PRESIDEN: BUMN BUKAN TEMPAT PENYALURAN PNS
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto mengatakan, badan usaha milik negara tidak boleh dianggap sebagai tempat penyaluran para pegawai negeri sipil ataupun ABRI, karena BUMN harus benar-benar dikelola sebagai sebuah badan usaha oleh orang-orang profesional.
Masalah pengelolaan BUMN ini dijelaskan Menpan Sarwono Kusumaatmadja kepada pers setelah melaporkan kepada Kepala Negara di Istana Merdeka, Selasa tentang manajemen personalia BUMN.
“Bahkan Presiden mengatakan jika seorang pegawai negeri yang bermutu kemudian ditugaskan di BUMN, maka tegaskan saja statusnya sebagai pegawai perusahaan itu (BUMN bersangkutan red),” kata Sarwono.
Ia mengatakan jika seorang pegawai negeri nantinya ditempatkan pada sebuah BUMN dengan tetap menikmati statusnya secara penuh sebagai seorang pegawai negeri maka paling-paling kedudukan di badan usaha itu adalah sebagai pengawas atau komisaris.
“Kalau ini berlangsung, maka birokratisasi di BUMN akan bisa berkurang sekali, karena sosok BUMN sebagai badan usaha akan nampak sekali. Kalau yang ditempatkan di BUMN adalah tetap pejabat eselon sebagai direksi maka mau tidak mau BUMN ini akan memperlakukan dirinya atau diperlakukan sebagai perluasan dari instansi,” katanya.
Sarwono mengatakan jika BUMN tetap dianggap sebagai perpanjangan tangan instansi pemerintah dan bukannya sebagai badan usaha maka ruang geraknya akan terbatas dan kaku. Terlalu banyak dicampuri birokrat, katanya.
Ia mengemukakan, sekalipun UU tentang BUMN sudah ada sejak tahun 1961, ternyata peraturan pemerintah yang mengatur belum ada sampai sekarang. Karena itu, ia akan mendorong segera lahimya peraturan pemerintah tentang status personalia BUMN.
Ketika ditanya wartawan bagaimana status pegawai negeri yang bekerja pada BUMN jika nantinya BUMN benar-benar dikelola sebagai sebuah badan usaha, Sarwono mengatakan untuk sementara mereka harus mundur dahulu sebagai pegawai negeri.
Salah satu penyebab timbulnya masalah penempatan pegawai negeri pada BUMN, menurut Sarwono, mereka yang ditempatkan di BUMN tetap ingin sepenuhnya menikmati status mereka sebagai pegawai negeri misalnya gaji dan tunjangannya.
Sumber : ANTARA (08/01/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 5-6.
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto mengatakan, badan usaha milik negara tidak boleh dianggap sebagai tempat penyaluran para pegawai negeri sipil ataupun ABRI, karena BUMN harus benar-benar dikelola sebagai sebuah badan usaha oleh orang-orang profesional.
Masalah pengelolaan BUMN ini dijelaskan Menpan Sarwono Kusumaatmadja kepada pers setelah melaporkan kepada Kepala Negara di Istana Merdeka, Selasa tentang manajemen personalia BUMN.
“Bahkan Presiden mengatakan jika seorang pegawai negeri yang bermutu kemudian ditugaskan di BUMN, maka tegaskan saja statusnya sebagai pegawai perusahaan itu (BUMN bersangkutan red),” kata Sarwono.
Ia mengatakan jika seorang pegawai negeri nantinya ditempatkan pada sebuah BUMN dengan tetap menikmati statusnya secara penuh sebagai seorang pegawai negeri maka paling-paling kedudukan di badan usaha itu adalah sebagai pengawas atau komisaris.
“Kalau ini berlangsung, maka birokratisasi di BUMN akan bisa berkurang sekali, karena sosok BUMN sebagai badan usaha akan nampak sekali. Kalau yang ditempatkan di BUMN adalah tetap pejabat eselon sebagai direksi maka mau tidak mau BUMN ini akan memperlakukan dirinya atau diperlakukan sebagai perluasan dari instansi,” katanya.
Sarwono mengatakan jika BUMN tetap dianggap sebagai perpanjangan tangan instansi pemerintah dan bukannya sebagai badan usaha maka ruang geraknya akan terbatas dan kaku. Terlalu banyak dicampuri birokrat, katanya.
Ia mengemukakan, sekalipun UU tentang BUMN sudah ada sejak tahun 1961, ternyata peraturan pemerintah yang mengatur belum ada sampai sekarang. Karena itu, ia akan mendorong segera lahimya peraturan pemerintah tentang status personalia BUMN.
Ketika ditanya wartawan bagaimana status pegawai negeri yang bekerja pada BUMN jika nantinya BUMN benar-benar dikelola sebagai sebuah badan usaha, Sarwono mengatakan untuk sementara mereka harus mundur dahulu sebagai pegawai negeri.
Salah satu penyebab timbulnya masalah penempatan pegawai negeri pada BUMN, menurut Sarwono, mereka yang ditempatkan di BUMN tetap ingin sepenuhnya menikmati status mereka sebagai pegawai negeri misalnya gaji dan tunjangannya.
Sumber :ANTARA(08/01/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 5-6.