PRESIDEN: BUANG JAUH-JAUH KEBIASAAN LAMA YANG MERUGIKAN

PRESIDEN: BUANG JAUH-JAUH KEBIASAAN LAMA YANG MERUGIKAN[1]

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto mengemukakan, penguasaan ilmu dan teknologi jauh lebih mudah daripada membangun watak dan kebiasaan masyarakat yang dibutuhkan oleh masyarakat industri. Untuk pembangunan watak itu antara lain harus membuang jauh­-jauh kebiasaan lama yang merugikan kemajuan bangsa, dan bersamaan dengan itu menanamkan berbagai kebiasaan baru yang dibutuhkan untuk mencapai kemajuan. Pandangan Presiden itu dikemukakan ketika menerima para peserta Kursus Reguler Lemhannas Angkatan (KRA) XXVIII, Rabu di Bina Graha, Jakarta. Presiden mengatakan, pemerintah telah melancarkan berbagai program yang bertujuan untuk menumbuhkan kebiasaan bam itu, seperti gerakan untuk hidup hemat dengan menabung, gerakan keluarga berencana, peningkatan produktivitas nasional, gerakan disiplin nasional dan sebagainya. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga melancarkan berbagai kampanye menghapuskan kebiasaan yang merusak seperti berjudi dan hidup boros.

“Adalah jelas bahwa berhasil atau tidak berhasilnya gerakan-gerakan jadi tergantung kepada pengertian dan dukungan warga masyarakat,” kata Presiden.

Tugas yang sekaligus juga merupakan kehormatan untuk memilah-milah mana kebiasaan lama yang harus dibuang dan kebiasaan baru yang harus dikembangkan pada dasarnya, kata Presiden, terletak dalam tangan para budayawan dan pemimpin masyarakat yang hidup tersebar di seluruh kepulauan nusantara ini. Mengingat peserta KRA dalam seminanya membahas masalah sosial budaya, Presiden mengemukakan, masyarakat harus terus menerus membina, membangun, mengembangkan dan mengarahkan kebudayaan daerah untuk menjawab tantangan masadepan.

“Dalam hubungan itulah tokoh kebudayaan daerah bersama pemimpin masyarakat perlu menelaah dengan sungguh-sungguh warisan kebudayaan masyarakat masing­ masing,” katanya.

Unsur budaya masyarakat yang mendukung berkembangnya masyarakat industri di masa mendatang juga perlu didorong maju dan dikembangkan, sedangkan unsur yang dapat merusak diusahakan untuk dikurangi pengaruh yang negatifuya.

Memilah-milah

Presiden mengatakan masyarakat hams dapat memilah serta memilih unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk ke tanah air. “Melalui tayangan media massa elektronika dewasa ini, seluruh unsur kebudayaan asing telah memasuki rumah-rumah kita sampai ke desa-desa terpencil. Sebagian di antaranya berguna, sebagian lagi tidak berguna, bagian lainnya lagi bahkan dapat merusak jiwa kaum muda kita,” kata Kepala Negara.

“Tentu saja kita harus secara aktif memilah dan memilih mana yang kita butuhkan dan bila perlu menolak unsur-unsur budaya asing yang merugikan kebudayaan kita sendiri,” katanya.

Kepala Negara yang didampingi Menhankam Edi Sudradjat serta Gubemur Lemhannas Letjen TNI Moetojib menyebutkan, kebudayaan Indonesia sudah lama terbuka terhadap unsur-unsur kebudayaan dari luar negeri.

Kedaerahan

Dalam pengarahannya kepada para perwira ABRI serta pejabat-pejabat eselon II peserta KRA, Presiden menyinggung masalah pembangunan di daerah yang juga digerakkan tokoh-tokoh nasional dari daerahnya masing-masing. “Jangan hendaknya minat membangun kampung halaman sendiri itu dianggap sebagai wujud perasaan kedaerahan. Jangan kita lupakan bahwa daerah adalah wilayah negara kita. Majunya daerah akan mendorong majunya negara,” kata Presiden.

Kepala Negara mengingatkan, sejak beberapa tahun yang lalu pemerintah telah mendorong para perantau yang berhasi Iuntuk secara sukarela mengirimkan sebagian pendapatannya ke kampung halamannya  sendiri untuk membantu pembangunan kampung halamannya itu. “Sekarang gerakan ini telah mulai tumbuh dan berkembang dengan mempergunakan berbagai nama. Banyak kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya kita yang sudah dihasilkan gerakan ini mulai dari perbaikan rumah, BPR hingga mendirikan sekolah menengah bermutu tinggi,” kata Presiden. (A-6)

Sumber: SUARAKARYA(07/12/1995)

____________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 312-313.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.