PRESIDEN DI DEPAN PEMUKA AGAMA:
MEMASYARAKATKAN P-4 MEMPERKOKOH KESATUAN DAN KETAHANAN NASIONAL
Presiden dalam sambutannya kepada para pemuka agama seluruh Indonesia peserta Penataran P4 di Istana Negara Jumat kemarin menandaskan, dengan pemasyarakatan P4 oleh para pemuka agama akan semakin kokoh dan eratlah suasana kerukunan dan persaudaraan diantara masyarakat yang memeluk agama yang berbeda-beda.
Atau hal ini berarti akan memperkokoh kesatuan nasional dan ketahanannasional, khususnya dalam bidang sosial budaya.
Pada kesempatan itu Menteri Dalam Negeri Amirmachmud selaku Pembina Penataran Tingkat Nasional melaporkan kepada Presiden, para pemuka agama dari seluruh Indonesia yang menjadi peserta penataran P4 berjumlah 245 orang.
Perinciannya Pemuka Organisasi Tingkat Pusat 22 orang dan Pemuka Agama dari daerah2 seluruh Indonesia sebanyak 223 orang. Bila diperinci menurut jenis agama peserta penataran. Pemuka agama Islam sebanyak 195 orang. Pemuka agama Kristen Protestan 24 orang. Pemuka agama Katolik sebanyak 12 orang, pemuka againa Hindu 10 orang dan pemuka agama Budha sebanyak 4 orang.
Penataran P4 kepada para pemuka agama tersebut telah berlangsung di Jakarta dari tanggal 25 Juni dan berakhir tanggal 6 Juli 1979 kemarin.
Kedudukan Agama di Indonesia
Lebih lanjut Presiden Soeharto dalam sambutannya itu kembali menyatakan, bahwa masyarakat Pancasila yang menjadi idam-idaman Indonesia, tidak lain adalah masyarakat yang bersifat sosialistis-religius, yakni masyarakat yang berasaskan kekeluargaan dan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ini berarti, masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat yang individualistis, dan juga bukan masyarakat yang totaliter. Juga masyarakat Indonesia bukan masyarakat yang berdasarkan atas suatu agama, tetapi masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Dan dalam hubungan ini, Presiden kembali pula menandaskan, bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan yang asasi dalam pembangunan bangsa Indonesia, disamping pembangunan di bidang mental spiritual lainnya dan dibidang fisik materiil.
Kemudian dalam sambutannya itu, dengan lebih dulu mengingatkan Ketetapan MPR No.ll Tahun 1978 tentang P4 sebagai keputusan rakyat yang tepat, Presiden Soeharto mengatakan, sangat jelaslah betapa pentingnya peranan pemuka agama dalam memasyarakatkan P4, sebab pemuka agama inilah yang mampu memasuki segisegi kedalaman dari kehidupan bangsa.
Presiden membantah dengan terlibatnya pemuka agama dalam usaha memasyarakatkan P4 akan mengurangi kegiatan mereka. Malah Presiden berkata justru sebaliknya,
"Saya harapkan agar pembinaan kegiatan keagamaan itu tercakup pula usaha memasyarakatkan P4," kata Presiden.
Masalah Keresahan
Pada kesempatan itu Kepala Negara secara khusus mengutarakan tentang keresahan yang akhir-akhir ini seringkali disinyalir ada di kalangan masyarakat,
"Hal ini sengaja saya singgung disini, sebab saya sebagai pemuka agama yang hidup dan bergaul akrab dengan masyarakat, Saudara-saudara dapat menyelami apa yang menyebabkan adanya perasaan itu.", kata Presiden.
Dalam mengutarakan tentang keresahan masyarakat tersebut, Presiden berpendapat bahwa hal yang wajar, terlebih-lebih di dalam masyarakat yang sedang membangun seperti Indonesia.
Dalam alam pembangunan yang penuh dengan perobahan-perobahan itu tidak dapat dihindari adanya keresahan, yang disebabkan oleh rasa kurang atau tidak puas, baik karena merasa dirugikan atau yang merasa kepentingan tidak atau kurang diperhatikan.
Presiden juga tidak memungkiri, bahwa sebagaian rasa resah itu juga disebabkan adanya eskses-ekses yang terjadi dalam pelaksanaan pembangunan akibat samping yang tidak diinginkan.
Menurut Presiden dalam hal ini keresahan seperti ini yang penting adalah bagaimana mengatasi adanya ekses-ekses, berusaha menghindari dimasa-masa yang akan datang.
Hal lain penting yang ditekankan oleh Kepala Negara adalah, bagaimana kita menyalurkan dan menyalurkan rasa resah itu.
"Apabila kita dapat menyalurkan rasa keresahan itu di luar proporsinya, maka apabila tidak terkendalikan, gejala keresahan tersebut malahan dapat merugikan masyarakat dan pembangunan itu sendiri." Demikian peringatan Kepala Negara. (DTS)
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber: SUARA KARYA (07/07/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 396-398.