijakan uang ketat, para pengusaha kecil makin tak mampu bersaing di pasaran.
Sementara kebijakan KUK, ataupun kredit-kredit pedesaan lainnya, sebenarnya ditujukan untuk membantu para perajin serta pengusaha kecil.
“Tetapi kalau perubahan (dari KIK jadi KUK red) itu ternyata belum membawa hasil seperti yang diharapkan, maka pemerintah akan mempertimbangkan untuk mengubahnya dengan cara-cara yang lebih bermanfaat,” ujarnya.
Jangan Cengeng
Di hadapan peserta Temu Wicara, sebelumnya Kepala Negara yang didampingi Menperin Hartarto, Menpen Hannoko dan Gubernur Jateng Ismail, menandaskan bahwa pembangunan ekonomi nasional didasarkan pada usaha bersama dan kekeluargaan. Ia mengingatkan, apabila dalam setiap peraturan atau kebijaksanaan yang dikeluarkan pemerintah, dianggap tidak baik, atau pahit, rakyat diminta mempertimbangkan kebenaran anggapannya itu.
“Kalau memang tidak benar dan pahit,” ujar Presiden, “Sebagai warga negara yang berdasarkan Pancasila, yang menghayati dan mengamalkan Pancasila, serta melaksanakan Eka Prasetya Panca Karsa, ia harus mengorbankan kepentingan diri dan golongannya demi kepentingan yang lebih besar. Kepentingan lebih besar itu tak lain adalah demi sebesar-besar kemakrnuran rakyat.”
Menekankan tentang pembangunan ekonomi yang didasarkan usaha bersama dan kekeluargaan, Kepala Negara menjelaskan bahwa pemerataan di antara kekuatan kekuatan ekonomi yaitu BUMN, swasta, koperasi, dan rakyat harus dilakukan. Pemerataan dalam kesempatan berusaha itu dibiarkan berkembang, namun dilakukan secara bertahap. Sifat kekeluargaan yang dimaksud, adalah saling membantu antara yang besar dengan yang menengah dan kecil, agar yang kecil bisa menjadi menengah, syukur menjadi besar.
“Kalau yang kecil tidak diangkat derajatnya oleh yang sudah mampu memanfaatkan kesempatan , maka ia tidak akan jadi kuat dan besar,” ujarnya.
Kepada kalangan pengusaha industri kecil, Presiden berpesan, agar tidak terlalu bergantung kepada pihak lain.
“Jangan lalu menjadi cengeng. Hanya mau menerima bantuan saja, karena itu berbahaya dan bisa mematikan inisiatif sendiri. Sikap itu tidak mengembangkan kemampuan untuk berdikari, berdiri di atas kemampuan sendiri,” tegas Kepala Negara pula.
Sumber: KOMPAS (03/3/ 1992)
_________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 505-507.