PRESIDEN: BATU BARA, BUKAN PAK COSMAS[1]
Semarang, Suara Pembaruan
Presiden Soeharto mengimbau masyarakat menggunakan batu bara sebagai bahan bakar, menggantikan minyak tanah.
“Yah, batu bara agar segera masuk dapur. Bukan Pak Cosmas Batubara lho. ” kata Kepala Negara mengawali acara temu muka dengan para penghuni rumah susun, di Semarang Sabtu siang.
Presiden yang didampingi Ibu Tien Soeharto mengungkapkan, satu keluarga yang terdiri dari lima jiwa membutuhkan paling tidak 2 liter minyak tanah per hari dengan harga Rp 500. Apabila menggunakan batu bara cukup hanya satu kilogram dengan harga Rp 250.
Tujuan penggunaan batu bara tersebut, di samping menghemat biaya bagi rakyat kecil, juga untuk mengurangi subsidi minyak tanah Subsidi tersebut diharapkan bisa digunakan untuk keperluan lain, meningkatkan hasil pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata.
Presiden Soeharto juga didampingi oleh Menko Kesra Soepardjo Rustam, Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batu bara, Menteri Perumahan Rakyat Siswono Yudohu sodo, Ketua BKKBN Dr Haryono Suyono, Gubernur Jatim Sularso dan Gubernur Jateng HM Ismail.
Dalam kesempatan tersebut Presiden membantah pendapat yang mengatakan bahwa pembangunan yang sedang dilaksanakan saat ini hanya dinikmati segelintir manusia saja. Kepala Negara mengingatkan agar rakyat Indonesia tidak mudah silau, serta tidak dilandasi perasaan iri hati dalam menilai hasil pembangunan.
Tidak Memberatkan
Menanggapi permintaan salah seorang peserta temu wicara agar pemerintah tidak menaikkan tarif listrik lagi, Presiden Soeharto menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mernberlakukan tarif yang memberatkan rakyat seluruh desa di Indonesia harus dijangkau oleh listrik, namun harus bertahap karena kemampuan terbatas.
Presiden kembali menekankan agar pola perumahan susun segera dimasyarakatkan dan dibangun di setiap kota di Indonesia untuk melayani masyarakat yang masih hidup di daerah kumuh.
Dalam kaitan ini Menteri tenaga Kerja Drs. Cosmas Batubara dalam sambutannya mengatakan penduduk kota yang meningkat pesat memerlukan tanah untuk perumahan, jalan, sekolah, pasar, rumah sakit dan lain-lain. Apabila bangunan tersebut dibangun tidak bertingkat maka lahan pertanian di sekitar kota akan berubah menjadi daerah pemukiman, katanya.
Pembangunan rumah susun, serta peremajaan di daerah kumuh, seperti di Semarang ini perlu ditindak lanjuti di kota lain, katanya. Sebelumnya Presiden Soeharto meresmikan listrik masuk desa, rumah susun Pekunden, menyerahkan penghargaan Karya Kencana Utama kepada Gubernur Jateng HM Ismail, Piala Juara Umum KB tahun 1992 serta Plakat Ernas kepada 10 perusahaan pemenang pertama pelaksana KB, di samping 6 perumahan di Jawa Tengah yang telah rnencapai prestasi. (023)
Sumber: SUARAPEMBARUAN (25/08/1992)
____________________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 607-608.