PRESIDEN: AL-QURAN MENEGASKAN TAK ADA PAKSAAN DALAM BERAGAMA[1]
Jakarta, Suara Karya
PRESIDEN Soeharto mengingatkan, dalam mengembangkan kehidupan beragama hendaknya selalu dijaga sehingga tidak akan terasa mengganggu urnat beragama yang lain. Rasa terganggu dalam kehidupan beragama merupakan penderitaan batin. “Karena itu, saya selalu mengingatkan kita semua bahwa negara kita menjamin sepenuhnya kebebasan beragama dan kebebasan untuk menjalankan ibadah menurut keyakinan agama dan kepercayaan masing-masing,” kata Kepala Negara ketika membuka Muktamar III Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Istana Negara, Jakarta, Rabu.
Muktamar diikuti 800 peserta dari seluruh Indonesia. Mereka terdiri dari badan badan otonom yang khusus membidangi remaja, pembinaan perpustakaan, taman kanak -kanak, koperasi dan wisata ziarah. Kegiatan Muktamar berlangsung di Wisma Haji Pondok Gede dan akan ditutup Wapres Try Sutrisno 21 Januari. Menurut Presiden, jaminan negara saja tentu tidak cukup. Diperlukan kedewasaan urnat beragama sendiri untuk menghormati agama dan faham keagamaan yang berbeda dengan agama dan faham yang dianut. AI Qur’an, ujar Kepala Negara, menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam agama. AI Qur’anjuga meiarang umatnya bersikap tidak adil terhadap umat lain, bahkan menganjurkan agar umat yang berbeda agama itu berlomba-Iomba dalam berbuat kebaikan. Dengan demikian sebenarnya agama Islam tidak hanya mengajarkan kerukunan hidup beragama dalam wujud tidak saling mengganggu, tetapi juga mengajarkan kerukunan beragama itu terwujud dalam kesediaan bekerjasama untuk kepentingan, kebaikan dan kemaslahatan bersama.
Tidak Menghakimi
Di samping masalah kerukunan diantara umat berbagai agama, menurut Presiden, semua pihak perlu memperhatikan sungguh-sungguh mengenai kerukunan di antarasemua umat beragama di tanah air terdiri dari berbagai penganut a!iran dan faham keagamaan. Pemerintah tentu saja tidak mencampuri masalah perbedaan aliran dan faham keagamaan itu .
“Yang penting sekali kita ingat baik-baik agar masing-masing umat beragama bersikap dewasa menghadapi perbedaan aliran dan faham keagamaan itu . Kita tidak perlu menghakiminya,” tegasnya.
Dewan Masjid Indonesia diharapkan dapat berbuat banyak untuk mendewasakan sikap umat Islam dalam menghadapi kemajemukan yang terdapat dalam tubuh umat Islam sendiri. Sesungguhnya, masjid adalah wahana untuk mencapai persatuan dan persaudaraan umat. Organisasi itu dapat berbuat banyak untuk mengarahkan kesadaran dan kegairahan beragama sehingga umat Islam dapat berperan secara positifuntuk kemaslahatan bangsa dan negara. Melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam masjid, seperti khotbah dan ceramah, ta’lim dan pengajian, umat Islam dapat membangkitkan kesadarannya menjadi ummamatan wasalan. Artinya, umat yang bersikap seirnbang dalam mengejar kesejahteraan di dunia dan keselamatan di akhirat, dalam memenuhi kepentingan pribadi dan masyarakat.
Kesadaran dan kegairahan beragama, ditegaskan Kepala Negara harus diarahkan dengan tepat. Sebab, tidak mustahil akan menimbulkan masalah bagi masyarakat yang sangat majemuk dan dalam agama yang dipeluk masyarakat. Kemajemukan itu dihayati tidak saja dalam bentuk kehadiran berbagai agama tetapi juga dalam bentuk kehadiran berbagai aliran dan faham di kalangan umat seagama. Kesadaran dan kegairahan masyarakat merupakan ternpat subur bagi kemajuan kehidupan beragama. Tanpa kesadaran dan kegairahan beragama, betapapun besamya usaha untuk memajukan kehidupan beragama ,tidak akan dicapai basil seperti sekarang ini.
“Karena itu kita bersama-sama akan terus memelihara dan meningkatkan kesadaran dan kegairahan tadi sesuai dengan ajaran agama yang dipeluk masing masing,” kata Presiden.
Agama dalam pembangunan dan kehidupan bangsa Indonesia diberi tempat yang tinggi. Meski begitu, Indonesia tidak membangun negara agama sebagaimana kesepakatan para pendahulu bahwa negara RI haruslah sebuah negara nasional yang berideologikan Pancasila. “Karena itu, negara kita tidak didasarkan atas sesuatu agama. Kita tidak mengenal agama negara .Negara kita adalah negara Pancasila yang menjamin kemerdekaan beragama,” ucapnya.
Sebelumnya Ketua Urn urn DMI H Kafrawi Ridwan melaporkan, masjid telah kelompok atau golongan, apalagi masjid suku. Setiap masjid di mana pun terbuka untuk semua jamaah. Jumlah masjid di lndonesia kini mencapai kurang lebih 650.000 buah. Sebelumnya pada zaman Orde Lama, jumlah masjid dan musholla sekitar 200.000 buah. (N-1)
Sumber: SUARAKARYA( 19/01/1995)
_____________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 468-470.